Thursday, January 15, 2015

The Matchmaking part4

Pagi ini gue duduk manis dikursi dan siap menerima soal ujian. Hari ini ada daily test and I'm sleepless for studied. Kini kepala gue seperti tertusuk tepat di ubun-ubunnya, sakit sekali. Keringat dingin mengalir dan tulisan-tulisan ini membuat mata gue sakit. Di pelajaran berikutnya, gue gak terlalu memperhatikan karena sakit di kepala gue tak kunjung membaik. Waktu istirahat pun gue gunakan untuk tiduran. Kepala gue terlalu sakit untuk dapat sampai di kantin. Namun dengan perhatian, Rachel datang membawa dua bungkus roti.

"Koc, bangun!" gue mengangkat kepala menatapnya. "Nih ada roti. Makan diam-diam biar lo baikan"

Gue tersenyum dan mengambil rotinya. Gue robek rotinya di kolong meja dan menelan potongan pertama. Pada potongan kedua yang hampir masuk ke mulut, ada petugas kebersihan yang masuk ke kelas dan menegur gue lalu mengambil roti itu. Malangnya nasib gue. Rachel menatap gue simpati dan gue kembali menunduk. Ponsel di tas gue bergetar, ada pesan masuk.

Agatha ▶ Koc, balik ke rumah nyokap dulu aja, nanti gua jemput. Gua ada PM tapi jangan kemana-mana

Ke rumah mama? Gue ada tugas kali. Gue menghela nafas pendek dan menggeleng lalu membalas pesan untuk Atha.

Agatha (re:) ▶ Gue lgsg plg aja ke rmh, ada tugas. Gampanglah baliknya

Agatha ▶ Yaudah, sip. Take care

Take care? W-O-W!! perhatian banget sih suami gue ini, ya ampun. Gue tersenyum dan kembali meletakkan ponsel ke dalam tas dan kembali merebahkan kepala diatas meja. Take care? I'm headache!

Bel pulang sekolah berbunyi dan seisi kelas langsung menghambur keluar bergabung dengan kepadatan koridor yang berisik dan sesak. Gue masih setia merebahkan kepala diatas meja namun dengan tas yang sudah siap menempel dipunggung. Gue sedang memikirkan akan naik apa untuk pulang kerumah saat ada yang menepuk pundak gue.

Gue mendongak dan melihat Rachel, "Dijemput, Ci?"

Gue menggeleng, "Enggak. Kenapa, Chel?'

"Mau bareng, gak? Sekalian ngerjain tugas bareng. Dirumah lo, boleh?"

Gue menatapnya kaget dan mengerjapkan mata berkali-kali, mencerna. "Ehem, dirumah gue? Hm.. dirumah lo saja deh"

"Yah, rumah gue ramai. Banyak keponakan. Ayolah"

Gue berpikir sejenak. Duh gimana ceritanya ini. Gue kan mau pulang ke rumah gue--dan Atha--dan udah bilang juga sama Atha, tapi Rachel mau kerumah dan kalau gue ajak terus nanti Atha pulang dan mereka ketemu, gimana? Rachel bisa tahu dan semua kebongkar! Tapi kalau gue ajak ke rumah mama dan nanti Atha pulang gue gak ada dirumah? Durhaka banget gue jadi istri. Dari kaca kelas, gue lihat Atha lewat dan dia menoleh ke dalam kelas--kearah gue!

"Koci!" tegur Rachel

Gue menoleh kaget, "Eh, iya"

"Yaudah, yuk!"

Dia menarik gue berdiri dan keluar kelas. Loh-loh-loh, mau kemana? Eh tadi itu gue bilang iya? Astaga, kok misunderstand gini sih, tapi kalau bilang enggak kan gak enak juga sama Rachel. Huuuh.. gue harus kasih kabar Atha deh.

Agatha (re:) ▶ Tha, tmn gue mau kermh, bljr. Kalau mau plg kabarin ya

Agatha ▶ Oke

Tiba dirumah, Rachel tampak menilai rumahku ini. Aku membukakannya pintu dan matanya terus menjelajahi rumah. Gue mempersilahkannya duduk dan gue berganti pakaian sebentar. Setelahnya gue buka pintu belakang agar ada udara segar yang masuk dan membuatkannya minuman serta mengeluarkan snack kecil. Rachel ini kepo sekali ya, untung saja foto gue dan Atha tersimpan hanya dikamar kami.

"Rumah lo pindah lagi, Ci?" tanyanya

Gue mulai membuka buku dan menggeleng, "Enggak, kok. Ini rumah gue"

"Yang kemarin?"

