anotherworld
Saturday, October 15, 2016
Friday, April 1, 2016
Should Be Him
Part One
Please kindly open https://www.wattpad.com/37773317-should-be-him-satu to read the whole story
Kesibukan kantor 
terlihat jelas di jam-jam setelah makan siang seperti saat ini. Orang 
hilir mudik di pintu masuk kantor dan sibuk dengan kesibukannya 
masing-masing. Di lobby kantor itu, penuh manusia dengan beraneka ragam 
bentuk pikiran.
Seorang perempuan muda 
duduk dibalik meja dengan mata terfokus penuh pada layar komputernya, 
juga kening berkerut. Kesibukan disekitarnya tidak ia acuhkan. Sesekali 
tangannya memainkan keyboard, selain mouse.
Ponselnya yang berada 
disebelah mousenya bergetar. Ia tidak acuhkan dulu beberapa saat getar 
ponselnya dan tetap fokus pada pekerjaannya, ia berniat untuk 
menghubungi kembali sang penelpon nanti. Namun sang penelpon enggan 
memutuskan sambungan telpon sebelum diangkat. Geram pekerjaannya 
terganggu karena getaran ponselnya, ia pun meraih ponselnya dan melihat 
sang penelpon. Kelvin. Muncul sebuah gambar di layar kaca yang 
menampakkan sosok wajah tampan seorang lelaki dan seorang anak kecil.
"Halo" sapanya
"Kamu sedang sibuk?" tanya suara disana langsung
Perempuan itu melirik komputernya, "Sedikit. Ada apa?"
"Aku harus mengurus 
pekerjaan di Bandung sore ini dan aku gak mungkin membawa Damon 
bersamaku karena kemungkinan besar aku gak pulang malam ini"
Helaan napas pelan terdengar dari mulut perempuan itu, "Baiklah. Antar dia kesini"
"Aku sudah di café bawah. Turunlah"
"Tunggu aku sebentar"
Telpon diputus dan perempuan itu menghela napas letih. Ia pun segera merubah mode komputernya menjadi stand-by
 agar ia masih bisa menyelesaikan pekerjaannya lagi nanti. Ia berdiri 
dan beranjak menuju sebuah pintu dan mengetuknya dua kali. Pintu ruangan
 bosnya.
"Masuk" jawab suara didalam
Perempuan itu mendorong 
pintu kaca yang berat tersebut dan masuk melewatinya. Ia melangkah 
mendekati meja bosnya yang terlihat sedang sibuk mempelajari isi 
kertas-kertas dari map yang ada didepannya.
"Permisi, pak Gibran"
Bosnya pun mendongak, "Ya, ada apa, Zara?" tanyanya sambil bersandar dikursinya
"Saya ingin izin sebentar. Saya ingin menjemput anak saya dibawah"
Alis Gibran naik keduanya, "Anakmu main ya. Apa suamimu sedang sibuk?"
Zara mengangguk, "Beliau ada pekerjaan diluar kota, pak"
Gibran mengangguk paham, "Baiklah. Bawa dia kemari"
"Saya permisi, pak" Zara mengangguk sambil tersenyum dan berlalu
Gibran mengamati 
sekertarisnya sampai ia keluar. Gibran tersenyum melihat penampilan 
sekertarisnya itu. Semakin hari semakin modis. Sudah sangat berbeda 
dengan penampilannya setahun yang lalu, saat ia baru mulai bekerja.
Dulu, ia sering sekali memakai celana bahan atau jeans yang dipadu dengan kemeja atau kaus dan blazer. Rambutnya hanya akan diikat seperti ekor kuda tanpa pulasan make-up selain bedak dan lipgloss serta eyeliner. Ia pun suka memakai flatshoes.
Namun penampilannya belakangan ini berbeda, seperti hari ini. Ia mengenakan kemeja chiffon putih berkerah tanpa kancing dan rok span hitam selutut dengan wedges rendah. Wajahnya dipulas make-up tipis yang menegaskan wajah manisnya yang tidak pernah membuat bosan.
***
Di café kantor 
yang berada dilantai dasar, Kelvin sedang sibuk dengan ponselnya sambil 
melirik putranya yang sedang duduk disebelahnya, meminum susunya dengan 
semangat. Ia sedang menunggu istrinya yang akan menjemput putra tampan 
mereka.
Kurang dari waktu 
seperempat jam, istrinya muncul dari balik pintu. Matanya tampak 
mencari. Kelvin mengangkat tangannya untuk memberi tanda keberadaannya 
dan sang istri kemudian melangkah ke arah mereka lalu segera menggendong
 putra kecil mereka.
"Halo, Damon" sapanya sambil mengecup pipi putranya yang tembam
"Maaf aku harus menyusahkanmu. Aku harus ke Bandung dan baru akan kembali besok"
Zara tersenyum, "Gapapa. Jangan lupa makan, Kel"
Kelvin mengangguk dan 
mencium kedua pipi putranya dan pipi istrinya serta keningnya. 
Setelahnya, ia segera pergi untuk mengemban tugasnya. Dan ketika ia 
teringat sesuatu, ia kembali menghampiri istrinya yang masih berdiri 
ditempat.
"Ada apalagi?" tanya Zara bingung
"Aku lupa bilang. Aku pergi dengan mobil jadi maaf karena kamu harus pulang sendiri" ujarnya dengan tangan dibahu istrinya
Zara mengangguk, "Baiklah. Gapapa kok"
Kelvin menatap istrinya, "Taksi, oke?"
Zara tertawa pelan, "Iyalah. Aku kan bawa Damon. Mana aku tega bawa dia naik kendaraan umum seperti bus dan mikrolet"
Kelvin kembali mengecup 
keningnya dan tersenyum lalu melangkah pergi. Zara mengamatinya lalu 
menghela napas pendek dan membawa putra kecilnya ke tempatnya bekerja 
dengan beragam pikiran akan suasana disana nanti.
***
Zara keluar dari lift 
dengan menggendong Damon yang telah habis meminum susunya dan bertemu 
dengan teman kerjanya yang usianya tidak berbeda jauh dengannya. Ia 
tersenyum dan mulai melangkah. Temannya mengikuti dan mencubit pipi 
anaknya.
"Hai, Damon. Udah lama nih gak main kesini"
"Selesaikan dulu pekerjaanmu, Lu. Aku juga sedang sibuk"
Lulu menepuk tangannya 
sekali dan seperti mendapatkan ide, "Nahh... kamu bisa selesaikan dulu 
pekerjaanmu, ibu sekertaris, sementara Damon akan aku ajak bermain"
"Tidak usah repot-repot"
"Enggak kok. Sini Damon sama tante. Kita main ya"
Lulu mengambil alih 
menggendong Damon yang sudah menyambutnya dengan uluran tangan dan tawa 
renyah lalu membawanya pergi ke ruangannya yang masih bisa diawasi dari 
meja Zara. Ia menggeleng dan akhirnya kembali pada sisa pekerjaannya 
sambil sesekali melirik putranya.
Suara-suara heboh mulai 
terdengar beberapa waktu kemudian. Hal itu selalu terjadi ketika putra 
tampannya ikut bersamanya. Rekan-rekan kerjanya senang karena kedatangan
 hiburan akibat terlalu keras bekerja. Dan Damon adalah anak yang mudah 
bergaul, ia pun mensyukurinya.
Beberapa waktu 
berikutnya berlalu dan akhirnya, pekerjaannya selesai. Ia menyandarkan 
tubuhnya di kursi karena merasa pegal dan menyimpan file 
tersebut. Ia menoleh pada kerumunan yang tadi mengelilingi anaknya 
dengan heboh, kini diam terpaku ditempat mereka berdiri masing-masing.
Ada apa? Apa terjadi sesuatu pada Damon?, batinnya.
Ia segera berdiri dan 
melangkah mendekati kerumunan dengan langkah lebar. Ia sangat khawatir. 
Dipinggir kerumunan, ia malah ikut tertegun dengan pemandangan yang 
dilihatnya. Bosnya sedang menggendong anaknya sambil tersenyum dan 
tertawa. Ia terpaku saat dilihatnya kerumunan membelah karena sang bos 
akan lewat, ia tersadar dan ikut menyingkir.
"Oh, Zara! Anakmu boleh bermain dengan saya?"
Zara hanya mengangguk 
dan tertegun melihat bosnya membawa anaknya ke ruangannya. Setelah pintu
 tertutup, barulah yang lain mulai kasak-kusuk. Zara sendiri malah 
kembali ke mejanya dan merebahkan kepalanya di meja. Lulu 
menghampirinya.
"Zara, betapa 
beruntungnya dirimu. Kamu seorang sekertaris muda yang berprestasi dan 
ibu serta istri dari dua lelaki tampan di hidupmu. Kamu membuat kami 
semua-terutama aku-sangat iri padamu"
Zara mengangkat kepalanya, "Aku sangat tidak enak pada pak Gibran"
Lulu tertawa kecil, "Sepertinya dia menyukai anakmu. Lagipula pak Gibran sudah pantas kok umurnya untuk menikah"
"Kau tidak bersiap? Sebentar lagi jam pulang kantor"
"Oh astaga, kamu benar! Bye, ibu muda. See ya tomorrow!" serunya dan pergi
Zara menghela napas dan 
membereskan barang-barangnya ke dalam tas. Mejanya tampak berantakan dan
 ia menatanya terlebih dulu kemudian pergi ke toilet untuk merapikan 
penampilannya dan absen pulang.
Setelahnya, ia mengambil
 tasnya dan berjalan ke ruangan bosnya lalu mengetuknya dua kali-seperti
 biasa, ciri khasnya-dan mendengar sahutan dari dalam yang 
mengizinkannya masuk. Ia melihat bosnya yang sedang sibuk dengan 
komputernya dan ia melihat sosok putranya yang tertidur pulas di sofa 
dengan berselimutkan jas sang bos yang ternyata kini hanya memakai 
kemeja biru.
"Sepertinya dia lelah dan mengantuk"
Zara tersenyum dan 
menarik jas bosnya yang menyelimuti tubuh anaknya untuk diganti dengan 
jaket milik anaknya sendiri yang ia bawa. Dengan pelan, ia pakaikan 
jaket anaknya agar tidak membangunkan putra tercintanya. Gibran yang 
dari mejanya melirik semua itu tertegun. Kemudian Zara menggendong 
putranya dan berdiri.
"Terima kasih, pak. Maaf merepotkan. Saya permisi. Sebaiknya bapak juga segera pulang"
"Terima kasih kembali. Hati-hati, Za"
Zara tersenyum dan 
melangkah keluar dari ruangan sang bos. Gibran menatap punggung 
sekertarisnya yang menghilang dibalik pintu lalu mengusap wajahnya. 
Beragam pikiran berkecamuk di kepalanya. Ia menggeleng dan bersiap untuk
 pulang.
***
Zara berdiri di trotoar 
didepan kantornya, menunggu taksi. Damon berada di pelukannya, sedang 
tertidur pulas. Taksi yang lewat selalu berisi penumpang. Begitu pula 
kendaraan umum lainnya yang padat penumpang dan sesak. Ia tidak tega 
membuat anaknya terbangun karena ketidaknyamanan keadaan.
Setengah jam sudah ia 
berdiri disana hingga hari telah gelap. Sangat tidak nyaman dengan rok 
pendek ketat berdiri seperti ini. Tiba-tiba sebuah mobil sedan mewah 
berhenti tepat didepannya yang membuat langkahnya mundur tanpa sadar. 
Kaca mobil turun dan menampakkan wajah bosnya.
"Kamu sedang apa disini?" tanya Gibran dari dalam mobil
"Saya sedang menunggu taksi"
Gibran membuka pintu mobilnya, "Masuklah. Biar saya antar"
Zara menggeleng, "Tidak usah, pak"
"Sudahlah, cepat masuk. Jalanan macet dan kasihan Damon tertidur dengan menghirup debu polusi begitu"
Dengan ragu akhirnya 
Zara masuk ke dalam mobil. Gibran pun segera melajukan mobilnya di 
kepadatan kota di senja hari. Perjalanan sunyi tanpa obrolan karena rasa
 sungkan yang dirasakan Zara.
"Ohya, rumahmu dimana?" tanya Gibran membuka suara ketika mereka berada di persimpangan jalan
"Eh... hm saya tinggal di apartment di kawasan Jakarta Selatan"
Wajah Gibran tampak terkejut, "Kamu tinggal di apartment?"
 Zara mengangguk. "Kenapa tidak dirumah? Suamimu orang berada, bukan? 
Yang saya tahu, suamimu adalah direktur di salah satu perusahaan 
kontraktor, benar?"
Zara kembali mengangguk, "Kami lebih nyaman tinggal di apartment karena kami juga sangat jarang berada dirumah, karena kesibukan kerja"
"Weekend?"
"Kami biasa berkunjung ke rumah ayah saya di Bogor"
Gibran mengangguk paham, "Dan kenapa kalian tidak menyewa jasa pengasuh anak?"
Zara menggeleng, "Hm... suami saya memiliki trauma dengan pengasuh anak, pak"
Gibran berdecak, "Dan bukankah biasanya kebanyakan perempuan dilarang untuk bekerja oleh suami?"
Zara tersenyum, "Syukurnya suami saya memberikan keputusan pada saya. Apakah bapak salah satu diantaranya?"
Gibran mengedikkan 
bahunya, "Entahlah. Saya sempat berpikiran seperti itu, namun melihatmu,
 saya kembali berpikir. Kamu masih bisa membagi waktumu untuk anak. 
Bukankah kebanyakan wanita karier hanya menyempatkan sedikit waktu 
mereka atau bahkan tidak sama sekali untuk keluarga?"
"Tidak semua seperti itu"
"Itulah yang baru saya ketahui. Dan kamu ibu muda yang hebat"
Zara menoleh pada bosnya, "Apa bapak tidak berpikiran, maaf, untuk menikah muda?"
"Ya, tentu saja. Bahkan saya kira saya sudah tidak muda lagi"
Zara tertawa, "25 masih usia muda yang cukup matang, pak"
"Sedikit tua, kalau begitu" jawab Gibran tak acuh
"Memang tipikal perempuan yang bapak pilih seperti apa? Jika mungkin saya bisa membantu-"
Ucapan Zara terputus 
oleh tawa Gibran yang terbahak-bahak hingga air mata keluar dari 
matanya. Belum pernah Zara melihat bosnya tertawa selepas ini. Ia 
menatap bosnya bingung.
"Saya seperti ikut ajang
 perjodohan" Zara hanya tersenyum. "Saya kagum dengan kamu. Sepertinya 
saya akan mencari sosok wanita sepertimu"
"Eh..."
"Yang bisa mengimbangi karier, anak, suami dan kehidupan"
"Tidak ada wanita yang sama dan sempurna. Saya hanya berharap bapak bisa menemukan yang terbaik secepatnya"
Tak terasa perjalanan panjang menjadi singkat atas perbincangan mereka. Mobil Gibran tiba didepan lobby sebuah apartment mewah yang ternama. Gibran mengamati gedung pencakar langit disampingnya dan kemudian menoleh pada perempuan disebelahnya.
"Baiklah. Homey?"
Zara tersenyum, "Terima kasih, pak Gibran. Hati-hati dijalan. Maaf kami merepotkan"
Zara pun keluar dari 
mobil Gibran dengan menggendong putra tunggalnya yang masih tertidur 
pulas dipundaknya dengan wajah bagai malaikat. Gibran menatap kepergian 
sekertarisnya yang menghilang dibalik pintu lobby. Gibran tersenyum dan kembali melajukan mobilnya menuju rumah.
Zara membaringkan 
putranya diatas tempat tidurnya dengan nyaman dan menyelimutinya. Ia 
membelai wajah putra tampannya dengan sayang dan beranjak ke kamar mandi
 untuk membersihkan diri dari kepenatan.
Usai mandi, ia melakukan
 rutinitasnya sebagai seorang istri; membersihkan rumah, mencuci pakaian
 dan menyetrika pakaian. Setelahnya ia merebahkan dirinya di sofa 
diruang keluarga dengan televisi menyala menemaninya. Sejenak otot 
tubuhnya meregang dan bunyi telpon menyentakkannya.
***
IBU
"KAMU! SALAH KAMU! 
SEHARUSNYA, KAMU SAJA YANG MATI! DASAR ANAK SIALAN!" hardiknya dengan 
mendorong tubuhku keras hingga sikuku membentur sudut meja
"Ashh.." erangku pelan
"PERGI KAMU!"
Aku segera berlari ke 
kamarku yang berada di dekat pintu belakang dan menguncinya. Takut-takut
 kalau ibu tak sengaja membukanya dan aku kembali menerima segala 
perlakuannya.
Ya, ibu. Dia ibuku. 
Wanita yang telah melahirkanku ke dunia fana ini hampir 16 tahun lalu. 
Wanita yang selama 8 bulan mengandungku dan memberikan cintanya. Wanita 
yang akan selalu kupuja dan kuhormati sepanjang umurku, sesuai ucapan 
baginda Nabi. Wanita yang akan selalu kucari keridhaannya. 
Kini, tak pernah lagi kurasakan belai kasihnya.
Selama 6 tahun ini, yang
 selalu ia berikan padaku hanya ucapan-ucapan kasarnya dan perilaku 
kejamnya. Setiap hari kulalui tanpa pernah lepas dari luka di tubuh dan 
hatiku. Namun tak mengapa, asal aku tak berlaku kasar padanya. Aku 
ikhlas jika dia berbuat kasar padaku, asal aku masih tetap 
menghormatinya.
Perilakunya berubah 
semenjak kematian adik semata wayangku, Ali. Ia meninggal dalam 
kecelakaan yang terjadi di depan sekolah kami dulu. 
Saat itu, kami hendak 
pulang sekolah. Aku yang masih kelas 6 SD dan Ali yang masih kelas 3 SD.
 Umur kami hanya terpaut 2 tahun dan kami sama-sama murid berprestasi 
disekolah yang sering lompat kelas. Saat itu, aku dan Ali sedang 
berjalan di sisi trotoar seperti biasa. Namun hari itu, Ali melihat 
kerumunan temannya yang sedang sibuk bermain kelereng di pinggir jalan, 
dekat sebuah lapangan dan meminta izinku untuk bermain sebentar. Tentu 
aku mengizinkannya karena hari itu adalah hari Sabtu, hari terakhir kami
 sekolah di minggu tersebut, yang tak ku tahu bahwa hari itu adalah hari
 terakhir adikku tersayang.
Aku menunggunya bermain 
sambil duduk dibawah pohon di pinggir lapangan sambil membaca buku 
pengetahuan umum. Mungkin aku terlalu larut dalam bacaan hingga tak 
waspada menjaga Ali. Aku tersadar saat ada suara teriakan yang sangat 
aku kenal. Suara yang selalu memecahkan suasana rumah saat 
berlari-larian di halaman rumah. Aku mendongak dan melihat tubuh Ali 
yang dihantam sebuah mobil pick-up. 
Dengan kecepatan 
maksimal, aku berlari menghampiri tubuhnya yang berlimpah darah tepat 
didepan mobil tersebut. Aku menepuk pipinya pelan dan terus memanggilnya
 namun tak dijawabnya. Aku masih terlalu kaget untuk bereaksi lain 
hingga kerumunan disekitarku meraih tubuh Ali dan membawanya ke dalam 
mobil.
Ali meninggal ditempat. Dokter bilang, pembuluh darahnya pecah saat berbentur badan mobil.
Aku kehilangan adik laki-lakiku serta ibuku. Ali yang sudah pulang ke sisi-Nya, dan ibu yang tak lagi menganggapku.
Bagaimana pun, aku 
hanyalah seorang anak perempuan berumur 10 tahun yang tak lebih kuat 
dari mobil itu. Tapi kuterima segala tuduhan ibu yang mengatakan bahwa 
aku yang menyebabkannya kehilangan sosok lucu Ali.
Aku menatap foto 
keluarga kami yang tergantung di dinding kamar kecilku ini dan air 
mataku menetes karena melihat sosok Ali. Air mata yang tak pernah 
menetes dihadapan ibu saat ia berlaku kasar padaku ataupun saat 
kepergian Ali.
Aku meringkuk di 
belakang pintu, diatas lantai dingin ini sambil menangis dan mengabaikan
 nyeri luka-lukaku. Luka tubuhku ini tak seberapa jika dibandingkan luka
 hatiku yang selalu menangis.
Maafin kak Ai, Li.
***
Twist of Life
Part One
Please kindly open https://www.wattpad.com/65085397-twist-of-life-satu to read the complete story
5 tahun lamanya, aku meninggalkan bunda sendiri disini untuk study
 di luar negeri. Setelah 5 tahun gak pernah pulang, kini aku takjub 
melihat keadaan rumah tempatku dibesarkan hingga berumur 15 tahun. 
Setelah turun dari taksi dan melirik rumah ini, aku bertanya pada supir 
taksi sekali lagi untuk meyakinkan diri ini rumahku, tapi sangat 
berbeda. 
Rumah yang kini berdiri 
besar dan kokoh didepanku ini memiliki balkon dilantai 2 dan sebuah 
taman mini di sebelah halaman. Rumah ini terdiri dari 3 lantai, dilantai
 3 aku tidak berfikir itu adalah sebuah ruangan, entah apa, aku 
penasaran. Aku menekan bel yang ada di pagar setelah menurunkan 
barang-barangku dari taksi dan taksi pergi. Kini, tempat ini menjadi 
perumahan yang damai. 
Sebelum aku pergi study abroad,
 rumah ini hanyalah rumah biasa yang terdiri dari halaman, 2 kamar 
tidur, 1 kamar mandi, dapur dan ruang tamu. Hanya satu lantai. Aku hanya
 tinggal disini bersama ayah dan bundaku. Kami tidak memiliki pembantu 
karena keadaan keluargaku saat itu tidak tergolong orang kaya. Bunda 
adalah ibu rumah tangga yang selalu menyambut anak dan suaminya dengan 
pelukan hangat setiap hari. Ayah adalah seorang arsitek muda, dia juga 
bertugas dilapangan untuk mengarahkan para pekerja bangunan. Saat itu 
umurku 14 tahun. Malam sebelumnya, ayah tidur larut karena harus membuat
 design tambahan. Pagi itu, ayah tampak lusuh, terlihat lebih tua
 dari umurnya. Ayah berangkat pagi-pagi ke lapangan untuk mengejar 
target waktu pembangunan rumah yang sedang ayah tangani. Disekolah, 
perasaanku sangat tidak enak. Aku tidak tahu mengapa, tapi aku tiba-tiba
 saja sangat ingin memeluk dan tidur sama ayah. Aku pulang. Ternyata 
bukan hanya aku, bunda juga sedang cemas. Bunda bilang padaku "Hari 
sudah sore tapi ayah belum menelfon ke rumah sekalipun. Bunda coba 
telfon ke HP ayah tapi gak aktif". Tiba waktu makan malam, aku dan bunda
 baru akan memulai makan malam tanpa ayah ketika pintu diketuk dengan 
tergesa. Aku dan bunda berlari ke pintu. Saat kami buka ternyata teman 
kerja kerja, air mukanya sangat berduka. 
