Friday, April 1, 2016

IBU

"KAMU! SALAH KAMU! SEHARUSNYA, KAMU SAJA YANG MATI! DASAR ANAK SIALAN!" hardiknya dengan mendorong tubuhku keras hingga sikuku membentur sudut meja
"Ashh.." erangku pelan
"PERGI KAMU!"
Aku segera berlari ke kamarku yang berada di dekat pintu belakang dan menguncinya. Takut-takut kalau ibu tak sengaja membukanya dan aku kembali menerima segala perlakuannya.
Ya, ibu. Dia ibuku. Wanita yang telah melahirkanku ke dunia fana ini hampir 16 tahun lalu. Wanita yang selama 8 bulan mengandungku dan memberikan cintanya. Wanita yang akan selalu kupuja dan kuhormati sepanjang umurku, sesuai ucapan baginda Nabi. Wanita yang akan selalu kucari keridhaannya.
Kini, tak pernah lagi kurasakan belai kasihnya.
Selama 6 tahun ini, yang selalu ia berikan padaku hanya ucapan-ucapan kasarnya dan perilaku kejamnya. Setiap hari kulalui tanpa pernah lepas dari luka di tubuh dan hatiku. Namun tak mengapa, asal aku tak berlaku kasar padanya. Aku ikhlas jika dia berbuat kasar padaku, asal aku masih tetap menghormatinya.
Perilakunya berubah semenjak kematian adik semata wayangku, Ali. Ia meninggal dalam kecelakaan yang terjadi di depan sekolah kami dulu.
Saat itu, kami hendak pulang sekolah. Aku yang masih kelas 6 SD dan Ali yang masih kelas 3 SD. Umur kami hanya terpaut 2 tahun dan kami sama-sama murid berprestasi disekolah yang sering lompat kelas. Saat itu, aku dan Ali sedang berjalan di sisi trotoar seperti biasa. Namun hari itu, Ali melihat kerumunan temannya yang sedang sibuk bermain kelereng di pinggir jalan, dekat sebuah lapangan dan meminta izinku untuk bermain sebentar. Tentu aku mengizinkannya karena hari itu adalah hari Sabtu, hari terakhir kami sekolah di minggu tersebut, yang tak ku tahu bahwa hari itu adalah hari terakhir adikku tersayang.
Aku menunggunya bermain sambil duduk dibawah pohon di pinggir lapangan sambil membaca buku pengetahuan umum. Mungkin aku terlalu larut dalam bacaan hingga tak waspada menjaga Ali. Aku tersadar saat ada suara teriakan yang sangat aku kenal. Suara yang selalu memecahkan suasana rumah saat berlari-larian di halaman rumah. Aku mendongak dan melihat tubuh Ali yang dihantam sebuah mobil pick-up.
Dengan kecepatan maksimal, aku berlari menghampiri tubuhnya yang berlimpah darah tepat didepan mobil tersebut. Aku menepuk pipinya pelan dan terus memanggilnya namun tak dijawabnya. Aku masih terlalu kaget untuk bereaksi lain hingga kerumunan disekitarku meraih tubuh Ali dan membawanya ke dalam mobil.
Ali meninggal ditempat. Dokter bilang, pembuluh darahnya pecah saat berbentur badan mobil.
Aku kehilangan adik laki-lakiku serta ibuku. Ali yang sudah pulang ke sisi-Nya, dan ibu yang tak lagi menganggapku.
Bagaimana pun, aku hanyalah seorang anak perempuan berumur 10 tahun yang tak lebih kuat dari mobil itu. Tapi kuterima segala tuduhan ibu yang mengatakan bahwa aku yang menyebabkannya kehilangan sosok lucu Ali.
Aku menatap foto keluarga kami yang tergantung di dinding kamar kecilku ini dan air mataku menetes karena melihat sosok Ali. Air mata yang tak pernah menetes dihadapan ibu saat ia berlaku kasar padaku ataupun saat kepergian Ali.
Aku meringkuk di belakang pintu, diatas lantai dingin ini sambil menangis dan mengabaikan nyeri luka-lukaku. Luka tubuhku ini tak seberapa jika dibandingkan luka hatiku yang selalu menangis.
Maafin kak Ai, Li.

***

Please kindly open https://www.wattpad.com/94537796-ibu to read the whole chapters

No comments:

Post a Comment