"Itu rumah tante" Dia memberikan gue tatapan bertanya yang mengharuskan gue menjelaskan lebih padanya, "Ya, seperti lo lihat, gue tinggal sendirian. Gue sempat dititipkan dirumah tante, tapi gue gak betah jadi ya.. here I am"

Dia mengangguk puas, "Rumah lo bagus, Koc. Simple. Lo berani tinggal sendiri?" Gue hanya tersenyum kecil dan mulai membaca. Ia duduk disamping gue dan mengeluarkan bukunya. "Kok gak ada foto apapun yang dipajang?"

Gue menatapnya dan ikut memandangi dinding-dinding dirumah. "Eh-hm.. iya, belum sih"

Rachel menarik napas dalam-dalam dan tersenyum, "Bisa nih gue sering-sering kesini"

Gue tersenyum kecut dan mengalihkan perhatian pada tugas-tujuan utama kami berada disini. Haaaah.. lega sekali karena rumah ini benar-benar menunjukkan kepemilikan kami--gue dan Atha--tanpa merusak suasana.

Setelahnya, gue menyiapkan makanan untuk Rachel. Ia makan sambil memandangi kolam di halaman belakang yang berisikan ikan-ikan hias milik Atha. Gue sendiri memilih memberi makan peliharaan Atha ini. Gue sedang malas makan walaupun kepala masih terasa seperti tertekan.

Akhirnya Rachel pulang--hari sudah sore sekali--dan sebelum gue sempat memberi kabar pada Atha bahwa dia sudah aman untuk pulang, mobilnya memasuki halaman. Gue segera menoleh ke persimpangan jalan diujung, memastikan Rachel sudah benar-benar pergi dan tidak berpapasan dengan Atha. Panjang umur sekali suami gue ini, baru dipikirin udah muncul.

"Ngapain, Koc?" tanyanya polos

Gue menatapnya bete, "Kan gue bilang kalau mau pulang kabarin dulu"

Ia memukul keningnya keras, "Astaga, lupa! Temen lo masih ada?' tanyanya dengan berbisik

Gue menggeleng, "Tuh baru balik"

Dia melirik ujung jalan dengan tak acuh dan menggenggam bahu gue, matanya memeriksa wajah gue. "Lo sakit?" tanyanya dengan nada agak cemas

Gue menggeleng, "Cuma sakit kepala"

"Kenapa?" Gue mengedikkan bahu. "Udah makan?" tanyanya lagi. Kali ini dengan nada dingin. Gue menggeleng. "Kenapa?"

"Gue lagi gak pengen makan, Tha"

Dia mendorong gue masuk dan duduk di sofa. "Lo harus makan! Gak ada alasan gak makan"

Gue menarik tangannya, "Lo kan capek. Istirahat saja" Ia menatap gue untuk beberapa saat, kemudian tersenyum. "Lagian gue kalau lagi haid emang gini, kok"

Ekspresi wajahnya berubah kaget dan lucu lalu ia beranjak ke dapur. Huuh.. dasar ya cowok itu emang gak bisa ngertiin cewek banget. Tau gak sih kalau cewek lagi datang tamu bulanan suka gak enak badan gini.

Tercium aroma masakan yang harum sekali dari dapur. Astaga, aromanya sangat menggoda. Gue berdiri dan melihat Atha yang sedang memasak. Seragam sudah tak lagi dikenakannya dan tersampir di kursi makan. Dengan kaos oblong putihnya, ia mengaduk masakannya. Gue berdiri disebelahnya dan mengintip. Cream soup!

Dia menoleh, "Ngapain lo?'

Gue tersenyum lebar, "Harum" puji gue

"Mau?" tanyanya sambil tersenyum

Gue mengangguk cepat. Dia menuangkan supnya ke mangkuk dan meletakkannya diatas meja. Gue mengikutinya duduk dimeja makan dan siap menyantap cream soup buatan Atha. Gue telan suapan pertama dan rasanya.. luar biasa! Ini masakan pertamanya selama menjadi suami gue. Kok jadi kayak unyu gini sih?? Gue melahap habis cream soup buatannya.

"Gak pengen makan, Koc?" tanyanya meledek

Gue menggeleng dengan tersenyum, "Enak sih" Dia ikut tersenyum. "Lo bisa masak, Tha?"

"Ya bisalah"

Gue mengangguk, "Makasih" Ia tersenyum. "Yaudah, mandi sana gih!"

"Malas. Lo saja gih! Lo belum mandi juga kan"

Gue menatapnya sebal, "Bau, Tha, lengket. Sana mandi! Gue setelah lo mandinya"

"Kenapa gak mandi bareng?" tanyanya nakal

"Atha!"

"Ih minus banget nih otaknya. Maksudnya, lo di bathtube gua di shower"

Gue menggeleng tegas, "Enggak! Sana mandi!"