"Ada apa?" tanya bunda. Bunda menggenggam tanganku erat. Aku berdiri sambil menahan hebatnya degup jantungku
"Pak Guntoro... kecelakaan di lapangan" ujar orang tersebut
Bunda lemas dan langsung jatuh terduduk, "Dimana ayah?" tanyaku dengan suara bergetar
"Beliau sedang dalam 
perjalanan kesini..." orang itu menggantungkan kalimatnya. Aku sedikit 
lega tapi perasaan mencekam menghantuiku. "Kami akan mambantu ibu dan 
adik menyiapkan segala sesuatunya. Sekarang bisa ambil tempat tempat 
tidur kayu tanpa kasur?" tanya orang tersebut lirih. Ia permisi masuk ke
 dalam rumah dengan beberapa orang lainnya. 
Sekitar 15 menit 
kemudian terdengar bunyi ambulans. Semua hal yang diperlukan sudah 
dipersiapkan oleh teman-teman ayah karena aku dan bunda masih shock. 
Bunda yang sedari tadi membeku, saat melihat jasad ayah dibawa keruang 
tamu langsung meledak tangis. Aku pun menangis sejadi-jadinya. Ayah, 
yang sangat aku sayangi. Aku yang tersadar, aku belum mengetahui 
kronologi kecelakaan ayah. 
Aku menghampiri teman 
ayah yang tadi memberitahukan keadaan pada kami, "Om... ayah kenapa bisa
 kecelakaan?" tanyaku disela isakan tangisku 
Orang itu menatapku 
dengan mata sendu, "Ayahmu sedang mengarahkan kami-para pekerja-saat 
tiba-tiba ada batu yang jatuh menimpa kepalanya" ia berhenti dan menarik
 napas panjang. Aku berusaha menyimak dan mencerna cerita ini. "Kepala..
 ayahmu.. bocor.. kami langsung.. membawanya ke rumah sakit.. tapi.. 
terlambat.. ayahmu sudah kehilangan banyak.. darah.. diperjalanan" 
jelasnya dengan tersendat-sendat
***
"Maaf, non teh siapa?" tanya seorang wanita tua dibalik pagar
Aku menoleh, "Ada ibu Tera?" tanyaku
"Ada, non, silahkan 
masuk" dibukanya pagar dan dibantunya aku membawa koper-koperku ke 
dalam. "Non mau minum apa? Saya panggilkan nyonya sebentar" tawarnya
"Kalau boleh air putih" pintaku lalu dia pergi
Aku mengamati 
sekeliling, rumah ini sangat besar. Ruang tamu ini menghadap ke ruang 
makan dan tangga. Saat aku sedang memperhatikan pajangan-pajangan yang 
ada di meja dan di lemari, aku merasa ada orang lain. Aku menoleh dan 
mendapati sosok bunda yang berdiri memandangiku dengan tangan bergetar 
dan mata ditumpuk oleh airmata yang siap tumpah ke pipinya. Aku 
tersenyum dan berdiri, tanpa aba-aba bunda langsung memelukku dan 
menumpahkan airmatanya di pundakku. Kami-ibu dan anak-hanya berpelukan 
tanpa suara. Wanita tua yang sepertinya pembantu rumah tangga kembali 
sambil memandang heran, aku hanya tersenyum padanya. 
"5 tahun kamu tinggalin 
bunda tanpa kabar. Kemana kamu? Kamu gaktau bunda tuh stres, bunda 
kangen kamu, Dhe" omel bunda di sela-sela isak tangisnya. 
"Aku ngejar tahun 
ajaran, bun. Aku berusaha cepet pulang untuk nemenin bunda. Disana aku 
mengambil akselerasi dan aku pulang dengan gelar S1 untuk bunda" 
jawabku. Bunda melepas pelukannya dan menciumi kedua pipiku. Aku 
tersadar, "Bunda naik pangkat ya? Hebat pasti jabatannya sekarang ya. 
Rumah kecil kita dulu bunda sulap jadi rumah sebesar ini" ujarku takjub
Bunda memandangku dengan
 rasa bersalah dan kikuk, "Maaf, Dhe, bunda mau bilang sama kamu, tapi 
kamu gak bisa dihubungi dan berita ini gak bisa lewat surat" ujar bunda 
lirih. Aku diam, menunggu. "Bunda... sudah... menikah lagi" lanjut bunda
 akhirnya. Aku membeku seketika. Berita ini seperti petir. "Rumah ini 
dia yang bedah karena saat ia ajak pindah, bunda menolak. Bunda tau kamu
 akan pulang. Bunda bertahan disini untuk kamu. Bunda sudah menyiapkan 
kamar untuk kamu. Ayo!"
Bunda membawaku ke lantai 2 sambil membawa barang-barangku. Bunda membuka sebuah pintu kamar yang bertuliskan nama "DHEA" aku sempat melihat pintu lain yang bertuliskan satu nama, "JORDAN". Who is he? Kamarku bernuansa peach. Mulai dari cat tembok, tirai, kasur, hingga pernak-pernik. Bunda meninggalkanku sendiri di kamar baruku agar aku beristirahat. 
Ini terasa asing. Sangat asing, bahkan lebih asing dari saat aku pertama kalinya melihat apartmentku di Inggris. Tapi ini rumahku. Tanah peninggalan ayah, hanya saja dengan bangunan yang berbeda. Aku lebih menyukai design ayah. Design
 kamarku ini begitu buruk, mati. Aku harus mendekorasi ulang kamar dan 
pernak-perniknya. Targetku adalah melanjutkan S2 di Indonesia dan 
mencari pekerjaan yang bagus. 
***
"Misi, non, dipanggil nyonya untuk makan malam" panggil mbok Ati-bunda bilang panggil dia seperti itu
Aku menatap kamarku, better
 setelah kupadukan dengan beberapa barang-barangku. Aku keluar dan 
tersenyum pada mbok Ati yang bengong dan turun ke bawah. Sampai malam 
ini aku belum tahu, ada apa di lantai 3. Saat aku memasuki ruang makan, 
semua mata menatapku bingung. Aku tersenyum dan duduk di sebelah bunda. 
Suami baru-ya menurutku masih baru-bunda duduk didepan, memimpin. 
Disampingnya ada bunda dan didepan bunda ada seorang cowok yang 
sepertinya lebih tua dariku. 
Pria itu-ayah 
tiriku-berdeham, "Sebelum perkenalan, maaf sebelumnya, Dhea. Saya 
menetapkan peraturan dirumah ini. Dilarang mengenakan pakaian tidur saat
 makan malam ataupun dalam keadaan sangat berantakan, sepertimu 
sekarang"
Aku menatap penampilan yang lainnya lalu menunduk, "Maaf" kataku
"Baiklah. Ini yang 
terakhir. Perkenalkan, saya adalah Joshua. Kamu bisa panggil saya, papa.
 Ini Jordan, anak saya. Kamu bisa memanggilnya abang" jelas om Joshua, 
ups, papa
Kami memulai makan 
malam. Pada awalnya aku hanya memandangi hidangan dimeja. Di Inggris 
jarang ada nasi walau sesekali aku pasti makan nasi. Tapi selama ini aku
 hanya makan salad untuk makan malam. Aku merasakan pandangan yang lain,
 tapi aku acuhkan. Tidak ada salad tapi aku menemukan sejenisnya, 
capcay. ***
Selesai makan malam 
ternyata kami berkumpul di ruang keluarga. Peraturan. Awalnya mereka 
membicarakan pembahasan ringan lalu beralih padaku. Aku sedari tadi 
hanya diam karena aku tidak mengerti apa yang mereka bahas. 
"Dhea, kamu sudah 
memiliki rencana di Jakarta?" tanya papa. Pertanyaan yang sama seperti 
yang ditanyakan oleh teman-temanku sebelum aku kembali ke Jakarta
"Aku berencana melanjutkan S2 disini dan mencari pekerjaan" jawabku santun
Sepertinya papa tipikal 
orang yang tegas namun lembut, "Kuliah disini baru akan dimulai di bulan
 September yang artinya masih 4 bulan lagi. Pekerjaan seperti apa yang 
kamu cari? Dalam bidang design atau administrasi atau sastra?" tanya papa lagi
Aku mengedikkan bahu, "Entahlah. Apa saja pekerjaan baik disini aku terima selama aku mampu"
Papa tersenyum, "Kamu 
bisa bekerja di perusahaan papa. Perusahaan milik papa berbidang 
arsitektur dan design. Besok Jordan gakada acara, dia akan mengantar 
kamu keliling Jakarta, kemanapun kamu mau seharian" papa meilirik Jordan
 yang memasang senyum terpakasa. "Jordan dua tahun lebih tua dari kamu. 
Dia juga sudah selesai kuliah dan baru wisuda minggu depan. Dia lulusan 
arsitektur juga" jelas papa
Acara "talk show"
 malam selesai. Aku kembali ke kamar.  Kembali pada pekerjaanku untuk 
mendekorasi ulang kamarku. Kamarku terlihat sangat berantakan. Aku 
melihat buku tabunganku. Lebih dari cukup untuk mendekorasi ulang 
kamarku ini. Uang ditabungan ini kudapatkan dari hasil kerja part time dan
 praktek lapanganku selama di Inggris. Yang membuatku heran adalah 
mengapa bunda mendekorasi kamarku dengan warna seterang matahari? Bunda 
tahu, sejak kecil aku menyukai warna redup yang menenangkan, tapi lihat 
kamarku bagaikan disorot matahari langsung. I hate it!
***
Please kindly open https://www.wattpad.com/65085397-twist-of-life-satu to read the complete story
RACIL
“Berhubung lo baru masuk, gue mau nunjukkin gosip yang lagi heboh disekolah!” kata Santa excited
“Heboh?” tanya Cecil bingung sambil mengikuti Santa
Santa menunjuk kearah 
tengah lapangan, “Cowok itu” Cecil mengarahkan pandangannya ke tengah 
lapangan dan menemukan sesosok cowok yang penuh berkeringat, “Itu tuh 
cowok yang lagi buat heboh satu sekolah” kata Santa kagum
Cecil menaikkan sebelah 
alisnya, “Siapa? Gue belum pernah liat” kata Cecil sambil mengamati 
sosok cowok yang ada ditengah lapangan sedang bermain basket dan menyita
 banyak perhatian murid-murid di sekitar lapangan hingga membuat 
kerumunan panjang
“Rakaditya. XII IPS4. 
Murid baru disini. Lo kan kemaren gak masuk ya jelaslah lo gak tau 
makanya gue kasih tau lo sekarang” jelas Santa
Cecil diam sejenak, “Lo suka sama dia?” tanya Cecil menoleh dan mengamati wajah sahabatnya dengan seksama
“Cowok keren yang 
gayanya cool abis udah gitu jago main basket—wakilnya kak Dido—anak band
 juga—gitaris—ganteng pula ckck astagaaa siapa yang gak terpesona sama 
kakak kelas charming kayak dia sih, Cil” puji Santa dengan penuh kekaguman
“Oh dia wakil basket. Hebat, bisa gitu aja dapetin posisi yang selama ini diincer sama anak-anak” ujar Cecil tak acuh
“O-ow gue lupa kalo gue lagi ngomong sama miss.cuek yang selalu masa bodo sama yang namanya cowok” ujar Santa sedikit mengejek
Cecil berdecak malas, “Kelas yuk, capek nih nangkring disini doang, gak penting” ajak Cecil
Santa memanyunkan 
bibirnya dan memasang wajah memelas namun Cecil mengacuhkannya dan sudah
 berjalan duluan, terpaksa mengikuti sahabatnya ini dengan wajah 
cemberut sambil menghembuskan nafas sedih karena harus meninggalkan 
pujaan hatinya yang sedang bermain basket dan menyita perhatian 
cewek-cewek yang ada di sekitar lapangan. Sahabatnya ini adalah wakil 
ketua OSIS dan juga menyandang jabatan sebagai ketua tim basket putri
·
“Oke semua, kalau ekskul
 kalian membutuhkan dana, tolong siapkan proposalnyalengkap dengan 
pengeluaran dana yang terperinci” jelas Cecil
“Besok kasih ke para 
pengurus OSIS ya. Terima kasih” lanjut Bona mengakhiri rapat. Para ketua
 ekskul pun bubar dan saat Raka hendak pergi, Bona menahanya sebentar, 
“Eh iya, Raka, ini Cecil. Dia wakil ketua OSIS-nya” sambung Bona
Raka hanya melirik Cecil sebentar kemudian menoleh pada Bona, “Kenapa lo ngenalin dia?”
Bona tersenyum, “Karena 
gua ketua OSIS disini yang wajib memberikan pengetahuan kepada seluruh 
murid. Ya itung-itung membantu kepala sekolah juga”
Raka kembali menatap 
Cecil sejenak lalu berjalan keluar ruang OSIS dengan megacuhkan jawaban 
Bona tadi. Sebenarnya Raka bertanya hanya untuk berbasa-basi, dia hanya 
ingin tahu apa yang akan dilakukan gadis itu namun ternyata gadis itu 
tidak melakukan apapun selain membereskan barang-barangnya sendiri. 
Setelah semua orang telah keluar dari ruangan, hanya tinggal Bona berdua
 dengan Cecil diruangan OSIS yang sedang membereskan sedikit ruangan 
OSIS setelah dipakai rapat barusan
“Thanks ya tadi mau gantiin gua bentar” ucap Bona sambil tersenyum senang
“Sip” jawab Cecil balas tersenyum seadanya
“Eh gua buatin deh proposal basket lo, gimana?” tawar Bona
“Hm boleh deh, thanks ya, Bon”
Bona tersenyum penuh arti, “You’re welcome. Nanti malem sms gua aja isinya”
Cecil menganggukkan 
kepalanya mengerti. Cecil dan Bona berjalan keluar dari ruangan dan 
Cecil berjalan didepan jadi Cecil pergi duluan meninggalkan Bona 
dibelakang. Saat keluar dari ruang OSIS, Bona dihampiri oleh Raka yang 
ternyata sedari tadi sudah menunggu diluar ruangan sambil menyenderkan 
punggungnya di tembok di samping pintu ruang OSIS
“Eh hai, Ka” sapa Bona kaget melihat keberadaan Raka
“Cewek tadi, yang wakil OSIS, siapa?” tanya Raka to the point
“Cecilia namanya” jawab Bona
“Kelas?” tanya Raka lagi
“XI IPA2. Kenapa?” tanya Bona balik
Raka mengangguk paham, “Kok bisa dia jadi wakil OSIS?”
Bona tersenyum, “Dia itu
 cewek aktif. Tadinya kalau gakada peraturan OSIS yang mengharuskan 
ketua OSIS adalah laki-laki, dia mau mencalonkan diri malah. Dia dipilih
 oleh guru-guru menjadi wakil setelah penilaian dari beberapa calon. 
Emangnya kenapa, Ka?” tanya Bona penasaran
Tanpa merespon 
pertanyaan Bona tadi, Raka berjalan pergi meninggalkan Bona dan 
mencari-cari keberadaan Rama, sahabatnya. Dia harus berdiskusi dengan 
Rama. Sepertinya ada daya tarik tersendiri dari diri Cecil yang langsung
 membuat Raka langsung ingin tahu banyak hal tentangnya
“Dia itu cewek yang 
paling cuek seantero sekolah ini” kata Rama pada Raka yang sedang 
nongkrong di atas motornya sepulang sekolah
“Cuek gimana?” tanya Raka sok acuh
Rama berdecak, “Lo mikir
 aja deh tentang tingkah Bona ke Cecil. Jelas banget kalo Bona naksir 
sama Cecil tapi itu cewek malah biasa aja bahkan kayak gak tau atau 
mungkin gak peduli kali”
Raka diam. Tiba-tiba 
matanya menangkap sosok Cecil bersama temannya berjalan ke arah gerbang 
sekolah, “Dia pulang sendiri?” tanya Raka pada Rama sambil menunjuk 
Cecil dengan dagunya
“Iya”
Mereka bubar dan 
akhirnya pulang ke rumah masing-masing. Raka mengendarai motor sportnya 
ke daerah perumahannya. Tiba-tiba Raka melihat sosok Cecil yang sedang 
berjalan didepannya. Diam-diam Raka mengikuti Cecil. Ngapain ini cewek 
disini?, tanya Raka dalam hati. Raka kaget saat melihat Cecil memasuki 
halaman sebuah rumah. Apa itu rumah dia? Kok gua gak tau kalau dia 
tetangga gua?, tanya Raka dalam hati
Setelah Cecil masuk 
rumah, Raka melewati rumah Cecil menuju rumahnya—yang terletak tepat 
disebelahnya, hanya berbatas dinding rendah. Raka masih penasaran dan 
heran kenapa dia bisa tidak tahu kalau Cecil itu adalah tetangganya. 
Tetangga macam apa dia ini atau tetangga macam apa Cecil yang tidak 
mengenal satu sama lainnya?
Selesai membuat proposal
 untuk kepentingan tim basketnya—karena sang ketua sedang tidak 
bisa—Rakatidak punya kerjaan. Dia bingung mau melakukan apa. Tidak ada 
PR yang harus dikerjakan dan akhirnya dia memilih untuk mencuci motor 
sport kesayangannya itu. Selagi mencuci motor, Raka mencuri pandang ke 
halaman rumah sebelah—rumah Cecil. Ada Cecil yang sedang duduk di kursi 
teras ditemani minuman sambil membaca sebuah novel tebal. Tiba-tiba ada 
orang lewat dan menyapa Cecil. Cecil membalas dengan sapaan lembut dan 
tersenyum manis. Kok bisa cewek cuek kayak dia mendadak lembut gitu? 
Jangan-jangan dia punya dua kepribadian. Hiii~~, ujar Raka dalam hati
·
Cecil keluar dari rumah 
menuju teras. Menurutnya suasana sore diluar memang bagus. Ramai. Dia 
suka keramaian. Selama masih ada ibunya dulu, rumanya selalu terasa 
ramai. Ayahnya jarang pergi dinas dan ada ibunya yang selalu ada untuk 
menyambutnya dirumah dengan senyuman saat ia pulang sekolah. Sekarang 
semuanya telah berbeda, semua berubah sejak kepergian ibunya. Rumahnya 
selalu sepi. Kini ia hanya tinggal berdua dengan ayahnya yang selalu 
pulang malam, yang hanya punya waktu libur satu hari yaitu hari minggu 
dan yang selalu pergi dinas meninggalkannya sendirian. Maklum, ayahnya 
telah naik jabatan, karena itu pula Cecil mencari banyak kegiatan untuk 
menghabiskan waktu
Hari ini adalah hari 
pertamanya sekolah setelah mengambil libur 2 minggu untuk acara 
keluarganya di luar kota dan jalan-jalan bersama ayahnya keliling 
negeri. Hari ini sepertinya ada kehebohan yang ia tidak ketahui di 
sekolah. New charming student. Sebenarnya, menurut Cecil, anak baru itu 
gak terlalu charming. Tadi juga sepertinya saat rapat OSIS cowok itu 
hanya setengah mendengarkan dan malah lebih sibuk memperhatikannya. 
Cecil risih jika dipandangi lekat oleh orang lain, apalagi orang tidak 
dikenal
Sore ini Cecil hanya 
ingin membuang penatnya dari sekolah dengan merasakan angin sore yang 
tenang. Cecil bukan orang yang suka ngobrol dengan tetangga, dia hanya 
suka tersenyum pada mereka. Papa bilang ada tetangga baru disebelah dan 
gue belom ketemu sampe sekarang. Semoga aja tetangganya yang nyebelin, 
kata Cecil dalam hati
“Papa pulang” salam ayah Cecil setiap masuk rumah, “Cil, yuk makan” panggil ayahnya
“Iya, pa” sahut Cecil keluar dari kamarnya
“Habis makan kamu mau ikut papa gak?” tanya ayahnya disaat makan
“Mau kemana? Papa kan baru pulang”
“Mau nemuin tetangga baru. Gak enak dong kalau kita gak kenal”
“Papa aja deh, aku lagi capek, pa”
·
Pagi ini Raka berniat 
berangkat pagi. Saat sedang memanaskan motor, dia melihat ayahnya Cecil 
juga sedang memanaskan mobil Mercedez-nya. Pukul 06.15 Cecil baru 
berangkat dengan ayahnya, Raka mengikutidari belakang. Ditengah 
perjalanan baru Raka sadar, dia mengikuti mobil Cecil yang rutenya 
memutar dari rute dia biasanya lewati. Memang rute yang biasa dia lewati
 macet tapi itu adalah rute terdekat ke sekolah. Kenapa gua jadi 
ngikutin dia? Lewat mana nih? Tadinya kan gua mau berangkat pagi 
argggh!, kesal Raka dalam hati
Pada saat waktu 
istirahat para ketua ekskul berkumpul diruang OSIS, termasuk Cecil. 
Mereka berkumpul untuk memberikan proposal berisi perincian dana yang 
dibutuhkan oleh masing-masing ekskul. Setelah selesai mereka semua 
keluar dari ruangan. Tapi tidak dengan Raka, dia tidak segera keluar, 
dia tetap duduk didalam ruangan untuk berbicara dengan Bona
“Eh, Bon, lo suka ya sama si Cecil?” tanya Raka blak-blakan
Bona kaget mendengar pertanyaan blak-blakan Raka, “Kenapa lo mkir gitu?”
“Bukan gua yang mikir gitu. Lagipula keliatan juga, Bon. Lo gak capek?”
Bona bingung, “Capek kenapa?"
“Ckck lo itu ketua OSIS tapi kok telmi ya. Lo kan selalu dicuekin sama dia”
“Justru sikap cueknya dia itu yang buat gua suka sama dia” jawab Bona tersenyum
“Aneh” ucap Raka mencibir
Bona bertanya balik pada Raka, “Kalo lo, lebih milih ngejar cewek atau dikejar cewek?”
Raka mikir sebentar, “Tergantung” jawab Raka singkat
Bona tersenyum dan 
berjalan keluar ruang OSIS. Sebelum keluar dia menepuk pundak Raka. Raka
 yang tidak mengerti sikap Bona pun hanya mengedikkan bahu dan ikut 
keluar. Dia merasa ada magnet pada diri Cecil dari sejak pertama 
melihatnya
·
Sepulang sekolah, Raka 
iseng mengikuti Cecil yang pulang naik angkutan umum dengan motornya. 
Setibanya dirumah, Raka membantu ibunya menguras kolam ikan. Ibunya yang
 sedang mengurus tanaman pun bercerita tentang tetangga baru mereka itu.
 Tetangga mereka bernama Om Satrio. Beliau memiliki seorang anak 
perempuan, anak tunggal bernama Cecilia. Istri Om Satrio sudah 
meninggal. Om Satrio hanya tinggal berdua dengan anak gadisnya. Om 
Satrio kurang mempunyai waktu dengan anaknya karena jam kerjanya yang 
hingga larut malam dan jadwal-jadwal dinasnya. Cecilia selalu sendirian 
dirumah. Om Satrio hanya libur pada hari minggu. Cecilia tidak memiliki 
keluarga di Jakarta, yang paling dekat ada di Bandung
“Kamu kenalan gih sama 
dia. Pak Satrio bilang anaknya sekolah disekolah unggulan didaerah ini, 
siapa tau kalian satu sekolah” usul ibunya
“Emang kenapa kalau satu sekolah, bun?” tanya Raka acuh
“Kasian bunda melihat Pak Satrio yang kerja pukul 9 dan pulang malam harus berangkat pagi sekalian mengantar Cecilia”
Raka terdiam. Bener juga sih kata bunda, pasti bokapnya Cecil capek,batin Raka
·
Cecil tahu hari ini 
ayahnya akan pulang larut malam. Mereka berdua mempunyai kunci rumah 
masing-masing jadi Cecil akan pergi tidur duluan. Dia menyiapkan 
buku-buku untuk besok sekaligus persiapan untuk latihan basket. Cecil 
memang sudah menjabat menjadi kapten basket sejak setengah tahun lalu
Sambil membereskan 
barang-barang, Cecil berpikir kenapa dia tidak mencoba berkenalan dengan
 tetangga sebelah. Tidak mungkin mereka bertetangga tapi tidak saling 
kenal. Cecil diam. Yaudahlah, udah ada papa ini yang kenal sama mereka, 
Cecil membatin
Pagi harinya disekolah 
Raka memikirkan percakapannya dengan ibunya kemarin. Dia harus menemui 
Cecil dan berkenalan. Ya, harus. Bel istirahat berbunyi. Raka berjalan 
santai dan matanya mencari sosok cewek cuek diseputar kantin. Itu dia, 
dipojok
“Hai” sapa Raka mendekat
“Hei” jawab Cecil tetap fokus pada makanannya
"Sendirian?" tanya Raka basa-basi
"Hm"
“Ohya, gua Raka. 12 IPS4”
“Hm Cecil. 11 IPA2”
“Lo wakil OSIS ya? Hebat banget sih” puji Raka sok kagum
“Biasa aja” jawab Cecil datar
“Eh kok gua baru liat lo sekarang ya?”
“Gue baru masuk”
“Abis liburan tambahan ya? Liburan kemana?”
“Bukan urusan lo” jawab Cecil sebal
“Ih galak juga lo jadi cewek. Padahal gua lagi mau nyari anak-anak kelas 2 yang mau ikut liburan ke pantai” ujar Raka sok kecewa
Yap! Cecil sangat 
menyukai pantai karena menurutnya pantai itu adalah tempat yang indah 
dan sangat menyenangkan. Tidak ada bunyi klakson dan polusi
udara disana, hanya ada 
suara ombak yang menenangkan. Pantai adalah rempat favorit Cecil. Itulah
 informasi yang didapat Raka, tentunya dari Bona
“Serius? Pantai mana?Kapan?” tanya Cecil beruntun dengan excited
Raka tersenyum menang, “Seriuslah, nyapein mulut ngebohong. Rencananya sih pantai di pulau Jawa tapi gatau kapan dan dimana”
“Oke, Rak, gue mau ikut. Boleh?"
Raka mengernyit, “Boleh, tapi…”
“Tapi apa?”
“Panggilan darimana tuh ‘Rak’?”
“Nama lo kan Raka”
“Daripada manggil ‘Rak’ kayak lemari mending ‘Ka’ aja”
“Oke Kak”
“Bukan ‘Kak’ tapi ‘Ka’” ajar Raka
“Aduh repot banget sih nama lo. Iya Kaa”
“Oke Ses”
“Ses? Gak sekalian Zez?” tanya Cecil marah
“Cecil, kan?”
“Just’Cil’. Jangan bales dendam gitu dong lo cowok kan”
“Oke, Cil. Gua gak bales dendam kok” Raka tersenyum pada Cecil
“Eh duluan ya, Ka” balas senyum tawar dari Cecil
Cecil kembali ke kelas 
karena ia sudah janji pada Santa akan membantunya belajar untuk remedial
 fisika saat istirahat. Sebenarnya tidak apa-apa bagi Cecil untuk 
ngobrol lebih lama dengan Raka tapi dia sudah ada janji penting. Sampai 
dikelas, Cecil langsung terlupakan kejadian tadi seperti tidak pernah 
terjadi
·
Bel pulang sekolah 
berbunyi. Raka sudah bersiap ke lapangan untuk latihan basket saat 
dilihatnya Cecil sedang berjalan dilorong. Raka memanggil Cecil tapi 
Cecil tidak mendengarnya. Raka berlari menghampiri Cecil. Ide untuk 
mengantar Cecil pulang muncul dibenaknya, langsung ia berniat bolos 
latihan basket
“Hei, Cil. Mau pulang?”
“Enggak” jawab Cecil tanpa menoleh
“Trus mau ngapain? Kalo mau pulang biar gua anter”
“Mau latihan”
“Basket, kak” sambung Santa
“Wah sama dong. Yaudah, abis latihan tunggu gua. Kita bareng, bye”
Raka langsung berlari ke
 lapangan dan bergabung dengan teman-teman basketnya. Setelah Raka 
hilang dari jangkauan, Santa menatap Cecil sebal dan bertanya dengan 
nada tajam pada Cecil
“Sejak kapan lo kenal kak Raka?”
Cecil mengedikkan bahu, “Gatau. Duluan ya”
“Dasar cewek batu!” rutuk Santa setelah Cecil menjauh
Cecil latihan basket 
seperti biasa. Fokus dan memimpin. Santa yang latihan cheerleaders 
sambil memandangi Raka jadi tidak maksimal latihannya. Raka sendiri pun 
main kurang fokus karena terus memandangi Cecil. Santa yang melihat 
tatapan perhatian Raka pada Cecil merasa kesal, merasa dikhianati, 
merasa cemburu. Besok, gak mungkin hari ini. Tunggu aja, Cil, ujar Santa
 dalam hati dan memelototi Cecil
Seperti ucapannya tadi, 
Raka langsung menghampiri Cecil begitu latihan usai. Raka dengan sabar 
menunggu Cecil berganti pakaian. Sebelumnya ia tidak pernah mau untuk 
menunggu orang yang bukan siapa-siapanya, tapi kali ini tanpa disadari, 
Raka tidak mengeluh. Setelah Cecil keluar, Raka langsung mengajak Cecil 
pulang bersama. Awalnya Cecil tidak mau menerima tawaran Raka tapi 
melihat Raka yang tidak berganti pakaian demi menunggunya, Cecil tak 
enak hati
Dijalan Cecil hanya 
diam, Raka risih jika harus diam begini. Raka bertanya basa-basi pada 
Cecil yang hanya dijawab dengan jawaban sekenanya. Raka belagak bertanya
 dimana rumah Cecil ketika sengaja mengambil jalan kearah yang 
berlawanan. Setibanya dirumah Cecil, Raka bergegas pergi tapi Cecil 
menahannya. Cecil mengucapkan terima kasih yang tulus pada Raka—karena 
sebelumnya belum ada yang berani mengantar Cecil pulang. Kesempatan, 
pikir Raka. Raka meminta nomor handphone Cecil. Cecil ragu, terlihat 
jelas diwajahnya yang merasa tidak enak tapi Raka mulai memohon. Cecil 
kembali tak enak hati dan akhirnya memberikan nomor handphone-nya pada 
Raka
Raka meminta Cecil masuk
 ke rumahnya dulu baru dia akan pulang. Cecil langsung masuk karena 
merasa tidak ada urusan lagi. Setelah Cecil masuk ke rumah, Raka 
menjalankan motornya memutar balik lewat jalan lain untuk masuk ke 
rumahnya sendiri
Seperti biasa, Raka 
mengerjakan PR sepulang sekolah dan memanjakan motor kesayangannya. Sore
 harinya, ia selalu memperhatikan Cecil, tetangganya. Hal ini sudah 
hampir menjadi kebiasaan baru bagi Raka. Hari pun berganti malam, Raka 
berniat menghubungi Cecil lewat sms
To:Cecil
Hai Cecil
Hai Cecil
Pesan yang sangat 
singkat. Cecil menerimanya dan membacanya. Ia tahu siapa pengirimnya 
tapi dia ingin mengerjai Raka. Entah kenapa bagi Cecil begitu mudah 
dekat dengan Raka tanpa ada peringatan dalam dirinya akan trauma dalam 
dirinya
To:Raka
Ini siapa?
Ini siapa?
Raka tersenyum. 
Bener-bener cewek cuek, ujarnya dalam hati. Kenapa dibilang cuek sama 
Raka? Karena hanya membalas singkat yang menyatakan ia ingin tahu dan 
bisa saja hanya sekedar basa-basi. Raka pun membalas
To:Cecil
Pangeranmu yang mengantar pulang tadi siang dengan motor, bukan kuda
Pangeranmu yang mengantar pulang tadi siang dengan motor, bukan kuda
Cecil yang menerima sms 
tersebut tersenyum geli di kamarnya. Ada-ada aja kata-kata Raka. 
Pangeran? Ngarep banget kayaknya ini orang, batin Cecil. Ia pun membalas
To:Raka
Pangeran modern juga punya nama! Pangeran tradisional aja punya nama masa yang modern gak punya sih
Pangeran modern juga punya nama! Pangeran tradisional aja punya nama masa yang modern gak punya sih
Raka terkikik di 
kamarnya. Bisa juga dia bercanda, ucapnya dalam hati. Raka selalu 
berharap dindingnya yang memisahkan ruangan dirumahnya dan ruangan rumah
 Cecil adalah transparan, sehingga ia bisa melihat apa saja yang 
dilakukan Cecil disana
Mereka terus berkirim 
sms sepanjang malam. Cecil dan Raka sudah merasa seperti mereka biasa 
sms-an. Kira-kira satu jam setelah waktu makan malam, Cecil tidak 
membalas sms Raka. Raka mengirim lagi, tetap tidak ada balasan. Raka 
keluar dan melihat keadaan di rumah Cecil. Ayah Cecil sudah pulang, 
itukah yang membuat Cecil tidak membalas sms-nya? Apakah ayah Cecil 
menetapkan jam malam? Raka mencoba mengirim sms lagi dan lagi dan tetap 
tidak ada balasan. Raka menyerah, ia menghempaskan diri di sofa diruang 
keluarga
“Kamu tuh, Ka, kalau sofa bunda rusak gimana?” tanya ayahnya menggoda
Raka mencoba bersantai dan menjawab asal, “Beli lagi atau ganti jadi rotan”
Ayahnya 
menggeleng-geleng kepala, “Ckck kalo bunda denger kamu ngomong gitu 
pasti kamu dihukum berdiri dan tidak boleh menyentuh sofa ini”
Raka diam. Cecil. Ia 
memikirkan Cecil. Baru dekat hari ini saja Cecil sudah bisa membawanya 
menjadi anjing penurut. Jujur saja, Raka adalah tipikal cowok yang susah
 untuk tunduk pada cewek, justru ia paling bisa menaklukan cewek-cewek
Tiba-tiba Raka sadar, “Ayah gak curhat harian sama Om Satrio?”
Ayahnya menggeleng, “Enggak. Ayah nungguin gak nongol-nongol. Ayah panggilin gak nyaut. Yaudah, ayah balik ke rumah”
Gak nyaut? Ada apa? Apa terjadi sesuatu? Cecil?!, pekik Raka dalam hati
Malam ini Raka tidur 
dengan gelisah, tidak bisa nyenyak. Cecil. Hanya Cecil yang 
dipikirkannya. Ia sangat khawatir terjadi sesuatu pada Cecil yang 
menyebabkannya tidak dapat membalas sms dan membuat ayahnya absen curhat
 harian dengan ayah Raka
·
Waktu makan malam tiba, 
Cecil tidak makan karena menunggu ayahnya. Ayahnya tidak ada kabar akan 
pulang larut jadi Cecil tidak makan duluan. Tapi sudah lewat satu jam 
dari jam biasa ayahnya pulang dan ayahnya belum juga tiba. Papa kenapa 
belum pulang?, tanya Cecil dalam hati
Suara mobil ayahnya 
memasuki halaman, Cecil bergegas menghampiri ayahnya. Dari teras Cecil 
dapat melihat gerak ayahnya yang sempoyongan. Cecil berlari menghampiri 
ayahnya dan memapahnya. Cecil menyuruh ayahnya berbaring ditempat tidur 
sementara Cecil membuatkan sup. Cecil khawatir. Papa kenapa? Papa sakit?
 Sakit apa?, tanya Cecil cemas dalam hati. Disaat seperti ini, Cecil 
berharap ada ibunya yang dapat membantu ayahnya, menenangkannya agar 
tidak khawatir. Cecil butuh mama, ungkapnya dalam hati
Cecil membawakan sup dan
 teh hangat untuk ayahnya. Ayahnya masih lemah, akhirnya Cecil menyuapi 
ayahnya. Selesai membantu ayah makan, Cecil menelfon dokter pribadinya. 
Mereka memang tak pernah sakit, tapi dokter ini dulu adalah dokter 
pribadi ibunya. Walaupun hari sudah sangat larut, dokter tetap datang 
dan memeriksa ayahnya
“Hanya anemia. Terlalu lelah. Tolong jaga kesehatan, jangan sampai tifus” kata dokter setelah memeriksa ayahnya
Dokter memberikan resep 
obat dan vitamin yang harus ditebusnya esok pagi. Cecil pun mengantar 
dokter ke depan dan kembali menemani ayahnya. Ayahnya sedang tidur 
karena obat yang diberi dokter. Memang selama ini ayahnya selalu lelah 
bekerja dan Cecil tidak memarahi ayahnya yang bersikap seperti itu, 
tidak seperti ibunya dulu. Cecil sedih melihat ayahnya sakit. Diam-diam 
Cecil pun menangis dan tanpa suara, hanya rentetan air mata yang terus 
mengalir di pipinya. Sebelum ayahnya pulang, Cecil merasa sangat lapar 
tapi sekarang melihat ayahnya sakit, tidak ada rasa lapar yang 
menggangunya
Semalaman Cecil tidak 
tidur. Ia sempatkan tidur barang sejam di pagi hari. Ia tahu tidak akan 
mungkin dia sekolah sedangkan ayahnya sedang sakit. Ia tidak akan tega 
meninggalkan ayahnya sendirian dirumah
Cecil jatuh tertidur di 
kursi pada jam berangkat sekolah. Diluar, ada Raka yang cemas karena 
Cecil mendadak tidak membalas sms-nya, walau ia kirim lagi beruntun. 
Raka mengklakson berkali-kali tapi tidak ada yang keluar. Mobil ayahnya 
Cecil ada di halaman berarti tidak mengantar Cecil. Jam menunjukkan 
hampir pukul setengah 7. Raka pun bergegas ke sekolah dengan harapan 
Cecil sudah tiba disekolah
Cecil terbangun ketika 
ayahnya memanggilnya—tepatnya tersontak. Padahal Cecil baru memejamkan 
mata kurang dari setengah jam. Cecil menghampiri ayahnya dengan masih 
mengucek-ngucek mata
“Maaf, pa, Cecil tidur. Ada apa, pa?” tanya Cecil dengan wajah letih karena kurang atau tepatnya tidak tidur
Ayahnya tidak tega 
melihat wajah Cecil yang seperti itu; pucat, ada kantung mata yang 
mengitam dibawah matanya, matanya bengkak, rambutnya berantakan.
“Kamu kok tidur di kursi?” tanya ayahnya dengan wajah sedih
Cecil tidak mungkin 
mengatakan dia hampir tidak tidur dan terjaga semalaman. Cecil hanya 
diam. Karena Cecil hanya diam dan tidak menjawab pertanyannya, ayahnya 
bertanya lagi
“Kamu gak pergi sekolah, Cil? Papa udah gak apa-apa kok” ayahnya memberi senyuman sok kuat pada Cecil
Cecil pun menjawab, 
“Papa laper? Cecil buatin sarapan dulu ya. Papa tunggu sebentar ya” 
Cecil keluar. Ia harus mengalihkan perhatian ayahnya
Di dapur, Cecil 
membuatkan sarapan kesukaan papa. Roti panggang isi telur dadar dan 
green tea. Cecil hanya membuatkan sarapan untuk ayahnya, ia masih belum 
lapar. Diantarnya sarapan ke kamar ayahnya. Dibantunya sang ayah duduk. 
Setelah ayahnya selesai sarapan, Cecil minta izin pergi ke apotik untuk 
menebus obat. Ayahnya memberi izin Cecil membawa mobil
Ketika Cecil sedang 
pergi, suami-istri dari keluarga Adijasa datang ke rumah. Karena tidak 
ada yang membuka, mereka hendak kembali tapi mendengar suara masuk pelan
 dari dalam, mereka pun masuk dengan perasaan tidak enak dan mencari 
suara itu di kamar dan menemukan ayah Cecil terbaring di tempat tidur
"Maaf, pak, saya tidak bermaksud lancang" ucap pak Adi—ayah Raka—dipintu kamar
"Tidak apa-apa, pak, bu. Silahkan masuk" kata ayah Cecil tersenyum
Melihat tetangganya hanya duduk lemah di tempat tidur, bu Ina—bundaRaka—bertanya, "Bapak sakit?"
Pak Satrio tersenyum, "Hanya terlalu lelah" jawab ayah Cecil datar
"Tapi mobil bapak tidak ada didepan" ujar pak Adi masih bingung
Pak Satrio kembali tersenyum, "Dibawa Cecil" jawabnya
"Nak Cecil bawa mobil ke sekolah?" tanya pak Adi kaget
Pak Satrio tetap tersenyum, "Dia tidak sekolah, lagi jaga saya. Dia sedang membeli obat sekarang" jelasnya
Kedua bapak itu terlibat
 perbincangan ringan. Bu Ina berniat membawakan lauk untuk makan dari 
rumahnya tapi pemilik rumah menolak dengan lembut
"Cecil pemilih untuk soal makanan, dia lebih suka sayur, itu juga tertentu. Lebih baik tidak usah repot, bu"
Akhirnya bu Ina meminta 
izin memasak di dapur dan melihat buku resep makanan. Ada 3 buku 
bertuliskan; papa, Cecil, both. Bu Ina memilih buku bertuliskan 'both'
Cecil pulang dan 
mendapati ada aroma makanan, lezat, tapi tetap tidak terlalu berselera. 
Masuk rumah, Cecil melihat bu Ina, ayahnya dan pak Adi sedang makan di 
meja makan. Bu Ina yang melihat kedatangan Cecil langsung mempersilahkan
 Cecil untuk duduk bergabung makanan favoritnya dan ayahnya. Alih-alih 
makan, Cecil memberikan obat serta keterangannya pada ayahnya dan pamit 
ke kamar. Dia benar-benar lemas. Setibanya di kamar, Cecil langsung 
terlelap
Cecil terbangun ketika 
mendapati suara seorang cowok memanggilnya. Dia baru sadar dia tidur 
terlungkup, pantas perut dan dadanya nyeri. Menyadari masih ada suara 
yang memanggilnya, Cecil membuka pintu kamar dan...SHOCK! Raka! Kenapa 
dia ada dirumah gue? Dipintu kamar gue?!, jeritnya dalam hati. Cecil 
yang sedari tadi sedang menahan pusing yang melandanya pasca kurang 
tidur seketika menghilang
"Ada apa?" tanyanya menghilangkan kaget 
Raka perlahan melihat 
keadaan Cecil. Memelototinya dari kaki sampai kepala Cecil. Cecil risih 
dengan tatapan Raka dan mulai bicara dengan nada tinggi karena kesal
"Ditanya baik-baik malah
 diem kayak orang bisu. Maksud lo apa melototin gue gitu?! Gue gak suka!
 Karena gue gak pernah ngerasa ngundang lo ke rumah gue dan tepatnya di 
depan kamar gue, sekarang keluar!" bentak Cecil
Saat Cecil hendak 
mendorong Raka untuk pergi, Raka menahan tangannya. Hanya menahan. Cecil
 berusaha melepaskan tangannya, percuma. Raka memegang tangannya makin 
erat. Raka menatapnya. Ada sebersit rasa sayang dimatanya, Cecil tidak 
peduli
"Lepasin! Susah ya gue 
usir baik-baik? Jangan bikin gue teriak-teriak!" bentak Cecil balas 
memelototi mata Raka dan terus berontak
Ada kekejaman dan 
kebengisan yang terpancar dari mata Cecil. Raka yang melihat itu 
langsung diam, menunduk, dan melepaskan tangan Cecil
"Sorry" ucapnya sesal. "Gua gak niat" selanjutnya Raka hanya diam mematung
Cecil yang kesal dengan sikap Raka pun memaki, "LO PULANG SEKARANG!" teriaknya
"Eh ada apa? Kok teriak-teriak?" tanya bunda Raka
Apa dia yang mengizinkan Raka masuk?, tanya Cecil dalam hati. Melihat keduanya diam, bunda Raka melanjutkan
"Kamu dicariin papa kamu, Cil" ujarnya lembut
PAPA?!! Cecil langsung 
berlari menuju kamar ayahnya tapi langkahnya berhenti. Dia terjatuh. 
Kakinya terasa lemas. Spontan Raka menahan tubuh Cecil yang hampir 
membentur lantai
"Lo gapapa, Cil?" tanya Raka khawatir
"Cecil!!" ayahnya menghampirinya, "Kamu kenapa?" tanta ayahnya cemas
Cecil tersenyum melihat 
ayahnya sudah sehat tapi mendadak dadanya terasa sakit, sangat sakit dan
 semuanya terlihat gelap. Kepala Cecil terjatuh di bahu Raka dengan 
lemas
Raka kaget, "Cecil? Cecil?!!" panggilnya
"Bawa dia ke kamarnya, nak. Bu Ina, tolong telfon dokter. Ada di buku telfon" kata ayahnya Cecil cemas
·
"Faktor utamanya adalah kurang tidur, dehidrasi dan lapar" kata dokter setelah memeriksa keadaan Cecil pada ayah Cecil
"Faktor utama? Berarti ada faktor lain?" tanya ayah Cecil cemas. Teringat akan masa lalu
"Hm iya" dokter ragu 
untuk mengatakan kata-kata yang sama seperti kala lalu. "Boleh kita 
bicara sebentar, pak?" tanya dokter bimbang
"Apa..." pertanyaan ayah Cecil tidak selesai
"Sebelumnya saya mohon 
maaf, pak" dokter diam, menunggu jawaban ayah Cecil tapi beliau tetap 
diam. Dokter melanjutkan. "Saya tidak enak menyatakan hal ini 
untuk...kedua kalinya" dokter terdiam tapi beliau lebih diam lagi jadi 
dokter melanjutkan. "Cecilia-Maria...sama" sudah, dokter menghela nafas 
panjang
"Sama?" ayah Cecil masih tidak percaya
"Ya, bedanya Cecilia masih stadium awal. Tidak akan terasa untuk sekarang ini"
"Tidak ada yang beda bagi saya. Tuliskan resepnya, saya tebus sekarang"
"Saya hanya menafsirkan sekarang. Lebih baik periksa lebih lanjut ke rumah sakit" saran dokter
Setelah dokter pulang, 
ayah Cecil semakin diam. Ia menghampiri dan membelai lembut kepala putri
 semata wayangnya itu. Tidak lama kemudian, Cecil terbangun dan langsung
 memeluk ayahnya. Dia tersenyum karena ayahnya sudah lebih baik
"Papa udah sehat?" tanyanya tersenyum
"Udah. Dan kamu sekarang yang sakit" ujar ayahnya murung
Cecil kenal baik wajah murung ayahnya tapi ia merasa baik-baik aja. "Aku baik-baik aja kok pa" jawab Cecil meyakinkan
"Kamu mau temenin papa ke rumah sakit?" tanya ayahnya
Cecil mendadak cemas, "Kenapa? Papa sakit lagi? Yaudah ayo"
"Kamu persis mamamu" ayahnya tersenyum pahit. "Kamu makan dulu baru kita jalan ya"
Ia memang lapar jadi dia
 mengangguk dan tersenyum. Dia memakan beberapa suap makanannya dan 
tiba-tiba matanya menangkap sosok Raka. Rasa laparnya sekarang tidak 
terlalu terasa melihat kehadiran Raka dikamarnya
"Boleh saya yang anter om?" tawar Raka
"Tidak usah merepotkan nak Raka"
"Gak mungkin om yang baru sembuh udah harus nyetir"
Ayah Cecil tersenyum, "Baiklah. Terima kasih nak"
Setibanya di rumah 
sakit, Raka menunggu di mobil. Cecil berdua dengan ayahnya masuk. 