Dia tersenyum dan berdiri. Sebelum beranjak ke kamar, ia membelai kepala gue dan berlalu. Gue terdiam sejenak lalu memandanginya yang berjalan ke kamar. Gue tersenyum tipis dan mengangkat piring kotor untuk dicuci. One another nice evening with my hubby

***

Gue bangun tidur dan melihat Atha sudah tidak ada. Kemana dia? Setelah bersih-bersih diri, gue keluar untuk mencari Atha dan menemukannya sedang belajar di ruang tengah. Hari ini adalah hari Minggu dan Atha masih belajar. Ia benar-benar berniat membuktikan bahwa nilainya akan bagus dan mewujudkan mimpinya melanjutkan study di Amerika.

"Udah sarapan, Tha?"

Dia mendongak, matanya sayu. "Belum"

"Mau sarapan apa?"

"Roti saja"

Gue ke dapur dan membuatkan roti bakar untuk sarapan kami. Setelahnya gue membuatkan satu gelas besar susu. Ini adalah menu sarapan kami sehari-hari. Gue bawakan roti dan susu ini ke Atha yang terlihat capek. Ia langsung menegak susu hangatnya dan melahap satu roti seperti orang kelaparan.

"Bangun jam berapa, Tha?"

"Habis subuh gua gak tidur lagi"

Gue duduk diatas sofa tepat dibelakang Atha dan memijat bahunya, "Jangan terlalu diforsir, Tha. Kalau capek nanti malah gak nangkep"

Ia merebahan kepalanya di kaki gue dan memejamkan mata, "Otak gua gak secerdas lo"

"Tapi ini hari Minggu, Tha, dan masih pagi"

Gue memijat kepalanya, "Justru karena masih pagi. Gua pengen siang ini jalan-jalan, refreshing"

Pasti Atha mau hang-out sama kak Mike dan Mika itu. Atha memejamkan matanya selama gue memijat kepalanya. Sepertinya Atha benar-benar capek. Otot-otot di lehernya sangat tegang. Kasihan Atha. Apa yang bisa gue bantu? Beberapa menit kemudian gue sadari bahwa Atha telah tertidur. Gue belai wajahnya dan tersenyum. Suami gue ini ganteng ya:)

***

Gue sedang bersih-bersih rumah saat Atha selesai mandi dan mengambil dengan tiba-tiba gagang pel dari tangan gue. Atha sudah berpakaian rapi, pasti siap pergi.

"Mandi sana! Udah siang gini belum mandi, jorok banget sih!"

Gue menatapnya bete, "Biarin sih, gue ini. Nanggung ngepelnya"

"Gua saja yang lanjutin. Sana mandi! Gua gak suka istri gua jorok"

Dengan didorongnya, gue masuk ke kamar untuk mandi. Baru jam setengah 12 dan Atha sudah rapi. Pasti dia udah janjian. Well, gue kemana ya enaknya selagi dia pergi? Malas deh dirumah sendirian nungguin dia. Akhirnya gue masuk ke kamar mandi sambil terus berpikir rencana hari ini.

Ada ketukan di pintu, "Koc, buka"

"Apaan?! Enggak!"

"Gua mau kasih baju"

Baju? "Gak usah. Gue bawa baju, kok"

"Baju apa?"

Kepo banget sih! "Ya baju. Udah deh keluar, lanjutin pelnya"

"Baju rumah, kan? Udah buka bentar sih, ambil doang. Gua gak ngintip kok"

Gue berpikir dan mencerna ucapannya. Gue buka pintu dan hanya memunculkan kepala. Atha berdiri membelakangi pintu dengan memegang baju yang ia maksud tadi. Gue mencolek punggungnya. Ia mengulurkan pakaian tersebut tanpa berbalik dan gue menutup pintu dengan senyuman. Suami gue sopan ya.

Gue keluar dan berkaca. Atha yang milih nih? Pintar juga. Jeans dongker dan kaos pendek yang feminim. Saat keluar kamar, gue lihat rumah sudah rapat sekali, dikunci. Gue mendengar suara mesin mobil. Naah.. Atha udah siap mau pergi dan mau drop gue dirumah nyokap kan, tapi gue yakin rumah kosong. Bokap kan lagi dinas, so pasti nyokap ngintil.

Gue hampiri Atha yang sedang merokok didepan, "Mau pergi, Tha?"

Dia menoleh dan mematikan rokoknya. "Iya. Yuk!"

Gue menatapnya yang telah berdiri, "Lo pergi saja gapapa, kok. Gua lagi gak pengen ke rumah nyokap"

Ia memandang gue bingung. "Siapa yang mau ke rumah nyokap?"

"Gue dirumah saja, gapapa kok. Lo hang-out saja sama temen lo, gapapa"

Tatapannya semakin menunjukkan kebingungannya, "Lo ngomong apa sih? Kita mau jalan-jalan"

"Kita?"