Setelah ayahnya selesai check-up, Cecil disuruh masuk. Cecil bingung 
tapi ayahnya hanya mengatakan bahwa ini hanya check-up biasa jadi Cecil 
langsung ikut suster masuk ke ruang check-up. Hasil keluar beberapa jam 
kemudian. Dokter hanya mengatakan Cecil baik-baik saja, hanya dehidrasi 
dan kurang tidur. Ayahnya anemia, terlalu lelah dan flu. Cecil dan 
ayahnya kemudian pulang. Ayahnya berjabat tangan dengan dokter dan ada 
surat kecil yang tanpa sepengetahuan Cecil terselip di tangan ayahnya
Dirumah, Cecil meminta 
ayahnya untuk istirahat di kamar agar lekas sembuh. Raka sudah pulang. 
Cecil kembali ke kamarnya juga untuk istirahat karena merasa tidurnya 
masih kurang. Selagi di kamar sendirian, ayah Cecil membuka surat dari 
dokter tadi
Maaf pak, saya tidak 
tega mengatakan ini pada anak bapak langsung. Hasil diagnosis menyatakan
 pernyataan saya tadi siang adalah benar. Saya turut sedih pak. Saya 
harap bapak cepat sembuh. Data hasil diagnosis akan saya kirim ke kantor
 bapak esok hari. Dr.Prasdya
Ayahnya menangis 
sendirian di kamar. "Ma...apa yang harus aku perbuat untuk menyelamatkan
 anak kita? Inikah yang kamu wariskan? Jangan kamu ajak dia, jangan 
tinggalkan aku sendiri, aku gak bisa hidup sendiri tanpa kalian" ucap 
ayahnya di sela-sela tangisannya
·
Di kamarnya, Cecil mengambil handphone-nya. 5 sms dari Raka dan 1 sms dari Santa. Cecil membuka pesan itu satu-persatu
From: Raka
Sorry tadi gua makan dulu. Lama ya?
Sorry tadi gua makan dulu. Lama ya?
From: Raka
Lo udah makan?
Lo udah makan?
From: Raka
Cil, udah tidur?
Cil, udah tidur?
From: Raka
Cil, gua didepan rumah lo nih. Keluar cepet nanti telat
Cil, gua didepan rumah lo nih. Keluar cepet nanti telat
From: Raka
CECIL!! Lo kemana?!
CECIL!! Lo kemana?!
Raka khawatir? Smsnya 
banyak banget. Tapi respon gue tadi siang?, batin Cecil. Cecil bingung, 
merasa bersalah. Mendadak Cecil ingat saat tadi keluar, tidak ada motor 
Raka terus Raka pulang naik apa? Apa rumah Raka disekitar sini? Daripada
 bingung Cecil memilih membuka pesan dari Santa
From: Santa
Cil kemana lo? Absen? Bolos lo ya? Hm sama Raka? Kok gak ajak-ajak?! >:O
Cil kemana lo? Absen? Bolos lo ya? Hm sama Raka? Kok gak ajak-ajak?! >:O
Cecil tidak membalas 
satu pun dari pesan-pesan itu. Cecil memilih tidur karena masih merasa 
lelah. Besok ia akan menemui mereka saja langsung
·
Matahari tengah menanjak
 di ufuk timur, Cecil sedang bersiap-siap untuk pergi bersekolah. Saat 
sedang sarapan dilihatnya sang ayah telah mengenakan pakaian rapi
"Papa mau kemana? Papa 
gak Cecil ijinin kerja! Papa kan masih sakit, istirahat aja. Lagiapula 
besok kan papa dinas, Cecil ijinin deh"
"Papa mau ke kantor, Cil beresin pekerjaan supaya besok gak perlu dinas"
"Kenapa?" tanya Cecil bingung
"Papa mau jaga kamu" jawab ayahnya datar
"Pa...Cecil udah besar, udah remaja. Cecil juga udah biasa ditinggal dinas"
"More often I leave you alone, dear" jawab ayahnya
"Pokoknya papa hari ini gak boleh kerja! Papa besok boleh dinas" ujar Cecil tegas lalu pergi
"Kamu mau ke sekolah? Papa antar" buru-buru ayahnya meneyelesaikan makan
"Cecil pergi sendiri aja, pa please diem dirumah. Cecil sedih liat papa sakit gini" pinta Cecil
Ayahnya hanya diam, 
Cecil langsung berjalan keluar. Diluar pagar ternyata sudah ada Raka 
yang menjemputnya. Cecil kaget atas kehadiran Raka yang tanpa 
pemberitahuan itu
"Gua jemput lo, boleh kan?"
"Boleh" jawab Cecil tak enak
Cecil terbatuk-batuk 
menghirup polusi udara. Cecil tidak memakai helm atau masker. Hanya 
jaket. Sampai di kelas, Santa langsung menghampiri Cecil yang dilihatnya
 datang bersama Raka
"Enak gak dibonceng sama kak Raka?" tanya Santa
"Biasa aja. Ada pr apa?"
"Gakada. Tadi lo dianter eh dijemput kak Raka?" cecar Santa
"Iya" jawab Cecil acuh
"Kemaren lo bolos bareng dia? Yaaa tepatnya dianter bolos" tanya Santa lagi
"Enggak" jawab Cecil tetap acuh
"Temenin gue ke toilet 
yuk, Cil" ditariknya tangan Cecil. Sampai di toilet, Santa langsung 
marah-marah. "LO TAU GUE SUKA SAMA RAKA KAN?! HARUSNYA LO BANTU GUE 
DEKET SAMA RAKA BUKANNYA NGEMBAT GEBETAN SAHABAT SENDIRI!! MUNAFIK LO 
BELAGAK CUEK TAUNYA MUSUH DALEM SELIMUT LO!! SAHABAT APAAN KAYAK LO?!" 
teriak Santa
Cecil langsung terdiam. 
Kaget. Dia gak nyangka Santa membentaknya hanya karena masalah yang gak 
jelas, yang sesungguhnya tidak dia mengerti. Dia pun menjawab dengan 
datar
"Gara-gara cowok lo 
marah sampe teriak-teriak sama gue? Ckck gue gak lagi buka hati, Ta. 
Kalaupun iya, Bona mungkin lebih berkesempatan dapetin hati gue 
ketimbang Raka yang baru gue kenal. Bona udah lumayan lama ngincer gue, 
gue tau" kok Santa diem tak menyangka Cecil ternyata care, gak secuek 
itu yang terlihat sama orang lain. "Gue bener-bener lagi nutup hati, Ta.
 Bukan karena gue lesbi, gue juga gak nafsu sama lo. Tapi gue...trauma, 
Ta sama yang namanya cowok. Bukan trauma deket sama cowok sampe gue 
ngejauh dari lingkup cowok tapi gue trauma buka hati buat cowok" jelas 
Cecil sambil bersandar di dinding
"Trauma? Lo gak pernah cerita, Cil sama gue" Santa merasa bersalah
"Gue gak mau cerita, Ta. Ngapain? Gak penting. Aib juga" kata Cecil tetap tenang
Santa malu atas 
perkataan kasarnya barusan pada Cecil. Dia pun menunduk. Badannya 
bergetar. Air mata mulai turun di pipinya. Santa menangisi kesalahannya.
 Gitu yang namanya temen? Marah-marah sama sahabatnya tanpa mengerti 
dulu gimana keadaan sahabatnya?, rutuk Santa dalam hati
"Maaf, gue gatau" kata Santa
Cecil memandangi Santa 
yang tertunduk, "Gue gak lagi nyari cinta, apalagi dari cowok. Gue 
nganggep cinta itu bullshit. Bokap aja udah cukup buat gue sekarang. 
Yang sekarang lagi gue cari adalah sahabat, yang bisa berbagi suka duka 
dan selalu ada juga cukup percaya dan dipercaya" ujar Cecil
"Kalau tadi lo gak ngasih penjelasan dan gue tetep gak percaya?" tanya Santa
"Sahabat harus pengertian. Mencari tau sejelasnya dulu baru mengadili" kata Cecil memegang pundak Santa
Santa memeluk Cecil dan juga dibalas peluk, "Maaf gue bukan sahabat yang baik"
"Orang didunia ini hidup gak langsung sempurna tapi belajar menjadi sesempurna mungkin. Gitu juga kebaikan"
"Lo bijak juga ya. Harusnya lo jadi penasehat" kata Santa melepas pelukannya
Cecil mencibir, "Males. Mending nulis atau traveling aja deh"
Santa tertawa, "Hahahaha yaudah tulis buku filsafat aja, Cil atau traveling cari suatukebijakan baru ya"
"Idih~ udah ah ayok balik ke kelas" ajak Cecil
"Serius sepi gakada lo. Kemaren kemana sih?" tanya Santa di saat bel masuk
"Udah bel. Istirahat kita bahas deh"
Jam pelajaran begitu 
hening di seluruh penjuru sekolah. Tidak ada murid-murid yang membuat 
gaduh dikelasnya. Jarang ada moment seperti ini. Padahal hari ini ada 
kelas yang kebagian jam olahraga. Kelas Raka
"Ckck sekolah sunyi banget, breh!" Rama berdecak kagum melihat kesunyian sekolahnya
Raka hanya diam tidak 
merespon omongan Rama. Mendengar pun tidak. Raka sedang memikirkan 
Cecil. Cecil anak baik, berbakti pada ayahnya, ramah dan dia kuat, cuek 
juga gak centil. Gayanya yang feminim tapi cuek, bener-bener unik. Dia 
bukan cewek tomboy tapi juga gak centil dan dia cewek tercuek di 
sekolah. Tiba-tiba Raka merasa Cecil telah mengambil hatinya
Nama Rama di panggil 
oleh pak Bagus untuk giliran senam lantai. Setelah nama Rama, nama Raka 
di panggil. Raka diam, sepertinya tidak mendengar. Rama menyenggol, 
tetap Raka diam. Akhirnya Rama menginjak kaki Raka keras hingga Raka 
berteriak keras
"AAW!!...sakit Dim!" jerit Raka
"Kamu melamun? Ini pelajaran olahraga senam lantai bukan sedang yoga!" tegor pak Bagus
"Maaf pak" Raka pun menunduk
“Kenapa masih diam?” bentak pak Bagus
“Terus saya harus ngapain? Lari pak?” pertanyaan Raka langsung disambut tawa dari teman-temannya
“Giliran lo yang senam, odong!” ledek seorang temannya
Raka kaget dan sangat malu, “Maaf, pak” ucap Raka lagi
“Sudah, saya bosan denger kata maaf kamu terus. Sekarang lakukan giliran kamu!” suruh pak Bagus
Raka pun maju memenuhi 
gilirannnya dengan diiiringi suara tawa teman-temannya yang masih 
mengingat kejadian tadi saat Raka terlihat seperti orang bodoh. Sungguh 
dia menjadi bahan lelucon. Teman-temannya merasa bersyukur karena 
sedaritadi mereka merasa seperti bosan karena suasana tetap hening dan 
serasa sekolah seperti tak berpenghuni
·
Istirahat, Santa dan 
Cecil duduk mojok di sisi kantin sambil bercerita-cerita tentang hari 
kemarin dengan makanan dan minuman tersedia dihadapan mereka. Selagi 
kedua sahabat itu mengobrol, datanglah Bona secara mendadak mendatangi 
meja mereka dan berdiri disamping Cecil
“Hai, Cil. Hai, Ta” sapa Bona
“Hei, Bon. Ada apa?” tanya Cecil malas
“Hm Cil, kemaren kenapa gak masuk sekolah?” tanya Bona malu
Santa tau, dia gak boleh
 ninggalin Cecil dan Bona sendirian karena pasti Cecil juga akan pergi 
dari situ tanpa mau menjawab pertanyaan Bona. Santa mengalah, sepertinya
 memang harus dialah yang menjadi perantara antara dua orang ini karena 
Cecil adalah tipikal orang yang malas menanggapi sesuatu yang menurutnya
 tidak penting
“Papanya sakit” jawab Santa
“Sakit apa, Cil?” tanya Bona berwajah simpati
Bona sebenarnya tau 
Cecil tidak akan menjawab pertanyaan tapi dia tetap menunjukkan 
pertanyaan itu untuk Cecil, “Cuma lelah kerja” jawab Cecil
Bona tersenyum simpati dan menjawab, “Cepat sembuh ya bokap lo” Bona pergi
Santa dan Cecil 
melanjutkan pembicaraan mereka, sedang asik eh Rama dan Raka duduk di 
meja mereka membawa minuman mereka tanpa permisi. Cecil tetap 
melanjutkan makannya tanpa merubah sikap apapun, sedangkan Santa 
memandangi Raka sambil tersenyum kagum
“Nanti bareng lagi ya, Cil” ujar Raka santai
Cecil melihat Raka dan 
kembali ke makananya, diam. Cecil memang gak bisa bantu Santa 
mendapatkan Raka karena Cecil gak mau jadi miss.comblang. Makanannya 
habis, dia memandang tajam Rama, Rama yang walaupun adalah kakak kelas 
pun terdiam. Tatapan Cecil itu begitu menyayat
Rama menunduk, “Rama, 
boleh ngomong berdua sebentar?” tanya Cecil pada Rama. “Raka, ngobrol 
aja bentar sama Santa. Gue ada perlu sama Rama” ujar Cecil lagi
Santa kaget,mana pernah 
seorang Cecil memberikan keterangan sebelum bertindak, ini bukan Cecil 
banget. Oh mungkin ini salah satu cara Cecil untuk membiarkan kami 
berduaan, pikir Santa
Cecil menunggu Rama yang
 berjalan pelan di ujung kantin. “Lo kenapa nunduk? Oh ya, hmm thanks 
ya” kata Cecil sambil memandangi wajah Rama dari bawah 
“Thanks?” tanya Rama bingung dan malu lalu mendongakan kepala
“Ngikut gue kesini”
“Oh, sama-sama. Tapi…lo gak mau ngapa-ngapain gua kan?” tanya Raka takut
“Tenang. Gue gak doyan daging manusia kok” dan mereka pun tertawa
Raka yang mendengar tawa
 mereka dan melihat keakraban mereka yang mendadak itu kesal tapi kalau 
dia menghampiri ketahuan pasti kalau Raka suka sama Cecil. Raka pun 
mengalihkan pandangannya ke Santa yang sedang gugup
“Gua kira lo gak bisa ketawa ngakak gini, lo kan cewek ter-cuek” goda Rama
Cecil tertawa, ”Ih itu pendapat orang pertama yang gak kenal gue”
“Lo asik juga ternyata. Pantesan Bona suka sama lo, lama-lama gua juga kali” goda Rama
“Coba aja. Hmm kalau lo mungkin gue ladenin” tantang Cecil
“Gua rasa besok atau lusa gua udah suka sama lo” 
Cecil mendekat, “Hari ini juga udah kayaknya” mereka pun terbahak-bahak
Bel masuk dan tanda bel 
istirahat selesai pun berbunyi. Raka langsung menarik Rama dari sisi 
Cecil. Santa langsung menghampiri Cecil dan mereka kembali ke kelas. Jam
 pelajaran dipakai Santa untuk melamunkan Raka, hingga Santa harus 
meminjam buku catatan milik Cecil
Waktu pulang sekolah 
sengaja Santa dan Cecil keluar terakhir, keluar kelas sekolah sudah 
benar-benar sepi. Ketika sampai di gerbang mereka di kagetkan oleh Raka 
dan Rama mereka menarwakan tebengan tepatnya Raka menarwarkan tebengan 
pada Santa. Raka merencanakan untuk membuat Cecil cemburu tapi nyatanya 
tidak sama sekali
Rama tersenyum, “Mau bareng atau mau ditawarin tebengan, Cil?” tanya Dimas
Cecil tertawa dan naik ke motor Rama, “Mau nebeng” dan mereka berdua pun tertawa
Setelah say bye, mereka 
berpisah. Rama mencoba mengajak Cecil jalan, dan guess what...Cecil mau!
 Mereka duduk dibangku restaurant di mall. Setelah terbahak-bahak Rama 
pun membuat sebuah pengakuan kepada Cecil
“Kayaknya lo bener, Cil”
Cecil mulai reda dari tertawa dan mulai serius, “Bener apa?” tanyanya tajam
Rama mulai ketakutan lagi dan Cecil melihat itu, “Hmm itu, gua…kayaknya suka sama lo…hari ini deh” jawabnya
Cecil tertawa, “Pastinya! Lo kok kayaknya ketakutan gitu deh?” tanya Cecil iseng
Rama cemberut, “Lo sih serem! Ini tantangan tau gua buat bilang suka sama lo” akunya
Cecil tersenyumk licik, “Gue terima tantangan ngeladenin lo. Bukan berarti pacaran. Like this better. Seru” 
“Gila lo!” canda Rama, “Eh, kok lo tiba-tiba berubah gini sama gua?” tanya Rama heran
“Sebenarnya gak sengaja sih, gue pengen buat Santa seneng aja bisa deket sama raka” 
“Santa suka sama Raka? Hmm sebenarnya itu sih pasti. Kalo lo sendiri?” 
“Enggak. Eh, sok romantis deh lo makan kentang berdua gini!”
“Namanya juga usaha. Kenapa lo gak suka sama Raka? Dia kategori cowok perfect lagi” 
“Enggak buat gue” jawab Cecil acuh. “Eh, mau gue kasih kesempatan emas gak?” tawar Cecil
“Tantaangan lo? Apa? Cium? Mau banget” jawab Rama asal.
Cecil mencibir, “Najis! Enggaklah! Jemput gue besok. Telur emas tuh buat lo” 
“Siap bos! Bukan telur emas lagi, keajaiban!”
Mereka tertawa sampai 
sore dan pulang agak malam. Dirumah ayah Cecil agak khawatir. Ketika ada
 suara pintu terbuka, ayahnya menoleh. Cecil pulang dengan wajah agak 
letih. Ayahnya langsung menghampiri Cecil, “Kamu dari mana aja? Kamu 
kenapa, capek?” tanya ayahnya beruntun
Cecil tersenyum, “Gapapa cuma batuk aja kok. Tadi polusi udaranya banyak banget”
“Minum obat gih, langsung tidur. Eh, kamu udah makan?” ujar ayahnya mulai bawel
“Udah, papa udah?
“Udah, yaudah tidur sana” 
“Night pa” Cecil melangkah ke kamarnya
Sejak semalam Cecil 
merasa sesak di dada tapi tak dia keluhkan, mungkin karena posisi salah 
tidur kemarin. Setelah minum obat dia langsung tertidur. Cecil telah 
jauh didalam mimpi saat ayahnya datang dan membelai rambut lembut Cecil 
dan mencium keningnya lalu keluar. Ayahnya sangat khawatir pada Cecil. 
Papa tidak mau kehilangan bintang hatinya
·
Pagi harinya Cecil sudah
 siap duluan. Dia sengaja membangunkan ayahnya agak siang karena ayahnya
 hanya akan pergi dinas. Ayahnya baru akan pergi dinas pukul 10 nanti 
jadi dia tidak ingin menganggu istirahat ayahnya. Cecil telah sarapan 
dan ayahnya keluar dari kamar dan marah-marah
“Kok kamu baru bangunin papa?"
Tin..tin.. “Cecil berangkat ya pa” Cecil mencium pipi ayahnya dan bergegas pergi 
“Sama siapa?” tanya ayahnya
“Kakak kelas, pa. temen baru Cecil” sahut Cecil sambil melangkah keluar
Rama membuka kaca 
helmnya saat Cecil keluar dan memberikan sebuah helm cadangan untuknya, 
“Nih pake. Jangan batuk lagi kayak kemaren” 
Cecil mengambill helm itu, “Niat banget. Eh jangan terlalu perhatian kayak pacar deh!”
Rama nyengir, “Kan calon” jawabnya jail
“idiiih” Cecil pun duduk di motor, “Ayo ah jalan” 
Mereka pun berangkat. 
Seperti biasa Raka menjemput agak siang dan ia akan menunggu Cecil di 
depan rumahnya hingga tinggal 5 menit sebelum bel sekolah baru ia akan 
berangkat. Kemana Cecil, tanyanya dalam hati. Di sekolah saat istirahat,
 Santa dan Cecil hanya di kelas belajar untuk ulangan biologi setelah 
istirahat. Raka yang tidak menemukan Cecil di kantin bergegas pergi ke 
kelas Cecil dan langsung menghampiri Cecil di kursinya dan menariknya 
dengan paksa ke koridor. Cecil yang kaget langsung berusaha melepaskan 
tanganya
“Heh! Lo ngapain sih narik-narik!” teriak Cecil yang merasa cengkraman Raka semakin kuat. “Lepasin!” 
“Lo kemana?” kata Raka menahan amarah sambil menyentakkan tangan Cecil ke arahnya
Cecil menatap Raka bingung dan menjawab, “Maksud lo apaan?” 
Raka memutar bola matanya, “Tadi pagi gua kerumah lo!”
Cecil melotot, “Jadi lo 
dateng tiba-tiba narik tangan gue, ngebentak gue cuma buat ngomong gue 
kemana karena lo jemput?! Heh, siapa lo berhak marah-marah sama gue?! Lo
 bukan ojek gue, gue gak pernah minta lo jemput gue, lo yang mau, lo 
juga gak pernah bilang kan, sekarang kenapa gue yang disalahin!” caci 
Cecil sambil teriak-teriak, Cecil tidak dapat menahan amarahnya. Cecil 
melepas tangannya dari cengkraman Raka. Raka diam pucat, “Dan urusan gue
 mau kemana aja!” Cecil langsung masuk kekelasnya lagi tanpa 
memperdulikan keadaan sekitar
Raka berjalan lunglai 
menembus kerumunan orang yang menontonya menuju kelasnya, tak peduli 
tatapan murid lain. Bel masuk berbunyi, pelajaran diikuti Raka dengan 
kebisuan. Tidak banyak yang masuk ke otak Raka, hanya kejadian saat 
istirahat tadi. Bel pulang sudah berbunyi 10 menit lalu, namun Raka 
tetap diam duduk dibangku kelasnya. Rama tetap menunggu di samping 
sahabatnya itu hingga Raka bergerak. Raka berjalan dalam diam ke 
parkiran motor, Rama mengikuti dari belakang. Rama ingin bertanya ada 
apa dengan sahabatnya ini, tapi ia berhenti mendadak karena Raka yang 
berhenti mendadak dan hampir menabrak Raka didepanya, Raka berhenti 
mendadak dan terdiam. Raka terpaku melihat sesuatu, Rama mengikuti arah 
pandang Raka. Cecil. Kenapa dengan Cecil? Rama ikut memandangi Cecil. 
Tanpa mereka berdua sadari, Cecil sudah berada di depan mereka
“Kenapa kalian liatin kita gitu?” tanya Cecil bingung dan kesal
Raka dan Dimas baru 
sadar saat Cecil berdiri didepan mereka. Raka langsung tertunduk, Rama 
mengambil alih jawaban “Raka ngeliatin lo mulu, entah kenapa gua gatau 
yaudah gua ikutan. Lo kenapa, sob?” tanya Rama pada Raka
“Gapapa. Gua balik” jawab Raka tetap menunduk
Rama menepuk bahu Raka, “Ada tugas, sob! Kan tadi lo gak nyimak” Rama memberi tahu
Raka langsung mendongak, “Mampus! Gua janji mau bantuin nyokap”
“Yaudah gua ikut kerumah lo, sob”’ jawab Rama santai karena dia memang sedang tidak punya janji mengantar Cecil pulang
“Thanks, sob, yuk” Raka langsung menaiki motornya
Sambil menaiki motor, Rama berbicara dengan Cecil, “Duluan, Cil, Santa” lalu pergi
Setelah usai 
ngobrol-ngobrol dengan Santa, Cecil berjalan pualang. Cecil sampai 
dirumah ketika langit sudah berganti malam karena keadaan jalanan yang 
macet. Ayahnya sudah menunggu Cecil dan menyiapkan makan malam
“Papa pulang cepet? Akhir-akhir ini gak sibuk, pa? Bukannya papa hari ini ada dinas?” tanya Cecil melihat ayahnya berada dirumah
Sebenarnya ayahnya lebih
 sibuk selama ini, tapi ia mengerjakan tugas secepatnya di kantor dan 
mengerjakannya tengah malam dirumah. “Eh, kamu kok baru pulang?” tanya 
ayahnya mengalihkan pembicaraan tanpa menjawab pertanyaan Cecil
“Biasa pa, nongkrong sama Santa” jawab Cecil tanpa memerhatikan pembicaraan telah di alihkan
“Oh iya Cil, kamu masih suka merasa sesak?”
“Hmm, cuma kemaren aja pa” 
“Syukurlah, kamu tau tetangga sebelah anaknya om Adi sekolah di sekolah kamu, loh” 
“Oh ya? Papa kok tau?”
“Tadi papa ngobrol-ngobrol sama om Adi”
“Namanya siapa? Kelas? Jurusan apa?” tanya Cecil beruntun
“Aduh banyak banget nanyanya, namanya Raka, sana ganti baju terus makan”
Cecil kaget, “Nama lengkapnya?” tanyanya sedikit tercekat
“Papa gak tau, yaudah nanti kita kerumah om Adi ya tanya langsung” tanya papa tidak merasakan kekagetan Cecil
Cecil berjalan 
kekamarnya, masih berpikir apakah yang papa maksud adalah Raka yang gue 
kenal atau bukan. Saat makan malam Cecil ingin bertanya pada papanya 
tapi aturan untuk tidak bicara saat makan membungkamnya. Setelah selesai
 makan, Cecil mencuci piring. Papa membuka pembicaraan
“Cil, kamu belum punya pacar?” tanya ayahnya ragu
“Belum, pa”
“Kamu.. masih trauma?” tanya ayahnya lagi dengan perasaan sama
Cecil ragu, ia tidak 
ingin membuat ayahnya khawatir, tapi mana mungkin ia berbohong dan tidak
 mengaku pada ayahnya. Cecil terdiam dan menghentikan kegiatan mencuci 
piringnya, ia pun mencoba menjawab dengan tenang, “Mungkin, pa. Aku gak 
tau. Aku memang berhati-hati dengan cowok tapi bukan berarti aku 
bener-bener nilai orang sama. Jangan di bahas ya, pa” 
“Apa kamu gak mau punya pacar?”
“Kenapa emang, pa?”
“Supaya ada yang jaga kamu, Cil” ayahnya diam sejenak, “Tapi papa percaya nitipin kamu sama Raka, anaknya om Adi” 
“Kenapa papa segitu percayanya sama dia?”
“Papa liat dia anak yang
 baik. Entah kenapa papa langsung bisa memberi dia kepercayaan” ayahnya 
langsung tersadar akan janjinya, “Ayo kita kerumahnya om Adi, papa udah 
janji abis makan malam kita akan kesana”
Cecil dan ayahnya keluar
 rumah dan menekan bel pagar rumah keluarga Adi. Tidak lama bundanya 
Raka keluar rumah dan membukakan pintu dan mempersilahkan masuk. Ayahnya
 Raka baru saja selesai mandi, katanya. Setelah mengobrol dengan ayahnya
 Raka, ayahnya Cecil bilang bahwa Cecil ingin berkenalan dengan Raka. 
Raka pun datang ke ruang keluarga setelah di panggil oleh ayahnya, turun
 dari kamarnya. Rumah keluarga Adi memang lebih besar dari rumah Cecil 
yang memiliki banyak ruangan. Saat Raka melihat Cecil, Raka tersentak. 
Ia kaget. Cecil pun tersentak, tapi dia lebih mampu mengendalikan diri 
dan sudah menyiapkan mental tadi. Cecil menjabat tangan Raka yang kaku. 
Cecil minta izin ngobrol diluar dengan Raka
Sampai diluar. Cecil 
hanya diam, Raka pun sama. Cecil diam karena menunggu Raka yang 
mengatakan segala kejujuran, Cecil benci kebohongan. Raka diam karena 
dia kaget melihat Cecil dirumahnya, dia belum menyiapkan mental untuk 
bertemu Cecil sebagai tetangga. Kalau seperti ini Cecil akan tahu kalau 
dia membohonginya. Raka mulai bosan karena sedaritadi hanya diam begini 
tetapi belum sempat Raka bicara, Cecil membuka suara
“Lo udah tau?” tanyanya dengan suara datar
Simple question tapi nusuk banget bagi Raka. “Ya” and simple answer
“Lo cuma diem. Aneh, seberapa susahnya jujur?” pertanyaan Cecil ini dijawab dengan diamnya Raka. Cecil memandangi Raka, “Thanks” Raka bertemu pandang dengan Cecil dan Cecil langsung berjalan pulang
·
Saat melintasi jalanan 
Rama agak heran karena dia kenal jalan ini. Begitu tiba dirumah Raka, 
Rama terkejut. Ini perumahan rumah Cecil hanya saja jalan masuknya 
memutar. Rama tidak tau bahwa Raka tetangga Cecil sampai Rama mengamati 
sekitar. Rumah Cecil persis disebelah. Rama tidak bertanya hal apapun 
mengenai ini, dia hanya ingin menunggu sampai Raka atau Cecil yang 
mengaku kejujuran padanya. Apa ini rasa cemburu? Ya, karena Rama mulai 
menyukai Cecil
Rama tetap diam sambil 
membantu Raka yang membantu bundanya sebelum mereka mengerjakan tugas 
sekolah. Raka adalah anak ‘baik’ yang selalu membantu bundanya 
mengerjakan pekerjaan wanita . Raka juga tidak pernah mengeluh, anak 
hebat, menurut Rama
Sore sekali mereka baru 
mulai belajar mengerjakan tugas-tugas. Raka juga anak rajin yang tidak 
pernah meninggalkan tugas sekalipun dia sibuk dan suka nongkrong. Selain
 itu, Raka juga adalah teman yang asik. Tapi 
Rama tidak suka dibohongi seperti ini—tentang rumah Cecil—tepat sebelum makan malam mereka selesai, Rama menyempatkan diri menengok kerumah Cecil tanpa sepengetahuan Raka dan Rama pun kemudian meleset pergi dengan motornya
Rama tidak suka dibohongi seperti ini—tentang rumah Cecil—tepat sebelum makan malam mereka selesai, Rama menyempatkan diri menengok kerumah Cecil tanpa sepengetahuan Raka dan Rama pun kemudian meleset pergi dengan motornya
Sepanjang jalan Rama 
memikirkan, dia adalah sahabat Raka dan teman dekat Cecil, tapi mengapa 
mereka tidak mengatakan pada Rama bahwa mereka berdua bertetangga? Apa 
Raka dan Cecil menyembunyikan hal ini karena mereka punya suatu hubungan
 khusus? Atau apa mereka berdua saling tidak tahu?, batin Dimas
Sampai rumah, Rama 
langsung mandi untuk menghilangkan rasa lelah. Setelah mandi, ia 
merebahkan diri ke tempat tidur. Rama masih penasaran dengan jawaban 
atas berbagai pertanyaan dalam benaknya sekarang ini. Setelah lama 
berpikir, Rama pun mengambil handphone dan menelepon Cecil. Lama 
disambungkan suara sambungan ia mematikan telefon. Kemana Cecil?, tanya 
Rama sendiri. Rama lelah berpikir dan akhirnya dia pun langsung terlelap
Matahari pagi sudah 
meninggi, Rama bangun karena matanya tersilaukan cahaya yang masuk ke 
kamarnya. Dia melihat jam dan TELAT! Rama bergegas mandi dan langsung 
berangkat tanpa sarapan. Rama mengendarai motor dengan ngebut, kecepatan
 diatas rata-rata normal hingga hampir saja menabrak gerobak yang 
berjalan. Sampai disekolah, gerbang sudah ditutup dan Rama harus terkena
 hukuman membersihkan halaman sekolah hingga 1 jam pelajaran
Duduk dibangku ia masih 
lelah dan ia tidak bisa konsentrasi belajar karena perutnya terasa 
lapar, ia berusaha masih memperhatikan pelajaran. Rama mencoba berbicara
 pada Raka ternyata Raka tidak mendengar omongannya apalagi 
memperhatikan pelajaran, Raka menatap kosong kearah bukunya. What’s wrong with Raka?, tanya Rama dalam hati.
Rencana, istirahat Rama 
akan langsung kabur ke kantin tapi ternyata dia dipanggil bu Wati—wali 
kelasnya—karena terlambat. Setelah selesai menerima nasehat dari 
gurunya, Rama pun kekantin. Ternyata sudah ada Raka yang duduk 
berhadapan dengan Santa, Rama pun duduk disebelah Raka yang gak lain dan
 gak bukan berarti duduk didepan Cecil
“Semalem kemana, Cil?” tanya Rama setelah memesan makanan
“Di ajak bokap pergi” jawab Cecil acuh
Raka terkesiap sejenak, Rama merasakan sekilas gerakan Raka, “Lo kenapa sob?”
Pertama Raka tidak mendengar, setelah Rama menyenggol lengannya ia baru sadar, “Haah, kenapa?”
"Kok lo nanya kenapa? Kan yang tadi nanya gua”
“Oh, gua gapapa. Nanti gua minjem catetan sosiologi punya lo ya” 
Rama pun tergelak 
mendengar pernyataan Raka, “Woy, lo aneh ya, jam pelajaran aja gua 
tinggal sejam. Ckckck tadi juga gua bilang ke lo kan kalau gua mau liat 
punya lo. Lo-nya malah bengong aja mandangin buku“ Raka tidak menjawab 
kata-kata Rama jadi dia mengalihkan diri ke Cecil, “Lo pergi kemana 
semalem?”
“Nemenin bokap” jawab Cecil singkat
Rama tersenyum melas, 
“Gua gak tau kalo kalian cocok” pernyataan singkat Rama membuat Raka dan
 Cecil menatap Rama kaget tapi tidak mengerti, Santa malah menatapnya 
bingung. Rama bangkit berdiri tapi tidak menatap mereka. “Pulang 
sekolah, di parkiran. Gua tunggu di sana” dan berlalu
Raka berdiri, “Duluan” menyusul Rama
Selama jam pelajaran 
berlangsung, Rama hanya diam memperhatikan pelajaran—mengabaikan 
Raka—yang sedang di jelaskan ini adalah—ekonomi—pelajaran yang sulit. 
Raka masih penasaran apa yang ingin dibicarakan Rama nanti dan apa 
maksudnya perkataan tadi
·
Bel pulang sekolah sudah
 berbunyi dan Cecil masih mengerjakan tugas yang harus dikumpulkannya 
hari ini juga. Cecil sudah tidak memperhatikan bagaimana bentuk 
tulisannya yang penting isinya dan ia harus segera selesai karena ia 
harus pergi ke parkiran untuk menemui Rama dan Raka 
“Finish!” segera Cecil merapikan barang-barangnya. “Ta, kumpulin ya. Gue telat nih”
“Gue juga udah. Gue ikut lo..ayo” ujar Santa
Cecil berjalan cepat 
kearah parkiran. Rama dan Raka sudah duduk dimotor masing-masing. Raka 
dengan wajah berpikir dan Rama dengan wajah kesal dan kelelahan, sedih 
dan bosan. Cecil masih terengah-engah saat meminta maaf atas 
keterlambatannya. Rama melihat jam dan melirik Santa dengan pandangan 
tidak suka
“Ta, sorry gua perlu bicara sama mereka” usir Rama halus
“Hm iya deh kak. Cil duluan, take care” Santa pun pergi
Cecil membuka pembicaraan, “Ada apa, Ram?”
Rama menyapu rambutnya acak dengan wajah frustasi, “Segitu susahnyakah kalian untuk jujur?” kesalnya
“Lo kenapa sih, Ram? Ada masalah? Sharing, bro!” ujar Raka merangkul Rama yang langsung di tepis seketika
Senyum getir terlintas 
di wajah Rama, “Cil, lo pernah dianter Raka pulang kan? Otomatis Raka 
tau dong dimana rumah lo, otomatis gua juga tau rumah kalian berdua. 
Ckck kalian….keep quiet. Segitu spesialnyakah hubungan kalian” 
Pernyataan Rama pas, telak. “We haven’t any relationship. I’m single” sangkal Cecil
“Gaada bukti lo single, Cil!” 
Cecil menarik nafas 
panjang dan berpikir. Ia sedang marah pada Raka bahkan benci dan dia 
sedang menjaga hubungan baik pertemanannya dengan Rama. Tidak dapat 
dipungkiri bahwa Cecil...menyukai Raka tapi dia masih memandang perasaan
 Santa. Hingga akhirnya dia menjawab, “I’ll prove you, Ram"
Rama terkekeh melecehkan, "How—“
"Anything"
Rama menaikkan sebelah alisnya dan memandang Cecil serius, "Be my girl?"
Cecil menatapnya, banyak perasaan tersimpan disana yang tidak terlihat oleh kasat mata. "Of...course" jawabnya dengan berat hati
Sontak Raka menoleh ke arah Cecil kaget, “Ka-kapan Rama ne-nembak lo?” ucap Raka terbatah
Rama tersenyum lelah, “Don’t, please, don’t do it, Cil. You make me have a hope” ucap Rama lelah
Cecil menahan air mata 
yang akan membasahi pipinya, “Gue…gue gak pernah ngasih lo harapan. 
Tapi...gue ngasih lo jawaban atas pernyataan lo. Gue mau Ram, cukup 
membuktikan kan” 
“Lo serius?” tanya Raka
“Kenapa, Ka? Kenapa, Cil?” tanya Rama lelah
Raka dan Cecil terdiam, 
lagi. Mereka tau Rama menanyakan mengapa mereka tidak memberi tahunya 
jika mereka tetangga. “Gua baru tahu semalem, Dim. Bukan cuma lo yang 
marah dia bohongin, gue juga walau sebenarnya gue gak pantes marah”
Raka menyerah dan hanya diam, “Gua gak tau mau bilang apa selain sorry”
“Itu bukan jawaban” cela Rama
“Gua gak tau mau bilang 
apa Ram, karena gua juga gak tau kenapa gua nyembunyiin ini. Gua juga 
gak tau kenapa kalian—terutama lo, Ram—harus tau” 
“Ayo balik, Cil” Rama meraih tangan Cecil yang gemetar, Rama cemas. “Lo nangis? Sorry,
 Cil?” Cecil mendadak merasa sesak nafas. Dadanya sakit tak tertahan. 
Tangan Cecil terlepas dari pegangan Dimas dan jatuh terduduk. Cecil 
sudah tidak menangis kini karena dia kaku, sekarang pandangannyaberubah 
menjadi gelap dalam sekejap
·
Cecil langsung dibawa 
kerumah sakit. Ayahnya Cecil duduk di sofa sambil menahan kantuk 
menunggu putrinya sadar. Rama dan Raka sudah pulang karena hari sudah 
larut. Ayahnya Cecil sangat khawatir pada putrinya walau kata 
Dr.Prasdya, Cecil hanya banyak pikiran saja
Pukul 3 dini hari, Cecil
 siuman. Lampu kamar redup, ini menandakan malam hari tapi ada suara 
tetesan air lambat, apa keran kamar mandinya bocor? Perlahan Cecil 
bangun dan saat ia loncat turun dari tempat tidur ia berteriak hingga 
ayahnya bangun dan suster jaga datang dengan tergesa. Ayahnya langsung 
menghampiri Cecil cepat dan sangat—makin—khawatir. Tangan Cecil sobek 
akibat jarum infus yang terlepas dari tangannya.
Cecil memang anak yang 
kuat, ia tidak mengangis, hanya menjerit sekali. Cecil juga tidak 
mengeluhkan apapun kepada siapapun. Mungkin orang yang tidak mengetahui 
keluarganya akan mengira Cecil anak kurang mampu yang terpaksa mandiri 
atau tidak punya keluarga. Sejak kecil mama dan papanya memang tidak 
pernah memanjakannya, mereka hanya memenuhi kebutuhan Cecil yang 
dikiranya perlu. Terlebih lagi, setelah mamanya meninggal, Cecil yang 
menangani jurnal kebutuhan keluarganya
“Kamu tadi mau apa? Kenapa gak manggil papa?” tanya ayahnya sarat kekhawatiran
Cecil tersenyum, “Enggak
 kok pa, gapapa” Cecil tidak mengatakan tadi dia tidak sadar bahwa ia 
sedang dirumah sakit. Ia mengira sedang berada dirumah—kamarnya
“Tangan kamu terluka sayang” ayahnya sungguh-sungguh khawatir hingga akhirnya menangis
“Cuma gini doang kok pa, tenang aja. Ehmm kayaknya tadi Cecil gak kenapa-kenapa, kok Cecil ada disini?”
Ayahnya lemas, “Kamu pingsan—“
“Iya, cuma pingsan kan? Terus kenapa harus rawat nginap?” potong Cecil
Ayahnya berfikir tanpa ketara sebentar, “Supaya kamu gak pingsan lagi. Kamu ada masalah?”
Cecil memang pandai menyembunyikan masalah apalagi kepada ayahnya, “Engga kok pa. Cuma pengurusan osis”
“Ck kamu ini terlalu 
banyak kegiatan, Cil. Kamu ini perempuan, pelajar pula masa sibuknya 
sama sih sama papa?” sindiran halus papa mengandung nada khwatir dan 
tidak setuju
Cecilia tertawa, “Ih papa norak ya, pelajar zaman sekarang tuh sibuknya sama kayak pekerja kantor malah sibuk lagi”
“Dan kamu gak boleh lebih sibuk dari papa” tuntut papa
Cecil menjawab dengan 
senyum. Cecil ingin pulang. Ia tidak suka bau rumah sakit, aromanya 
menyedihkan—sakit—sekali. Rumah sakit adalah rumah terakhir yang akan 
dia pikirkan untuk menjadi tempat objek penelitian yang menjadi 
tugasnya. Wait...TUGAS!! Cecil baru ingat ia besok harus terjun lapangan
 bersama Santa
“Pa, ayo pulang”
“Kamu ini minta pulang seenaknya aja, kayak lagi jalan-jalan aja sih”
“Serius nih pa, ada tugas yang harus Cecil kerjain besok. Udah janji pa”
“Cil, kamu ini sedang 
sakit. Peduli dikit dong sama diri kamu, jangan mikirin kegiatan mulu. 
Papa harus tanya pada dokter terlebih dulu”
“Tanya sekarang”
“Selamat malam. Oh Cecil
 sudah sadar. Saya datang karena dapat kabar dari suster jaga. Apa saya 
menganggu? Maaf saya hanya mau memeriksa keadaan Cecilia” ujar dr. 
Prasdya saat memasuki ruangan 
“Kebetulan. Dok boleh saya pulang sekarang?” 
“Wow, kamu ini ada apa memang?” 
“Ada tugas lapangan, dok bisa?”
"Tugasnya sepulang sekolah kan? Kamu belum fit untuk mengikuti jam pelajaran. Bila besok siang, saya izinkan”
Cecil tampak ragu, “Hm, iya. Terima kasih, dok”
“Anda yakin, dok?”
“Melihat semangat Cecilia, iya” sambil menganggukan kepala. “Baik. Saya permisi”
Seperti apa yang di 
katakan dr. Prasdya, siang ini Cecil pulang. Dirumah, Cecil langsung 
mandi dan berganti pakaian. Dan Cecil menyuruh ayahnya berangkat kerja. 
Cecil dirumah sendiri, dan hpnya langsung berbunyi
From: Raka.
Cil, gua pernah janji kan sama lo mau ngajak kelaut. Maaf telat. Sore ini gua sama anak-anak basket pergi. Cuma nginep semalem pulang besok sore. Cewek cowok kok yang ikut. Ya terserah lo mau ikut atau engga. Sorry, selain anak basket gak boleh ikut. Ini kesepakatan bersama. Bukan mau gua. Ini cuma kabar, gua tau lo masih sakit. Gws, Flo
Cil, gua pernah janji kan sama lo mau ngajak kelaut. Maaf telat. Sore ini gua sama anak-anak basket pergi. Cuma nginep semalem pulang besok sore. Cewek cowok kok yang ikut. Ya terserah lo mau ikut atau engga. Sorry, selain anak basket gak boleh ikut. Ini kesepakatan bersama. Bukan mau gua. Ini cuma kabar, gua tau lo masih sakit. Gws, Flo
Flo? Siapa tuh? Gue mau 
ikut tapi...tapi kan gua mau pergi sama Santa buat tugas turun lapangan 
dan bisa-bisa sampe malam. Kenapa harus dadakan sih kabarnya, batin 
Cecil
To: Raka
Hm gimana ya, Ka. Gue mau ikut tapi siang ini gue ada tugas lapangan sama Santa. Kok dadakan sih? Oh iya, ‘Flo’ itu siapa?
Hm gimana ya, Ka. Gue mau ikut tapi siang ini gue ada tugas lapangan sama Santa. Kok dadakan sih? Oh iya, ‘Flo’ itu siapa?