"Iyalah. Lo pikir gua sendiri? Tega banget kali gua ninggalin lo" Dia memberikan tas tangan gue. "Lagian kita gak pernah quality time as a husband and a wife"

Speechless.. kenapa Atha tiba-tiba jadi romantis gini? Gue tersenyum dan dia membawa gue ke pintu penumpang dan ia mengeluarkan mobil dari halaman--setelah mengunci pintu.

Kami makan siang disebuah café di sebuah mall, katanya sih ini café favorit dia. It means dia sering nongkrong disini bareng temen-temennya dong? Atau malah jangan-jangan dia berniat namun gue dengan sahabatnya? Oh no.. please jangan Tha.

"Lo kenapa?"

Gue menatapnya dan menggeleng. Gue kembali melahap makanan gue dengan selera yang buruk. Mata gue menjelajah cafe berkali-kali dan ketakutan gue memuncak saat melihat sosok kak Mike memasuki café. Oh no! Gue menunduk sambil terus mengintip kearahnya yang duduk tak jauh dari meja kami bersama seorang cewek. Itukah Mika? itukah dia?

"Koc?" panggil Atha

Gue tak menanggapi pertanyaannya yang membuatnya menoleh, memandang ke arah yang sama dan melihat teman-temannya. Segera ia berbalik menghadap gue, wajahnya kaget. Saat gue kembali menatap meja itu. Pandangan gue bertemu dengan pandangan kak Mike.

"Koci!" sapanya

Sial! Atha terdiam. What? Sepertinya Atha tak tahu keberadaan teman-temannya? Oh! Mereka berjalan menghampiri. Bukankah belum ada yang tahu bahwa status kami menikah, termasuk kak Mike? Duuh Koci, mata lo iseng sih ngintipin orang mulu. Sekarang rasa kan lo ketangkep basah gini.

"Hei! Koci, disini juga?"

Gue mendongak dan tersenyum kecut, "Eh, kak Mike. I-iya"

"Sama siap--" ia menoleh ke Atha dan.."--Aga! What a surprise!" Ketahuan!

Atha memasang ekspresi datar, "Aga? Kok disini gak bilang? Mike, kita gabung disini saja" ujar sang perempuan

Atha menatap gue, meneliti, "Kok kalian bisa bareng? Jangan bilang kalian lagi deket, ya?" tanya Mike

"Enggak!" jawab gue dan Atha bersamaan. Bedanya suara gue panik dan Atha dingin

"Kita sepupu" tambahnya

Jika ada yang tahu status kami sesungguhnya memang fatal, itu perjanjian kami. Tapi mereka sahabat Atha, kan, kenapa Atha gak jujur? Gue sedikit merasa kecewa mendengar ucapan Atha namun lega juga.

"Kenapa gak pernah bilang, Ga? Lagian kalau disekolah kayak orang gak kenal sih"

Sebuah tangan lentik terulur didepan gue, "Hei, gue Mikaila, sahabat Aga sejak SD. Salam kenal"

Gue menjabat tangannya dan tersenyum tipis, "Koci"

Dia tersenyum, membuatnya semakin cantik. "Nama yang lucu"

Akhirnya kami duduk bersama disatu meja, dengan posisi; Atha, gue, kak Mike dan Mika. Kami makan bersama namun nafsu makan gue turun drastis dan makanan gue jadi tak tersentuh. Atha menatap gue, bertanya namun gue hanya menggeleng pelan dan ia yang menghabiskan makanan milik gue.

"Kalian ini deket banget ya sampai Aga yang ngabisin makanan Koci?"

Gue melirik Atha yang menatap lurus piringnya, "Ohya, ini dia Ci, Mika yang lengket banget sama Atha. Cocok, kan?"

Gue menatap mereka saksama. Ya, cocok. Gue tersenyum dan mengangguk, walau hati gue menangis. Atha menatap gue lurus, pandangan matanya mengirimkan keyakinan. Sepertinya sudah terbangun ikatan batin diantara kami?

"Lo Mike, bisa saja. Lihat tuh Aga jadi diem kayak patung"

"Selow, Ga"

"Sejujurnya sih gue pernah suka sama Aga. Sayangnya Aga gitu sih, makanya gue penasaran cewek Aga sekarang gimana"

Gue tersenyum mendengar, "Kita duluan ya, ada urusan"

Atha berdiri dan menarik gue tanpa lagi menunggu jawaban teman-temannya. Ia membayar di kasir dan meninggalkan teman-temannya kebingungan. Gue hanya diam, diam karena berpikir, bahkan terlalu banyak berpikir.

Kami berhenti disebuah tempat bermain. Ia menatap gue dengan penuh arti.

"Sorry. Don't think too much about that"

"Never mind" sahut gue bohong

Akhirnya Atha mencairkan suasana dengan mengajak gue bermain dan suasana benar-benar cair. Kami bersenang-senang bersama, melupakan hal lain selain bermain--untuk sementara.

***

No comments:

Post a Comment