From: Raka 
Lo gak harus ikut kok, Cil. Kita udah rapatin dari kemaren tapi kan kemaren lo sibuk osis. Gak mungkin gua sampein kemaren sore, malam apalagi lo lagi sakit kan. Oh iya setau gua tadi Santa gak masuk abis gua gak liat dia seharian. ‘Flo’ itu ya lo
Lo gak harus ikut kok, Cil. Kita udah rapatin dari kemaren tapi kan kemaren lo sibuk osis. Gak mungkin gua sampein kemaren sore, malam apalagi lo lagi sakit kan. Oh iya setau gua tadi Santa gak masuk abis gua gak liat dia seharian. ‘Flo’ itu ya lo
‘Flo’ itu gue? Maksudnya apa?, batin Cecil
To: Raka 
Santa gak masuk? Hm yaudah deh gue ikut. Kumpul dimana? Jam berapa? Gue masih gak ngerti soal ‘Flo’
Santa gak masuk? Hm yaudah deh gue ikut. Kumpul dimana? Jam berapa? Gue masih gak ngerti soal ‘Flo’
From: Raka
Dijemput dirumah masing-masing. Lo siap-siap aja sejam setelah pulang sekolah kita jalan, soal ‘Flo’ nanti aja diomongin
Dijemput dirumah masing-masing. Lo siap-siap aja sejam setelah pulang sekolah kita jalan, soal ‘Flo’ nanti aja diomongin
To: Raka
Jujur, gue takut banget kalau lo ada problem lagi sama Rama. Bukan masalah apa tapi kan kalian sahabat dan kayaknya hue udah ngancurin persahabatan kalian. Gak usah deh pake jemput gue dirumah
Jujur, gue takut banget kalau lo ada problem lagi sama Rama. Bukan masalah apa tapi kan kalian sahabat dan kayaknya hue udah ngancurin persahabatan kalian. Gak usah deh pake jemput gue dirumah
From: Raka
Dia ada latihan futsal hari ini. Gua emang belom ngobrol sama dia, tapi yaudahlah. Dirumah lo aja ya dijemputnya
Dia ada latihan futsal hari ini. Gua emang belom ngobrol sama dia, tapi yaudahlah. Dirumah lo aja ya dijemputnya
Cecil mulai berberes 
untuk pergi. Ia sudah menelfon ayahnya walau awalnya ayahnya tidak 
memberikannya izin untuk pergi—jelas ayahnya tidak mengizinkan, Cecil 
baru saja pulang dari rumah sakit eh malah tiba-tiba minta izin untuk 
pergi ke pantai menginap padahal izin pada dokter tadi pulang karena ada
 tugas lapangan bersama Santa—tapi Cecil berhasil meyakinkan ayahnya 
bahwa dia akan baik-baik saja. Cecil bukan tipe anak yang perengek yang 
menangis meminta pada orang tua tapi dia bisa cukup meyakinkan 
orangtuanya
Cecil ke teras rumah. 
Dilihatnya motor Raka telah terparkir di halaman rumahnya. Cecil 
langsung mengambil tasnya dan berjalan menuju rumah Raka. Cecil 
menitipkan kunci rumah kepada tante Ina untuk dikasih ke papa, tante Ina
 mencekoki Raka dengan runtutan
peringatan untuk menjaga Cecil. Orang yang dibicarakan hanya tersenyum
·
Raka yang baru tiba 
dirumah langsung berberes dan segera mandi. Ia memang sudah merapikan 
barang-barangnya sejak semalam. Setelah mandi dia langsung turun dan 
ternyata ada Cecil yang telah menunggunya. Kok bunda gak manggil gua?, 
tanya Raka dalam hati. Bunda mengajak Cecil untuk makan sebelum mereka 
pergi. Tidak lama setelah makan teman-teman tim basket datang. Mereka 
pun berangkat ke pantai Parangtritis
Mobil yang menjeput Raka
 dan Cecil adalah mobil Fardi, mobil VW yang pas untuk jalan-jalan 
bersama seperti ini. Jok tengahnya di copot dan di gantikan alasan kasur
 tipis, yang membawa mobil sekarang adalah Fardi, disebelahnya ada Aflan
 yang sepertinya akan bergatian menyetir. Dan ternyata hanya tim inti 
yang ikut, dibelakang hanya ada 8 orang yang termasuk Raka dan cecil
Setelah perjalanan yang 
cukup panjang, mereka sampai di pantai Parangtritis. Mereka disambut 
hembusan angin laut yang kencang, langsung saja mereka duduk di atas 
pasir sore hari itu. Perjalanan melelahkan yang mereka lalui langsung 
terbayar dengan hembusan angin dan terpaan ombak pesisir pantai yang 
basah. Terasa seperti selimut yang ditutupi, lembut dan lembap. Masalah 
Cecil beberapa hari lalu langsung pudar dihempas ombak. Cecil memang 
menyukai pantai 
“OKE, guys” 
terdengar suara Dido—ketua basket, “Malam ini kita istirahat di losmen 
di ujung situ” katanya sambil menunjuk suatu tempat. “Nanti malam 
sekitar pukul 9 kita akan ikut nelayan mencari ikan di laut. Oh tentu 
yang takut gak usah ikut. Sekarang kalian istirahat. Kita kumpul di 
restaurant deket losmen jam makan malam. Oyasumi nasai”
Mereka pun ke losmen 
tempat mereka nginep. 2 kasur ukuran mini. Cecil tidur bersama Mini. Yah
 untung sama-sama kecil. Cecil tidak bisa langsung istirahat jadi dia 
duduk diam di balkon belakang yang menghadap pantai. Cecil sempat 
menoleh pada kamar cowok berharap ada Raka yang duduk disana, yap tapi 
tidak ada. Mungkin memang mereka lelah. Perasaan bingung dengan kejadian
 itu datang lagi. Cecil merasa pusing
“Are you okay?” kata suara dibelakangnya
Cecil menoleh, “Fine”
“May I sit here? I can't sleep” keluh Mini
Cecil hanya memberi 
anggukan dan senyuman seadanya. Kepalanya pusing lagi walau kini dia 
tidak merasakan sesak nafas seperti kala lalu. Dia pusing dan hanya 
ingin tenang
“You, why did you're here?” Mini besar di Australia dan susah berbahasa Indonesia
"Can't sleep, too”
“Cecil, well, I thought there's someone falling in love with you?” 
“Who is he?”
Mini menatap Cecil yang tidak ditatap balik, “Someone I loved”
Cecil membeku. Ia memang tidak berniat memandang Mini tapi sekarang dia takut, “Pardon?”
“Kak Rakaditya” ujar Mini to the point. WHAT??!! Mini suka sama Raka?! Repot! Santa saja sudah merepotkannya, sekarang ditambah lagi dengan Mini
Cecil berusah tenang, “You love Raka? Well, I like him..he is nice and smart, but I ain't love him. I just like him” Cecil tersenyum memandangi Mini, “How did you know?” 
“The way he look at you”
“Thanks, you've tell me..hoaaam..I have to sleep” Cecil masuk ke kamar dan berlindung di bawah selimut dan menangis tanpa suara. Masalahnya semakin runyam sekarang
·
“Belom tidur, Ka?” tanya sebuah suara yang baru keluar toilet
Raka menoleh pada pasangan tidurnya, “Belom, Do” 
“Hm gua mau..hm..diskusi..atau curhat mungkin” kata Dido
Raka duduk menyibak selimut, “About?”
“Mini” jawabnya singkat
“Kenapa si bule Indonesia itu?”
tanya Raka sedikit nyindir
“Hm..cantik” jawab Dido gugup
Raka melirik wajah Dido, dan kaget , "You are fallin in love!” tebaknya
“Gua..” Dido menyerah. “Iya, gua suka dia. I do love her. But I thought she doesn’t”
“Who knows? We’ll find to know soon” ujar Raka bersiap tidur
“Soon?” tanya Dido langsung duduk dikasur
“Cari tau nanti malem. Udah ah tidur bentar, sob” 
·
Restaurant sederhana itu
 riuh suasana turis local, pemain basket sekolah dari Jakarta. Mereka 
sedang membuat sebuah perjanjian. Perjanjian yang dibuat mereka selama 
makan malam, adalah sebagai berikut.:
1.
Handphone harus di non-aktifkan
2.
Setuju kas ekskul dipakai
3.
Gak boleh sedih selama vacation
Perjanjian itu mereka 
yang membuat sambil tertawa setelah makan malam. Ada yang benar-benar 
tertawa, terpaksa tertawa, atau pura-pura tertawa, yang penting happy! No sadnees here
Setelah makan malam 
mereka bermain di pantai yang sedang pasang, menunggu keberangkatan para
 nelayan, Cecil duduk diatas batu karang yang agak jauh lokasinya dari 
perahu nelayan, sendirian. Ia sedang merenung. My life had changed, ujar
 Cecil dalam hati
“Sendiri?” tanya sebuah suara dibelakang
Cecil tidak menjawab. Ia
 tetap memandang lurus lautan gelap didepannya, mendengar deburan ombak 
yang menabrak karang dibawahnya. Cecil tidak memerhatikan suara siapa 
itu, ia sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.
Orang itu duduk disebelahnya, “Lo beneran suka sama dia?” 
Cecil langsung menoleh dan kembali memandang laut lagi, “Bukan urusan lo” jawabnya acuh
Raka tersenyum, ini Cecil yang gua kenal, ucapnya dalam hati. “Kejadian waktu itu, itu…kayak bukan lo” 
“Kalau bukan gue terus siapa?”
“Lo..lo gak care—gak selemah itu. Tapi kemaren..” Raka diam. Kejadian saat Cecil jatuh pingsan itu menyakitkan baginya
Handphone Cecil bunyi, papa, Cecil langsung menjawab. “Halo, pa”
“Cil..”
“Kenapa, pa?”
“Ini mendadak. Papa...di tugaskan di Skotlandia, papa tidak tau berapa lama yang pasti..menetap”
Hening. Memang sudah 
biasa Cecil pindah ke luar negeri, tapi sekarang setelah kerasan 
hidup..dia enggan untuk pindah. Ada hal yang akan disesalinya untuk 
ditinggalkan. Diakuinya, Raka
“Papa gak bisa ninggalin kamu disini dengan waktu cukup yang lama. Dan papa tidak bisa menolak pekerjaan ini”
“Cecil ngerti”
“Papa akan membereskan 
pakaian kamu. Besok papa akan mengurus kepindahan kamu. Disana kamu 
sudah disediakan sekolah. Senin siang kita berangkat”
Air mata perlahan mengalir di pipi Cecil, “Night, pa” telefon ditutup. Handphone dimatikan
“Bokap?”
Cecil mengangguk, “WOI! GUYS! NELAYAN UDAH MAU BERANGKAT!” teriak Dido disana.
Raka mengajak Cecil turun, “Cil, Dido suka sama Mini, mau gak lo bantu gua cari tau gimana perasaan Mini ke Dido?”
Cecil berhenti berjalan sebentar, “Dido? Tapi Mini suka lo” kembali berjalan
Kini giliran Raka yang berhenti, lalu kembali menyusul Cecil, “Gimana bisa?”
Cecil mengangkat bahu, “Mana gue tau. Mini cuma bilang tadi, kalo dia suka sama lo”
“Tapikan gua suka...” bisiknya, “Lo..”
Cecil tidak mendengar 
nama siapapun yang disebut Raka, “Yaudahlah harusnya lo umumin siapa 
yang lo suka dari pada banyak hati yang mengharap lo tapi malah berujung
 sakit”
Kegiatan mereka yang 
membantu nelayan berjalan hingga menjelang pagi. Ternyata membantu 
nelayan tidak semudah yang terlihat. Perlu kesabaran dan ketahanan fisik
 karena udara sangat dingin. Sampai losmen mereka langsung tidur 
pulas—tepar
Pagi itu, Cecil bermimpi
 Raka menangis, Rama, Santa, Dido dan Mini juga menangis. Ia tidak tau 
mengapa, ia disana hanya sebagai penonton. Dari mereka semua yang 
menangis, hanya Raka yang ingin sekali ia peluk dan ia hapus air 
matanya. Hanya Raka, entah mengapa tiba-tiba mimpi berubah, sepertinya 
ini mimpi yang berbeda. Ini sekolah, Cecil melihat Raka, Dido, Rama, 
Santa, dan Mini saling bermusuhan. Ingin sekali Cecil datang menemaninya
 dan menghiburnya. Ada apa ini?
“Mata lo kenapa, Cil?” tanya Mini di balkon. 
“Gapapa”
Mini memperhatikan mata dan tubuh Cecil dengan saksama, “Mata lo hitam gitu, berkantung. You sick?”
“I’m okay.. loh
 lo udah lancar bahasa Indonesia?” ujar Cecil mengalihkan perhatian Mini
 memang tidak terlalu bisa berbahasa Indonesia. Sebenarnya Cecil memang 
merasa tidak enak badan
“Hm yeah. Dido had teach me, he’s kind” puji Mini
Cecil bersender dikursi, “You love him?”
“Him? You mean Raka? Or Dido?”
“Dido”
“I just like him”
Cecil makin murung, “You still in love with Raka?" ada sebersit rasa cemburu di hatinya
“Cil, we have to go?”
“Where we go?”
Mini menarikku, “Looking for some SOUVENIRE, of course” Mini mengingatkan
Ternyarta mereka 
terlambat, yang lain sudah siap-siap. Mereka baru mencari oleh-oleh di 
sekitar pantai saja tapi sudah memborong banya barangk, hanya Raka dan 
Cecil yang berbelanja seadanya bukan karena mereka tidak punya uang tapi
 mereka tidak punya orang untuk dibagi
Angin pantai saat itu 
terasa dingin menerpa, ternyata semua orang memakai jaket karena sudah 
niat untuk pergi sedangkan Cecil ia masih mengenakan hot pants dan kaus 
oblong tanpa lengan. Wajah Cecil yang pucat kini semakin pucat yang 
makin menonjolkan warna gelap dibawah mata Cecil. Raka mendekati Cecil 
dan memakaikan jaketnya pada Cecil. Cecil langsung bengong 
“Udaranya dingin, nanti lo malah masuk angin” ujar Raka tersenyum
“Lo juga nanti masuk angin” jawabnya sambil membuka jaket
Raka menahan dan memakaikannya lagi, “Ladies first” cengirannya pun makin melebar
Cecil memelototi Raka 
sok kesal tapi dalam hati, ia senang karena bukan hanya tubuhnya yang 
terasa hangat tapi juga hatinya yang mendapat perilaku manis dari Raka
Siangnya mereka bermain aneka permainan pantai, seperti banana boat, diving, dan buggie jumping. Saat buggie jumping harus berdua, Mini mendapat jatah giliranbersama Dido, dan Raka bersama cecil
“I'm weak since I met you” bisik Cecil saat buggie jumping bersama Raka
Raka mengerutkan dahi, “Pardon?” tanyanya
“Um, nothing”
“Hm, may I have a long conversation with you later?” tanya Raka ragu
“Um, yeah. Ya”
Buggie jumping selesai, wajah Raka agak pucat. Cecil mendekati Raka tapi tiba-tiba Mini sudah ada disamping Raka. “Are you okay?”
Raka tiiba-tiba langsung
 muntah tepat disebelah kaki mini, hampir. Sebenarnya Mini jijik, 
terlihat dari wajahnya tapi demi cintanya. Untung gue diselak Mini tadi,
 batin Cecil. Raka juga tidak sengaja muntah di dekat Mini, bukan untuk 
membuat Mini jijik tapi dia memang sedang mual karena buggie jumping. 
Mini memanggil Cecil untuk membantunya membawa Raka kembali ke losmen. 
Setibanya dikamar, Raka langsung berbaring. Mini pergi untuk 
membersihkan diri. Cecil-lah yang akhirnya membantu Raka meminum obat 
dan membersihkan diri—membersihkan pakaian yang kena muntah dan 
membersihkan mulut—juga makan
“Kayaknya lo udah baikan. Lo cuma belom makan? Bukan karena takut?”
“Emang gak boleh ya kalau belom makan?”
“Liat aja akibatnya sekarang. Tapi juga gak boleh kalo baru banget diisi” Cecil berdiri
“Mau kemana?”
“Ya baliklah” Cecil berbalik tapi tangannya ditahan, “Hm sorry, lepas”
Raka langsung melepas, “Hm sorry gua cuma mau nagih janji lo” 
“Oh, hm iya” Cecil agak salah tingkah mengingat mereka dikamar cuma berdua saja
Raka menangkap gelagat itu, “Yuk sambil jalan”
“Lo masih sakit” Cecil mengingatkan
Raka tersenyum, “Tenang aja, cowok gak boleh lemah”
Mereka keluar dan sambil jalan-jalan entah kearah mana mereka mengobrol yang dimulai dengan obrolan-obrolan ringan
“Boleh gua tanya? Gua sih bukan mau ngurusin urusan lo—kalian”
“Tanya aja” Cecil ingin menghabiskan waktu untuk membebaskan perasaan sayangnya pada Raka sebelum ia pergi
“Apa lo nerima..Rama cuma karena…you wanna prove him that you haven’t anyrelate with me?” tanyanya cepat
Akhirnya mereka duduk di dermaga yang sedang kosong, “Mungkin”
“Itu nyakitin. Dia pasti bakal marah kalau tau—“
“Dia gak akan tau kalo lo gak ngomong” sela Cecil
“Cuma buat masalah aja kalo gua ngomong. Kayak dia mau denger”
Cecil menunduk, “Sorry, gara-gara gue—“
“Bukan, ini salah gua. 
Rama sahabat gua tapi gua gak pernah bilang kalau..” Raka diam sejenak, 
berpikir. “Gua tau rumah lo dan gua..suka—sayang sama lo”
Keduanya diam. Hanya ada
 suara hembusan angin. Sangat lama mereka terdiam, Cecil ingin menjawab 
tapi ia ragu. Cecil tidak kaget, justru dia sedih. Ia tidak tahu apa 
mereka sanggup menjalani LDR (long distance relationship—hubungan jarak jauh) atau tidak. Belum lagi yang statusnya sekarang yang adalah pacar Rama
“Kalian disini? I walk around looking for you” Mini tiba-tiba datang memecah keheningan, “Raka, you here. Oh, Cecil! You know he is sick but you bring him out!" tudingnya ke Cecil
“Sorry, I—“
“It's my fault. I ask here to walk with me” sela Raka
“What for?” tanya Mini
“We have to go. Raindrop guys!” teriak Cecil
Mereka segera berbalik. 
Setengah perjalanan ke losmen hujan turun dengan deras. Mereka 
kehujanan, Raka langsung demam, Mini flu dan Cecil batuk-batuk. Malamnya
 mereka bertiga tidak ikut makan malam seperti yang lain. Teman-teman 
mereka membawakan makanan kekamar mereka dan langsung pergi untuk 
menikmati malam terakhir di pantai
Cecil tidak betah diam 
dikamar apalagi di cuekkin sama Mini. Ia tinggalkan makan malamnya—tanpa
 tersentuh, ia tidak lapar—dan berjalan keluar. Angin cukup kencang 
diluar, Cecil telah mengenakan jaket. Ia melihat teman-temannya yang 
sedang berkumpul di sisi timur, dan ia mengasingkan diri ke sisi barat. 
Ia duduk sendirian di pinggir pantai. Ombak menerpanya hingga basah, 
menyejukkan juga menenangkan. Besok mereka akan pulang dan hari terakhir
 Cecil di Indonesia. Cecil belum sempat menjawab perasaan Raka dan ia 
tidak mau menyimpan perasaan itu selamanya tanpa diungkapkan. God help 
me to tell him that I love him
Sudah cukup lama Cecil 
berdiam diri, duduk sendiri, di terpa ombak malam yang dingin. 
Sepertinya hari sudah malam karena sepi dan ia melihat kapal nelayan 
yang berlayar, tapi Cecil enggan beranjak. Tidak tau sudah berapa jam ia
 duduk disitu sejak jam makanmalam, ia tidak memakai jam, kakinya beku, 
tapi ia tidak mau berusaha beranjak, seperti ini membuatnya lebih baik. 
Kini ia mencoba menutup mata, ia terenyak
"CECIL!" teriak banyak orang dikejauhan. Cecil enggan menjawab
"Cecil?" panggil suara 
laki-laki disampingnya. Cecil tidak menjawab. "Cecil!" teriaknya 
dikuping Cecil dan mengguncangnya. Cecil membuka matanya berat. Saat ia 
hendak menjawab tiba-tiba dadanya bagai ditusuk, ia menjerit. tangannya 
beku. Dido sigap cemas, "Cil, lo kenapa? Cecil?" Cecil tidak sanggup 
menjawab. Ia hendak berdiri namun tubuhnya kaku
"Do....." lirihnya
"Kenapa lo, Cil?" tanya Dido panik. Dido memegang tangan Cecil. Sangat dingin. "Tangan lo dingin banget, Cil" 
Dido langsung 
menggendong Cecil dipundaknya. Namun belum sampai di losmen, badan Cecil
 melemas, Dido menoleh dan melihat Cecil menutup mata.
·
Tok..tok..tok..
"Loh Min, kenapa? Udah malem" tanya Dido yang melihat raut wajah Mini yang gelisah
"Do, help me! Cecil was
 gone. She was gone after you all drop our dinner and she hasn't come 
until now, I'm so worry about her. She is sick. It's my fault. Gue gak larang dia yang sakit untuk pergi tadi" tatap Mini penuh penyesalan dan permohonan
"Ok tenang, Min. Guys!
 Kita cari Cecil sekarang. Semua mencarinya. Cecil belum balik. Sekarang
 gerak!" Raka bangkit, "Eit, lo diem disini. Lo masih sakit" ujar Dido 
tegas
"Tapi Cecil ilang, gua harus cari dia. Dia juga sakit" elak Raka
"Tenang. Gua dan yang 
lain akan cari dia sampe ketemu" janji Dido dan menghadap ke Mini. 
"Tolong ya. Gua titip Raka, kalian saling jaga duduk dibalkon nunggu 
kita. Jangan ikut nyari. Jangan buat keadaan makin sulit"
"Kemana Cecil" ratap Raka cemas
Mini memandang Raka, "You loved her, right?" ujar Mini tiba-tiba
Raka kaget, "Why do you think so?"
"You're worrying, you almost forget that you are sick and wanna go to find her. I envy her"
"Envy?"
"She had your love"
Raka menatap Mini yang 
tertunduk, hatinya masih gelisah tentang Cecil. Tapi dia inget kata-kata
 Cecil, Cecil benar, ia harus menyelesaikan masalah. "Mini, you know I love her? And I know you love me. I'm so sorry, I can not love you. I have to clear it. I love her. Cecil. Since
 the first time I met her. Love at first sight, maybe. You should 
understand, love is pure, no force. And I wanna tell you, there's a boy 
who love you more. He is trying to know you so well. He's trying to make
 you awake that he always there beside you, teach you everything you 
wanted you know. I won't tell his name. I think you used to know. Try to
 love him and don't love struck, move on. Don't hope anyheart which not 
hope you back, like me. I'm so sorry" jelas Raka panjang lebar
Mini menangis mendengar penjelasan Raka, "I've knew that you love her. I love you, kak. Now, I should understand that you're not love me back"
Raka mendekatinya dan memeluknya erat, "I'm so sorry. I don't mind tohurt you but there's somebody else that I love and love you"
Mini menangis semakin keras dan memeluk Raka, "I'm sorry, kak"
"You don't. But I am" Raka mengelus puncak kepala Mini. "Cecil told
 me that I have to clear this. I have to tell everyone that I'm single 
but I have someone I love. I won't make any hope more cause I haven't 
hope too"
Tiba-tiba datang suara 
bergemuruh cepat. Langkah-langkah kaki teman-teman mereka yang datang 
segera ke kamar Raka. Mereka segera menghampiri Raka dan Mini yang 
berada di balkon. Wajah mereka pucat. Raka langsung memiliki firasat 
buruk tentang Cecil
"Kenapa, Lan?" tanya Raka cemas
Aflan menatap Fardi untuk mengatakannya, "Beresin baju sekarang. Kita pulang malam ini juga. Sekarang!" Fardi pun keluar
Aflan hendak ikut keluar namun tangannya ditangan oleh Raka, "Ada apa?" tanyanya tajam
Aflan menatap Raka sedih, "Cecil pingsan. Lo beresin baju Dido sekalian ya buru, kita harus bawa Cecil ke Jakarta secepatnya"
Raka melepas tangan Aflan dan Aflan pun pergi. Dia langsung lemas tapi segera berberes, "Kak...Cecil..." ucap Mini lirih
"Lo beresin pakaian lo sama pakaian Cecil sekarang!" perintahnya tanpa menoleh ke arah Mini
·
"Gak bisa, keadaan Cecil makin drop. Kita harus cari rumah sakit sekarang!" tandas Dido
"Tapi, Do, kita baru sampe Bandung" sela Aflan yang sedang menyetir
"Pinggirin dulu dia udah drop. Lo mau anak orang mati?! Dua temen kita yang lain juga sakit kan. Cepet!"
Langsung Aflan membawa 
mobil mereka mencari rumah sakit terdekat dari rute mereka jalan. Sampai
 di rumah sakit langsung Dido dan Raka menggotong Cecil dan 
membaringkannya di kasur dorong. Raka langsung memanggil suster dan Dido
 segera mengurus administrasi agar Cecil cepat di tangani oleh dokter
Di ruang tunggu kini 
mereka berada. Cecil masih di UGD karena keadaannya yang cukup parah. 
Seluruh tubuhnya membeku akibat terkena air laut di malam hari. Dido 
meminta suster untuk mengobati kedua temannya juga, Raka dan Mini. 
Suster membawa mereka ke ruang rawat. Dido masih menunggu Cecil bersama 
yang lain. Setelah sejam dokter keluar
"Keluarga terdekat?" tanya dokter begitu keluar
Dido berdiri, "Saya!"
"Keadaannya pasien 
sangat parah. Keadaannya yang seperti ini sangat mengganggu dan 
mengkhawatirkan untuk penyakitnya yang memang parah walau belum 
terbilang sangat parah"
"Maksud dokter?"
"Saya minta anda ke ruangan saya setelah pasien dibawa ke ruang rawat" lalu dokter pergi
"Guys, kalian balik aja deh. Gak enak kalian nunggu, capek juga kan pada gak tidur. Take care, guys!"
Semua kepala mengangguk 
dan berpamitan pada Dido. Tak lama setelah teman-temannya pulang, 
beberapa suster membawa Cecil diatas kasur dorong menuju ruang rawat. Di
 ruang rawat tubuh Cecil langsung dipasangkan selang infus dengan dua 
cairan yang tidak dimengerti Dido serta selang alat bantu pernapasan ke 
hidungnya. Dido pun melangkahkan kakinya menuju ruang dokter
"Misi, dok" 
Sang dokter tersenyum, "Silahkan duduk" Dido pun duduk di hadapan dokter, "Begini, sudah berapa lama pasien sakit?" 
Dido mengerutkan keningnya bingung, "Maksud dokter? Dia baru semalam sakitnya"
Sang dokter menggeleng 
tegas, "Tidak mungkin baru semalam...oh maksud saya bukan kondisinya 
drop. Yang saya maksud, sudah berapa lama pasien mengidap kanker 
paru-paru?"
Dido langsung melotot, "Ka-kanker paru-paru...?"
"Iya. Setelah saya 
periksa, ternyata ada kanker di paru-parunya dan kondisinya yang drop 
memperburuk kondisi penyakitnya juga. Tingkat level penyakitnya seketika
 melejit naik. Seharusnya pasien banyak istirahat dan sangat harus 
dijaga ketat dari mulai aktifitas hingga makanannya"
"Saya tidak tau, dok..."
"Baiklah. Dia mungkin 
tidak akan terlalu lama diopname. Saya hanya sedang memberikannya 
sedikit obat saja. Baik, hanya itu saya kira"
Dido berdiri dan berjabat tangan dengan dokter, "Makasih, dok" dan keluar
Di kamar rawat Cecil, 
Dido langsung berdiri di dekatnya dan memandangi wajah Cecil. Siapa yang
 sangka wajah cuek dan judes ini mengidap penyakit ganas? Gua aja gak 
percaya. Kenapa bisa dia sakit separah itu? Apa penyakit turunan atau 
karena hal lain?, batin Dido. Dia akhirnya duduk di dekat Cecil dan 
menunggunya. Lama kelamaan, Dido terlelap dalam tidurnya karena 
semalaman dia begadang menjaga Cecil
Matahari telah mencapai 
puncaknya setelah naik dan kini ia hendak turun dan bersembunyi lagi 
untuk digantikan dengan posisi bulan. Cahaya matahari di kaca jendela 
akhirnya berpendar. Cecil membuka matanya dan merasa silau dengan 
keadaan yang ada setelah merasakan gelap dalam pingsannya. Dia melihat 
sosok Dido yang duduk di sampingnya
Dido merasakan pergerakan Cecil dan akhirnya terbangun. "Udah siuman, Cil?" 
Cecil menoleh dan tersenyum, "Ngapain lo?"
Dido terkekeh, "Nolongin lo"
"Buat?"
Dido menegakkan tubuhnya, "Gak usah belagak cuek lagi depan gua. Gua udah tau kelemahan lo"
"Kelemahan gue?"
Dido mengangguk tegas, "Harusnya lo gak maksain diri buat ikut kita ke pantai kalo nyatanya kondisi lo itu sangat buruk"
"Maksud lo?"
"Cil, kalo lo sakit share sama gua. Ngapain hidden
 gini. Gua juga gak tega kali liat lo. Kata dokter drop lo gak terlalu 
masalah tapi meningkatnya level penyakit lo itu sangat bermasalah. 
Kanker paru-paru, terdengar keren ya"
Cecil langsung melotot, "Ka-kanker paru-paru?" tanyanya tak percaya
"Apaan sih lo belagak kaget gitu"
"Gue bener-bener gatau gue sakit...kanker paru-paru?"
"Sumpah lo gatau?!"
Cecil mengangguk tegas, "Gue emang pernah check-up tapi kata dokter fine...kok"
"Mama kamu gak kenapa-kenapa kok, hanya terlalu lelah" ujar sang dokter
Cecilia menangis, "Tapi mamah sesek nafas tadi"
"Gapapa, sayang. Mamah gak apa-apa" ujar papanya sambil sedikit terisak
Dehidrasi...tidak 
kenapa-kenapa. Kenapa gejala gue hampir sama kayak mamah? Mamah 
meninggal gak lama setelah dokter mengatakan dia tidak apa-apa tapi 
mamah jadi lebih sering tinggal di rumah sakit dibanding dirumah. Mama 
juga makin kurus dan terlihat pucat. Mama sering sesak nafas...gue juga.
 Apa..., batin Cecil
"Do, jangan bilang siapa-siapa"
Dido menoleh dari jendela, "Penyakit lo?"
Cecil mengangguk, "Gue percaya sama lo. Cukup lo yang tau. Jangan kasih tau siapapun dalam keadaan apapun"
"Oke"
"Do...thanks ya buat segalanya"
"Sama-sama"
"Nyokap juga punya penyakit yang sama kayak gue..."
Dido menoleh pada Cecil, "Jadi ini penyakit turunan?"
Cecil mengangguk, "Ya, mungkin. Gue pun baru sadar"
Terdengar derapan langkah kaki terburu-buru dan masuk ke kamar rawat Cecil, "Cil? Are you okay?" tanya Mini langsung
Cecil dan Dido menyunggingkan senyum, "I'm fine"
"Oh, syukurlah" Mini langsung memeluk Cecil. "I'm so sorry. It's all my fault" lirih Mini sambil menangis
Cecil memeluknya sebentar, "Gue gapapa kok ngapain nangis sih"
Mini menghapus air matanya, "Kak Raka had told me everything"
Cecil memberikan isyarat mata agar Dido keluar. "Is that clear?"
"Yeah. Clear. There's somebody love me and he said I have to move on him"
Cecil mengerutkan keningnya, "What—"
"He loves somebody else. The good ones" Cecil menggeleng tidak mengerti. Mini menahan air matanya, "He loves you"
Cecil terperangah karena kejujuran Raka pada Mini, "Are you really okay?"
Mini mengangguk pasti, "I should go to kantin. I'm hungry. Bye"
Mini pun langsung keluar dan di gantikan dengan Raka, "Hei" sapanya
"Hei. You prove that you are gentleman"
Raka tersenyum, "How do you do?"
"Good"
"Syukurlah. Gua udah ngomong sama Mini dan menyelesaikan semunya. Gua udah bilang ke dia kalau gua suka sama lo"
Raka mendekati Cecil dan memandanginya lama. Cecil hanya diam. Hari ini I'm yours,
 batin Cecil. Raka mendekati wajahnya ke wajah Cecil dan Raka mengecup 
bibir Cecil lembut dan lama. Tidak ada hasrat apapun yang dirasakan 
kecuali cinta
·
"Kok malem pulangnya? Malam ini kita perpisahan ya sama om Adi dan tante Ina" ujar ayahnya saat Cecil sampai dirumah
OH NO! Gue gak 
mau ngucapin perpisahan dengan Raka. Apalagi sekarang, jangan, gue baru 
aja nyitain hubungan baik dengan Raka, jerit Cecil dalam hati. "Pa, 
gimana kalau papa aja!?" tanya Cecil
"Yah kok kamu gitu sih? 
Papa udah janji datang sama kamu. Ayo dong, sekalian makan malam. Gih 
sana kamu ganti baju dan mandi dulu. Papa tunggu disini" ujar ayahnya 
sambil menonton tv
Akhirnya Cecil segera 
mandi dengan terpaksa dan berganti pakaian rumah yang agak rapih lalu 
berdiam diri dulu didepan meja riasnya. Gimana cara gue bilang ke Raka? It's so painful, rintihnya dalam hati
"Maaf gue akan nyakitin 
lo, Ka. Dan mungkin gue akan kembali kayak dulu. Kuat tanpa lo dihidup 
gue" ujar Cecil pelan pada bayangannya di cermin
"Cil, udah selesai belom? Ayo, udah jam makan malam nih, nak" panggil ayahnya dari ruang tamu
"Yes, I can!" bisik Cecil pada diri sendiri dan keluar kamar menghampiri ayahnya dan langsung berangkat ke rumah sebelah
Saat makan malam 
berlangsung tidak ada yang membicarakan tentang perpisahan ataupun 
kepergian Cecil. Mereka menikmati suasana makan malam yang jarang—bahkan
 tidak pernah terjadi—ini. Om Adi, tante Ina maupun Raka tidak ada yang 
tau bahwa ini malam terakhir mereka bersama, mengobrol-ngobrol. Inilah 
yang akan paling terkenang
"Ada apa, pak Satrio? Tumben" tanya ayahnya Raka
"Yah kumpul-kumpul, aja pak Adi" jawab ayahnya Cecil
Tuhan tolong, jangan buat papa berfikir gue harus ngomong berdua saja dengan Raka, Tuhan tolong gue, batin Cecil
"Raka, ngobrol sama Cecil gih. Om mau ada pembicaraan antar orang tua" suruh papa
Telat doa gue, batin 
Cecil lagi. Raka pun mengajak Cecil ke balkon lantai atas, dengan wajah 
penuh kebingungan, Cecil mengikuti Raka naik ke lantai atas. Disana 
mereka duduk bersampingan menghadap ke langit. Cecil bingung gimana 
ngomongnya 
"Dari sini bisa ngeliat 
bintang. Syukurlah langitnya cerah" Raka dan Cecil pun duduk dimeja 
balkon, "Ohya, tumben loh kalian makan malam disini. Ada apa?" tanya 
Raka memulai
Cecil menarik napas 
panjang, "Papa ditugaskan di Skotlandia. Mungkin bakal lama dan papa gak
 mungkin ninggalin gue sendirian disini. Kami akan berangkat besok, jadi
 ya ini acara perpisahan gitu" ujar Cecil datar, langsung tanpa melihat 
ekspresi dari Raka
Raka menoleh kaget ke 
arahnya, "Ko-kok tiba-tiba?" tanyanya terbata. Gak mungkin, gua baru aja
 ngebuat hubungan baik dengan Cecil, jerit Raka dalam hati
Cecil tidak berani 
menoleh, "Ya" jawabnya singkat lalu keduanya diam. Raka dan Cecil 
sama-sama mengenang kembali segala kenangan buruk-indah mereka terutama 
hari ini. "Thanks, Ka. Udah buat kenangan indah buat gue hari ini" ujarnya
Raka masih diam. Masih belum bisa menerima kabar ini, "Gimana dengan Rama? Lo bakal LDR atau bakal mutusin dia?" Tanya Raka
"Itu urusan gue. Gue bakal cukup lama disana, gue gak akan tega" jawab Cecil datar
Raka terpaku, berusaha 
menerima kabar buruk ini. Gua bakal kepisah jauh sama Cecil. Bakal lama 
gak ketemu. Memang setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Tapi bukan 
ini, gak kayak gini perpisahannya. Gua mau ajal yang memisahkan gua sama
 Cecil, bukan kepergian yang akan memisahkan jarak dan waktu antara gua 
dan dia, jerit Raka dalam hati
Diruang makan kediaman 
Adijasa, ayah Cecil berusaha mencari kata yang tepat untuk mengucapkan 
perpisahan, ia sudah menganggap keluarga Adijasa sebagai keluarganya 
sendiri dan sedih rasanya harus berpisah sekarang
"Pak Adi, bu Ina, sebenarnya saya malam ini kemari untuk berpamitan" ujar ayah Cecil akhirnya
Om Adi mengernyit, "Perpisahan apa maksudnya, pak Satrio?"
"Saya beserta Cecil akan
 pindah ke Skotlandia. Saya dipindah tugaskan disana, mungkin akan lama.
 Perkiraan sekitar setahun. Saya mau mengucapkan banyak terima kasih 
atas segala bantuan dan perhatian dari pak Adi dan bu Ina juga Raka. 
Saya sudah menganggap kalian seperti keluarga sendiri" jelas papa
Tante Ina langsung menangis, "Kami pun sama pak. Saya sudah menganggap Cecil sebagai anak saya sendiri"
"Baik-baik, pak, disana. Sering-seringlah kasih kami kabar" ujar om Adi sambil merangkul papa.
"Kapan bapak dan Cecil pergi?" tanya tante Ina
"Besok"
·
"Sudah jam istirahat kan. Cepat pamitan" suruh ayahnya
Cecil pun pergi ke 
lapangan yang sudah berkumpul anggota tim basket. Dia pun berpamitan 
pada semuanya dan menyerahkan jabatan ketua basket pada Mini yang selama
 ini menyandang gelar wakil. Dia juga berpamitan dengan anggota Osis. 
Terjadilah penurunan jabatan wakil pada sekretaris. Terakhir dia ke 
parkiran, tempat 4 orang telah menunggunya
"Lo beneran mau pindah?" tanya Rama mendekat
Cecil 
tersenyum—jarang-jarang—dan mengangguk, "Thanks udah mau jadi temen baik
 gue selama ini. Thanks, Ta, lo sahabat terbaik gue" Santa langsung 
memeluk Cecil, "Jangan nangis, disekolah nih. Lo bakal jadi sahabat 
terbaik gue selamanya" Santa hanya mengangguk tak kuat berbicara, "Thanks juga, Bon, udah jadi partner yang baik selama ini. Thanks atas bantuan dan perhatian lo" Bona memeluknya juga, "Raka, tolong jangan berantem lagi sama Rama. Kalian sahabat yang cocok, thanks" Raka ikut memeluk Cecil, dan yang terakhir ini yang paling sulit, it will hurt, "Ram, thanks a lot for all your attention, you so care to me. I like you, sorry I won't hurt you anymore, tetep jadi sahabat ya sama Raka! Maaf gue gak bisa jadi yang terbaik, Ram" ujarnya lirih dan memeluk Rama yang dibalas erat, "I have to go, right now, bye, take care, guys" pamitnya
Cecil pun pergi jauh 
dari mereka, sangat jauh. Tidak ada yang tau bahwa Cecil telah 
menitipkan 6 surat pada Santa. Sebelum pesawatnya take-off, Cecil mengirimkan 5 nomor orang-orang tersebut ke Santa agar mempermudahnya nanti
"Makasih udah mau 
kumpul. Gue dititipin surat sama Cecil yang diminta untuk dibagiin ke 
kalian" Santa membagikan surat-surat tersebut. Tidak ada perbedaan 
diluar selain nama yang tertera
Santa
You will always be my 
best friend. Actually, I didn"t want to go away from you, we were always
 together. I can't help you to get Raka, but I was try to do the best 
only for you. You have to try by your self, but if he's not, don't 
force. Move on. Bye, don't forget me {}
Mini
I heard Raka had talked 
to you about his feeling. I dunno who he loved but he had said he ai'nt 
love you, awake, there's someone else who deeply loving you. Give him a 
chance to loving you. I'm sure you'll be more happy with him, move on. 
Sorry. We ever had problem before. Keep smile and congratulation of be 
the chief of the basket ball team
Dido
Thanks for your help. 
You're the best chief of basketball team. Please teach and help Mini to 
be the best chief of new her member. She has opening her heart for you, 
don't ever give up. Go fight! Keep her, don't ever hurt her. Prove me. 
You're gentle! And please, still keep our secret :D
Bona
Hei, keep nice without 
me. Prove me you can do more best without me. Bon, thanks so much. I 
knew you loved me but I always don't care. I won't have any 
relationship. It will hurt someday. But being friends will never hurt. 
Sorry, I can't respons your feeling, move on. Thanks, I like you :D
Rama
I'm so sorry. I like 
you, no more but my feel ain't make us break up. You so care to me. I 
just wanna say thank you so much please, no more enemy, back be the best
 friend with Raka. You both are soulmate. Don't be enemy because of me. 
Prove me you are gentle, strong, kindness, and forgiveness. You may to 
forget me. I won't hurt you we're friend forever :D
Raka
Thanks for last day. You
 make a sweet moment for me before I'm gone. Your kiss is the best 
moment ever. Please, don't forget that moment. I'm sure. I can't forget 
you. Honestly, I love you, Raka. I dunno since when but suddenly it come
 to me. I dunno what did you feel, I won't to hurt you. I just tell 
honesty, look for girl who you loved :D  I support
·
4 years later
“Kamu sudah sadar? Saya 
periksa ya…yaa kamu sudah membaik. Sus, tolong bangunkan dia” ujar sang 
dokter menunjuk seorang cowok yang tertidur di sebuah sofa
“Jangan. Biarin aja dulu. Terima kasih, dok” jawab Cecil
Cecil tidak mau 
membangunkan orang yang sedang tertidur di sofa itu. Wajahnya saja 
terlihat sangat lelah. Biarlah dia istirahat. Matahari pagi sudah 
menjadi sore. Langit biru telah berubah menjadi oranye. Cecil terus 
mengamati wajah orang yang sedang tertidur lelah itu, wajah yang selama 
ini dirindukannya. Orang itu menggeliat di sofa dan terbangun
“Lo udah bangun? Capek ya, Ka?”
“Lo udah sadar? 
Syukurlah” ujar cowok itu lega. Lega melihat senyum manis terukir 
diwajah gadis yang selama ini dirindukannya. “Lo berubah”
“Berubah gimana?”
Cecil beranjak bangun 
dari posisi tidur ke posisi duduk untuk mendengarkan dengan baik apa 
maksud Raka. Raka menghampirinya ke dekat tempat tidur. Dan menatapnya 
sendu
“You weak” takada jawaban dari Cecil. Raka menggenggam tanganya. “I’m sad. For the first time I meet you again, you—“
“Gue gak selemah lo”
Raka tersenyum dan menggeleng, “Ready?”
“What for?”
“I wanna tell you something. Listen carefully” Raka memajukan wajahnya tepat didepan wajah Cecil. Nafas mereka bersatu menjadi satu tarikan nafas, “I
 dunno what is it. I feel different in the first time we met. I like all
 sort of you. I’m nothing without you. You’re my soul. I miss you very 
much”
Kata-kata itu terucap 
lembut dari bibir Raka dan sangat menyentuh hati siapapun yang 
mendengar. Teriakan hati yang diucapkan dengan tulus dan lembut dari 
dasar hati yang paling dalam oleh Raka, cowok yang sulit untuk 
dikategorikan romantic 
“That is love” ucap Cecil pelan
Raka mengecup bibir Cecil lembut, “Thanks. Now, I know” lalu tersenyum
Cecil menutup matanya, 
mencoba merasakan kehangatan yang tercipta. Cecil tersenyum. Ini pertama
 kalinya. Kini Cecil akan menyimpan moment ini sebagai kenangan 
dihatinya akan kisah mereka berdua. Kecupan hangat dari Raka, orang yang
 sangat dirindukan oleh Cecil selama ini
“Gue mau jalan-jalan. Udah lama gak liat Jakarta”
“Lo masih sakit”
Cecil berdecak, “Lo, 
papa, dan semua orang tahu kalau gue sakit. Tapi dari kalian semua, gue 
mau lo yang anggap gue fine, gak sakit. Karena itu kerasa lebih sakit 
waktu lo anggep gue sakit” katanya. “Gue kangen pantai”
Raka akhirnya meminta 
izin dokter untuk mengajak Cecl pergi. Dokter mengizinkan dengan syarat 
harus segera kembali ke rumah sakit. Raka mengetahui bahwa Cecil sakit, 
tapi sampai hari ini Raka masih belum mengetahui tepatnya penyakit Cecil
 itu apa. Yang pasti sudah parah, duga Raka. Raka membawa Cecil keluar 
dari kamarnya dan mendudukannya di lobby rumah sakit
“Ngapain kita duduk di lobby?” tanya Cecil
“Nunggu taksi”
“Lo gak bawa motor? Atau motor lo udah di jual?”
“Bawa tapi kita gak bisa naik motor”
“Kenapa? Mogok?”
“Lo lagi sakit, Cil. Gak mungkin gua bawa lo jalan naik motor” jawab Raka gemas
“Sick a suck! Gue mau lo liat gue kayak gue yang dulu”
“I won’t to lost you again. I just wanna protect you”
“You’ll never lost me if you keep me in your deep heart”
Raka diam dan memandang 
Cecil sedih. Gadis ini rapuh, dia udah berubah, dia bukan lagi gadis 
judes dan cuek. Tapi inilah dia, gadis yang berusaha selalu kuat dalam 
segala keadaan, keras kepala dan lebih menyayangi orang lain daripada 
dirinya sendiri, batin Raka. Raka mengacak-acak rambut Cecil. Ia bingung
 harus bagaimana menghadapi gadis ini
“Please, just one time” pinta Cecil memohon
“Tunggu disini. Gua ambil motor. Pake jaket ini” Raka memberikan jaketnya pada Cecil dan pergi
Raka pergi mengambil 
motornya di parkiran motor rumah sakit sambil berlari agar tidak membuat
 Cecil menunggu terlalu lama. Di lobby, Cecil tersenyum. Raka masih Raka
 yang dulu yang selalu mengalah demi dirinya. Is it true? He loves me?,
 batin Cecil. Cecil memakai jaket yang diberikan Raka tadi dan Raka tak 
lama kemudian muncul di depan lobby dengan motornya. Cecil keluar dan 
menghampirinya
“Pelan-pelan naiknya, nanti jatoh…pegangan yang erat” perintah Raka
“Idiiih maunya dipeluk” 
Cecil mencibir. Raka langsung menarik tangan Cecil dan melingkarkannya 
di pinggangnya di pertengahan jalan. “Iiih apaan sih” seru Cecil sambil 
berusaha melepaskan tangannya
Raka mencegahnya dan tetap memegangi tangannya, “Kalo gak mau yaudah, silahkan turun”
“Iiih jahat banget lo 
mau nurunin gue disini” Raka tersenyum. Dia mulai manja, batin Raka. 
“Pake senyum-senyum lagi. Keliatan di spion!”
“Lo yang minta naik motor kan, padahal lo masih sakit. Dasar manja!”
Cecil hanya mencibir dan
 memeluk Raka yang langsung memfokuskan perhatian pada jalanan 
didepannya. Sepanjang perjalanan, Raka mengendarai motor sambil 
tersenyum, begitu juga Cecil. Mereka sedang merasakan kehangatan yang 
tercipta dari pelukan ini. Sekarang, lebih banyak kenangan yang tercipta
“Bau pantai yang sangat gue kangenin”
Mereka telah sampai di 
pantai dan berdiri di pinggir pantai sambil menikmati deburan ombak yang
 menggulung hingga ke bibir pantai dan menyapu sedikit kaki telanjang 
mereka. Bibir Cecil mengembang lebar. Dia sangat merindukan pantai. 
Ditempatnya dulu tidak ada pantai dan hanya bisa ke pantai yang jauh dan
 hanya pada satu musim. Summer
Raka merangkul Cecil, 
“Kalo lo bener-bener udah sembuh. Kita ulang masa-masa di Parangtritis 
dengan lebih indah” Raka mengacak pelan rambut Cecil, “Gua suka kalau lo
 manja”
“I’m not spoiled. I'm not weak!”
“Manja bukan berarti lemah”
Cecil menatap Raka, “Lo liat aja cewek-cewek disekolah. Mereka semua manja dan lemah. Mereka gak bisa olahraga!”
“Ada sebagian dari mereka yang manja tapi kuat, gak semuanya lemah. Salah satunya…lo”
Air mata Cecil menetes ke pipinya tanpa aba-aba sebelumnya. "Lo gatau seberapa lemah gue..."
"Dimata gua, lo yang paling kuat. Sekalipun lo lemah tapi lo gak pernah nunjukkin kelemahan lo pada orang lain"
Cecil tetap menangis dan meratap dalam hati. Andai gue bisa nunjukkinnya, "Gue nangis. Hahaha ini...ini...sisi lemah gue"
"Nangis itu wajar, apalagi buat cewek. Cowok juga suka nangis kok" ujar Raka lembut sambil menghapus air mata Cecil
"Siapa pacar lo sekarang?" tanya Cecil dengan tanpa dia tahu sendiri ada nada jealous dalam suaranya
Raka menggeleng, "I'm
 waiting for someone I loved. She went to England without anynews and 
leave me alone here. I always tried to find news from her but she was 
gone. I lost her but I believed if I always love her and stay wait her, 
she will back to me" ujarnya memandangi bentangan lautan yang 
menyemburkan ombak. Cecil mendengar dengan seksama dan menganga melihat 
cowok didepannya, "I won't lost her anymore. I promise I'll be 
always there for her. And now I gonna tell her that I loved her since I 
met her on the first day in the OSIS's room"
Air mata kembali 
mengalir di pipi Cecil tapi kini semakin deras. Air mata ini tidak mau 
berhenti sampai ketika Raka memeluknya dan air matanya mendadak berhenti
 mengalir turun ke pipinya
"You shoot me..."
 kata Cecil tak percaya. Tak ada jawaban, "Gue gamau muna. Udah cukup 
penderitaan yang gue terima" Cecil tersenyum dan memeluk kekasih barunya
Hari sudah malam, angin 
makin dingin, laut sudah pasang yang membuat tingginya ombak yang 
menggulung-gulung balapan membasahi pinggir pantai. Walaupun sudah 
memakai jaket, Cecil tetap kedinginan. Badannya bergetar dalam pelukan 
Raka, seketika Raka langsung mengajaknya pulang
“Balik yuk, kedinginan kan lo? Udah malem juga” bisik Raka di telinga Cecil
Cecil menatap Raka yang sedang merangkulnya, “I’m afraid” ujarnya lirih
“What are you afraid of?”
“Losing you…” lirihnya sambil menunduk
Raka menunduk dan 
mendongakkan wajah Cecil. Cecil menangis. Ada sedikit senyum muncul di 
wajah Raka yang samar—bahkan mungkin tidak terlihat. Cecil berusaha 
menghentikan tangisnya karena dia tidak mau di sangka lemah oleh Raka 
sekalipun Raka tadi mengatakan bahwa menangis bukannya sebuah kelemahan.
 Raka mendekatkan wajahnya ke wajah Cecil
“We will never lost each other” ujar Raka meyakinkan
Sesungguhnya yang gue 
takutin bukan lo pergi dan ninggalin gue untuk orang lain atau 
sebaliknya, tapi yang bener-bener gue takutin adalah nyawa yang akan 
memisahkan kita nanti—secepatnya, batin Cecil. Raka membawa Cecil menuju
 motor untuk kembali 
Sekembalinya mereka dari
 pantai, Cecil tertidur di tempat tidurnya. Baru sekitar 30 menit, 
mendadak tangan Cecil langsung dingin dan seluruh tubuhnya memucat. 
Bibirnya membiru. Raka yang duduk di sampingnya menjadi panic. Dia 
menekan tombol panggilan untuk suster berkali-kali, segera saja beberapa
 suster dan seorang dokter datang
“Ada apa?” tanya dr. prasedya langsung
“Tiba-tiba seluruh tubuhnya jadi dingin” jawab Raka bingung
“Silahkan anda tunggu di luar, mas” ujar suster
Cecil kenapa? Kenapa dia jadi kayak gini? Apa karena ke pantai tadi? SHIT!!
 Gara-gara gua! Tuhan, jangan ambil dia sekarang, gua masih butuh dia. 
Cecil, lo kuat, gua tau, lo harus kuat! Bokapnya kemana lagi. Kenapa 
bokapnya gak balik-balik daritadi? Tega banget dia ninggalin Cecil yang 
lagi sakit, batin Raka panic
“Anda sudah boleh masuk” terdengar suara suster yang membangunkan Raka dari lamunannya
Raka masuk dan dokter 
masih ada disana. Raka mengamati tubuh Cecil yang masih memucat. Raka 
melihat ada sebuah selang yang masuk ke mulut Cecil. Raka mengamatinya 
dan kaget ketika menyadari benda itu. Tenggorokan Raka terasa tercekat 
melihat keadaan Cecil yang semakin parah
“Terlalu banyak 
Karbonmonoksida yang terhirup olehnya. Ia sangat lemah sekarang. Dan 
yang saya lihat…paru-parunya sudah tidak mampu memompa oksigen lagi. 
Sekarang, ia hidup dengan alat bantu pernapasan seutuhnya, saya takut…” 
kata-kata dr. Prasedya menggantung
“Apa dok?” dokter masih diam. “APA?!!” jerit Raka
“Saya takut…tanpa alat ini dia tidak dapat bertahan” lanjut dr. Prasedya berat. “Dia sekarang…koma”
Raka langsung terduduk lemah di lantai, “Koma?” tanyanya sakit
“Iya”
Raka tidak tau apa-apa 
lagi. Cecilnya yang dulu kuat dan cuek sekarang terbaring LEMAH. Raka 
terdiam melihat keadaan Cecil yang terbaring di depannya. Ada selang 
pernapasan yang tersambung ke mulutnya. Kini bibirnya biru dan wajahnya 
pucat. Diamatinya sosok gadis yang sedari dulu dicintainya ini. Tarikan 
napas Cecil terasa dan terlihat sangat berat hingga membuat Raka merasa 
sakit. Jika bisa, ingin ia menggantikan posisi Cecil agar Cecil dapat 
menghirup oksigen dengan mudah dan mengembangkan senyumnya
“Ngeliat lo kayak gini rasanya kayak ngebunuh gua pelan-pelan, Cil. Still alive, please. Still alive for me. I’m here for you. Remember, I need you here. Don’t you miss me?” pinta Raka di telinga Cecil sambil menggenggam tangan dingin Cecil erat. “Please,
 Cil, gua tau lo kuat. Tunjukkin kalo lo emang bukan cewek lemah. Lo 
bisa lewatin ini, lo harus berjuang dan harus sembuh” pinta Raka terus 
sambil tak sadar meneteskan air mata
Raka duduk di kursi 
masih menggenggam tangan Cecil. Tanpa sengaja Raka melihat sebuah 
kemilau di sudut mata Cecil. Cecil menitikkan air mata, dia mendengar 
gua, batin Raka. Raka langsung meraih hp berniat untuk menghubungi 
ayahnya Cecil. Dia mencoba menghubungi ke hpnya tapi tidak aktif 
akhirnya dia mencoba menelfon ke rumahnya
“Hello” sapa suara wanita di ujung sana
“Om Satrio?” tanya Raka ragu
“Oh, are you looking for Satrio? Wait a second…”
“Halo, siapa ini?” terdengar suara khas lelaki
“Halo, om, ini Raka. Om kenapa gak balik ke rumah sakit? Cecil koma”
“Ko-koma?”
“Iya, om. Sekarang dia memakai alat bantu pernapasan” 
“Maaf, nak Raka. Bisa om titip Cecil?”
“Loh, kenapa om? Kenapa om gak kesini aja? Apa om ada kerjaan?”
Terdengar helaan napas 
berat disana, “Cecil tidak menyukai Caroline—ibu tirinya. Dokter bilang 
ia seperti sekarang karena tekanan batin. Lebihbaik om tidak datang agar
 keadaan tidak bertambah buruk” jelas ayah Cecil
Raka diam sejenak, 
mencerna penjelasan ayah Cecil. “Menurut saya sepertinya tidak apa-apa 
kalau om datang bersama istri baru om. Tolong om, Cecil butuh papanya 
disini” pinta Raka
“Kamu yakin tidak 
apa-apa? Om takut malah keadaan Cecil semakin bertambah buruk kalau om 
datang bersama ibu tirinya” tanya ayah Cecil ragu
“Gapapa, om. Silahkan datang” jawab Raka tegas dan yakin lalu telfon di tutup
Selama menunggu ayahnya 
Cecil datang, Raka diam terpaku melihat dan memperhatikan tarikan napas 
berat Cecil. Tanpa disadari, raka menghitungnya dan membandingkannya 
dengan tarikan napasnya sendiri. Setiap tarikan nafas berat Cecil 
memberikan sayatan rasa perih bagi Raka. Sudah sekitar sejam sejak 
keadaan drop Cecil tadi, masih dalam genggaman Raka, tangan Cecil 
bergerak pelan. Raka sontak menoleh. Mata Cecil perlahan mulai terbuka. 
Seperti berat, mata Cecil sulit terbuka
“…a…kka…” dengan susah dan sekuat tenaga, Cecil memanggil Raka
Raka menggenggam tangan Cecil lebih erat, “Jangan maksain ngomong dulu, Cil, gua disini”
Terdengar derit suara 
pintu kamar terbuka yang menandakan ada yang masuk ke ruangan rawat 
Cecil. Raka menoleh dan mendapati sosok ayah Cecil, ayahnya, bundanya 
dan seorang wanita setengah baya yang Raka duga sebagai ibu tirinya 
Cecil
“Cecil…” gumam ayah Cecil
“Cecil baru sadar, om” ujar Raka seolah mengumumkan
Raka berdiri, “Pa…” panggil Cecil dengan sulit
Ayah Cecil langsung 
menghampirinya dan memeluknya erat, “Maaf papa datang kesini. Papa tau 
kamu tidak menyukai ibu tiri kamu, tapi papa rindu kamu. Papa mau 
nemenin kamu. Maaf papa ajak Caroline kesini, ia ingin melihat keadaan 
kamu, Cil” jelas ayah Cecil dengan mata berkaca-kaca
Cecil tersenyum. Sudah 
lengkap semua…belum, batinnya. Sesaat kemudian datanglah Rama bersama 
Santa. Mereka menyapa semua orang yang ada di ruangan lalu menatap Cecil
 yang hanya dapat membuka separuh matanya. Tanpa kuasa, Santa langsung 
menangis tapi ia menahannya karena ia tidak mau Cecil menanggapnya 
macam-macam
“Long time no see,
 Cil” sapa Santa sambil berusaha menahantangisnya setelah sempat shock 
menlihat keadaan Cecil. “Maaf gue baru tau kalau lo udah balik jadi baru
 bisa sekarang gue dan Rama datang kesini” ujarnya sambil melirik Rama
“Sorry, Cil. Gua udah jadian sama Santa” ucap Rama pelan
Lengkap sudah. Mereka 
udah liat keadaan terakhir gue. Orang-orang yang gue sayang. Mah, tunggu
 Cecil sebentar. Ada yang harus Cecil selesaikan disini, batin Cecil. 
Cecil tersenyum pada orang-orang yang ada di ruangan. Senyum yang selama
 ini di rindukan oleh semua orang, senyum termanis Cecil yang 
dikembangkan untuk orang-orang yang disayanginya, untuk terakhir kalinya
“Maaf” ucap Cecil
Semua orang yang ada di 
ruangan langsung kaget, entah darimana kekuatan Cecil untuk berbicara 
telah kembali. Dengan tangan yang lemah dan bergetar, ia melepaskan 
selang alat bantu pernapasan dari mulutnya sendiri. Raka sempat mencoba 
menahannya namun ia segera menggeleng pelan dan Raka pun menjauhi 
tangannya
“Cecil bukan gak suka sama Mama Caroline, but I can’t get it before, not yet. But now, it’s fine, just stay with him, mom. Till death separate you both, I’m sorry” ujar Cecil pelan. Cecil langsung mendapat pelukan penuh air mata dari Caroline
“I love you, dear” bisik Caroline
Cecil tersenyum, “Thanks, Ram. Tolong jaga Santa ya” ujarnya pada Rama
Rama tersenyum, “Pasti. 
Lo harus sembuh dan obati luka di hati Raka. Maafin gua yang dulu sempet
 ngambil tindakan yang salah buat semuanya” pinta Rama yang di balas 
senyum getir Cecil
“Ta, gue seneng lo udah 
jadi temen terbaik gue. Maafin semua salah gue ya. Maaf gue belum bisa 
jadi temen yang cukup baik buat lo”
Santa langsung memeluk 
Cecil dan meruntuhkan pertahanannya. Air matanya tumpah seketika, “Lo 
temen terbaik buat gue, Cil. Lo yang selalu ngalah walaupun dengan sikap
 cuek dan keras kepala lo. Maafin gue yang selalu egois dan gak mau 
ngertiin lo di satu saat. Maafin gue. Lo harus sembuh, gue butuh lo. Gue
 kangen lo, gue kangen sahabat gue yang cuek dan manis” ujar Santa 
sesunggukkan
“It’s okay” 
Cecil tersenyum dan menghapus air mata Santa. “Om Adi, tante Ina, 
makasih udah bantu aku dan papa selama ini. Maaf udah pernah ngerepotin 
kalian” mereka tersenyum tulus. Kini Cecil menoleh ke arah Raka
Raka langsung merasakan 
bad feeling dan ia langsung berbicara sebelum Cecil, “Lo harus janji 
dulu sebelum lo ngomong apapun sama gua. Lo bakal sembuh. Lo jangan 
ngomong macem-macem”
Cecil tertawa kecil. 
Kini ia terlihat lebih segar sekarang, layaknya orang yang sudah sembuh,
 “Sini” Cecil meminta Raka untuk mendekat, “Thanks, Rakaditya, for
 loving me with full your heart, for waiting me so long. Thanks for all 
your patient. I love you so much. Since we met, on the OSIS’s room. 
Don’t ever doubt me but now you have to move on, for me. Look for 
another girl, who the best for you” bisik Cecil pelan di telinga Raka
Raka terdiam atas kata-kata Cecil. Raka langsung menggenggam tangan Cecil erat, “Don’t ever leave me, please. I love you and no one can replace you, never. Please, fight for me” bisik Raka di telinga Cecil
Dokter masuk ke ruangan,
 sontak semua orang yang ada diruangan menoleh ke arah pintu karena 
mendengar suara pintu yang terbuka. Tanpa mereka sadari, saat itulah 
Cecil pergi. Pergi meninggalkan mereka semua untuk selamanya. Pergi 
meninggalkan orang-orang yang menyayangi dan di sayanginya. Urusan Cecil
 udah selesai, mah, Cecil mau mau ikut mamah sekarang. Jiwa Cecil pergi 
bersama ibunya. Pergi untuk selamanya
Hanya Raka yang 
merasakan kepergian Cecil. Tiba-tiba tangan Cecil yang ada di 
genggamannya menjadi lemas dan terkulai dan dingin sekali. Raka juga 
sempat merasakan ada suatu hawa dingin yang melewatinya bagaikan angin 
namun terasa sejuk. Raka menoleh. Mata Cecil sudah terpejam rapat dan 
tersungging sebuah senyum manis di bibirnya
Raka langsung diam. Diam
 seribu bahasa. Wajahnya mendadak berubah menjadi tegang. Dokter masuk 
dan menghampiri mereka. Semua tersenyum saat di sapa oleh sang dokter 
bersama suster namun tidak dengan Raka. Dia tidak dapat bergerak dan 
sulit merasakan segalanya. Dia tau, Cecil telah pergi. Cecil pergi 
ninggalin gua, batin Raka
“Kalian sedang berkumpul?” tanya dokter
“Kami sedang mengobrol dengan Cecil” jawab ayah Cecil
Dokter tersenyum dan menghampiri Cecil dan melihat ekspresi tegang Raka. “Kamu kenapa?”
Yang ditanya hanya diam 
terpaku menatap wajah Cecil. Dokter segera memeriksa tangan Cecil. 
Dingin. Dokter diam terpaku dan beberapa detik kemudian langsung meraba 
denyut nadinya. Dia tidak merasakan detakan jantung di denyut nadi Cecil
“Ada apa, dok?” tanya ayah Cecil
Dokter melirik Raka 
sebentar lalu menoleh pada yang lain. “Cecil sempat koma…dia hanya 
menunggu kalian. Dia sudah ditunggu…Maria…ini pilihannya, samapi disini 
perjuangannya. Ikhlaskan dia pergi”
Kata-kata Dr. Prasedya 
seperti transparan dan tidak bisa diterima ayah Cecil. Ayah Cecil 
langsung memeluk tubuh dingin-kaku anak semata wayangnya itu. Tidak ada 
air mata yang mengalir tapi hati mereka menjerit. Mereka malu untuk 
menitikkan air mata mereka di depan jasad Cecil yang sedang tersenyum
“Rest in peace, dear, with your beloved mother” ujar Caroline lirih
·
Raka, Santa dan Rama 
berdiri di samping makam Cecil. Baru saja mereka menguburkan jasad Cecil
 dan menyatukannya dengan tanah. Cecil terlihat cantik tadi dengan gaun 
putih bersih yang sangat cocok untuk ia kenakan, Cecil masih terlihat 
cantik sekalipun raga dan jiwanya sudah tidak bersatu. Raka tidak dapat 
menitikkan air mata namun tidak ada senyum yang terukir di wajahnya
“Ikhlasin dia, Ka. 
Lakuin hal yang terbaik buat lo. Jangan buat Cecil sedih ngeliat lo yang
 masih sedih karena dia dari atas sana” ujar Santa di pemakaman Cecil
Rama merangkul bahu sahabatnya, “Life goes on, bro. Cecil udah pergi dengan tenang. Jangan beratin kepergian dia lagi”
Mini dan Dido serta Bona
 berdiri setelah menyekar bunga di atas makam Cecil. Ayah Cecil, ibu 
tirinya, dan orangtua Raka serta Dr. Prasedya sudah pulang terlebih dulu
 tadi. Raka masih memandang makam Cecil dengan pandangan sendu. Orang 
yang dicintainya telah tenang disana, meninggalkannya dengan segunung 
rasa rindu yang belum terlampiaskan
Raka diam, “Gua mau ke Parangtritis. Ada yang mau ikut?” tanyanya sambil berjalan pergi
Semua teman-temannya 
langsung saling pandang. Mereka tidak ingin ikut sebenarnya karena 
mungkin Raka butuh waktu untuk sendirian dan menenangkan pikirannya atas
 Cecil tapi mereka takut Raka justru makin terpuruk dan terjadi hal yang
 tidak diinginkan jika mereka tidak ikut. Akhirnya mereka melangkahkan 
kaki mengikuti Raka
“Trauma
 yang dialami Cecil itu adalah karena dia pernah…diperkosa oleh pacarnya
 sewaktu SMP, saat kami masih tinggal di Bali” jelas ayah Cecil lirih
“Ha? Ce-Cecil di-di per-kosa?” tanya Rama tergagap tak percaya
Raka dan Santa duduk 
dalam diam. Mereka tidak dapat berkomentar apapun. Kenyataan pahit 
berikutnya yang sulit diterima oleh mereka. Cecil, seorang gadis yang 
kuat dan cuek ternyata memeiliki masa lalu yang kelam yang menciptakan 
trauma mendalam untuknya. Itulah yang membuatnya menjadi gadis yang 
cuek, dingin dan antipasti terhadap cowok-cowok
“Ya, mereka baru pacaran
 selama 3 bulan saat pacarnya mengajaknya ke rumah cowok itu yang memang
 sepi dan…caranya sungguh licik” geram ayah Cecil
“Makasih, om, atas cerita realitanya. Ikhlasin Cecil ya, om, yang ikhlas. Kami pamit dulu” pamit Santa
Ayah Cecil tersenyum, “Om harap kalian tidak melupakan Cecil pernah ada diantara kalian”
Semua tersenyum, “Pasti, om. We will never forget her, never” jawab Raka pedih
Raka teringat kembali 
kejujuran ayah Cecil sehari sebelum Cecil di makamkan. Kini ia berdiri 
di atas batu karang di pantai Parangtritis. Hari sudah sore, matahari 
hanya tinggal sepenggal dan menyinarkan warna oranye ke seluruh pantai. 
Air laut mulai pasang dan menabrak ke karang. Kerasnya deburan ombak 
masih belum bisa menghilangkan kekesalan Raka pada mantan Cecil yang 
membuat hidup Cecil berbeda selama ini
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…………” teriak Raka di lepas pantai
Raka meneriakkan isi 
hatinya. Random feeling. Ia berharap semua perasaan yang terkumpul di 
benaknya semua dapat keluar lepas tanpa menyisakan sisa apapun. Cil, 
maafin gua kalau bakal ada pengganti lo, life goes on and I have to 
see future, not the past. You’re my past but you’re the one only will I 
never forget. I love you always, batin Raka
“Ka, ayo balik ke penginapan” ajak Rama
Raka menoleh dan 
mengangguk. Untuk terakhir kalinya dia melihat pantai Parangtritis, 
karang dimana dia bertemu Cecil duduk sendirian disini. Maaf gua bakal 
lupain kenangan lo satu persatu, Cil, tapi bayangan lo akan selalu ada 
di hati gua, batin Raka dan berbalik badan meninggalkan pantai itu. 
Matahari tenggelam dan digantikan dengan bulan yang bersinar terang 
seperti hidup Raka yang menenggelamkan masa lalunya dan menerangkan masa
 depannya
It doesn’t matter, Ka, I wish all the best for you
Raka tertegun mendengar 
kata-kata itu mengalir lembut di telinganya da nada udara sejuk di 
sekitarnya. Cecil?, batin Raka bertanya. Raka memandang ke sekitar dan 
tidak menemukan apapun. Kemudian dia tersenyum dan memandang langit 
senja yang tampak semakin indah, seindah senyumannya dan senyuman Cecil
***
Please kindly check other stories on www.wattpad.com/tengkuwidya 
Subscribe to:
Comments (Atom)


