Thursday, January 15, 2015

The Matchmaking part5

"Gua ada rencana liburan sama Mike dan Mika. Mau ikut?"

Gue menatapnya yang sedang berbaring di pangkuan gue, "No"

"Mereka tahu status kita sebagai sepupu. Why not?"

Gue menggeleng, "Gapapa. Gue ada rencana juga travelling sama nyokap"

"Dan gua gak diajak?"

Gue terkekeh, "Kan lo mau pergi sama temen-temen lo"

Dia menahan tangan gue di pipinya, "Gua udah kirim pengajuan study disana dan udah dikonfirmasi. As you wish, Maret gua ujian, disana"

Gue tersenyum kecil, "Good luck!"

Dia mencium tangan gue, "Gua sayang sama lo"

Mata gue seketika panas dan air mata haru menetes. Ini romantis, kan? Alhamdulillah, betapa indah karunia-Mu, ya Allah. Sebuah perjodohan tanpa dasar perasaan apapun dan tanpa mengenal baik satu sama lain, kini mulai menumbuhkan perasaan yang kuat di diri kami masing-masing untuk yang lainnya.

Ujian akhir semester telah selesai dan libur telah tiba. Malam ini, kami packing bersama. Sebuah tas besar milik Atha dan koper sedang milik gue. Rumah telah rapi dan bersih, siap untuk ditinggal. Besok pagi-pagi sekali Atha akan mengantar gue ke rumah mamanya. Dari sana ia akan dijemput kak Mike dan gue melanjutkan menyetir sendiri mobilnya ke rumah mama bersama mertua.

"I'll gonna miss you" bisiknya

***

The day comes. Gue gak tahu kalau ternyata tujuan wisata kami adalah ke pulau Belitung. Dasar mama, suka yang aneh-aneh. Kami duduk di waiting room dan menunggu pesawat kami. Kami terlibat perbincangan menarik. Ternyata luar biasa rasanya holiday sama para ibu-ibu ini ya.

Tiba di lokasi, kami langsung menuju pantai yang cukup eksis hingga diangkat ke sebuah novel dan film. Subhanallah, indahnya alam ini, betapa besar kuasa-Mu, ya Tuhan. Gue menghirup aroma asin laut dan menikmati pantainya yang indah. Gue menatap kedua nyokap yang sibuk berfoto ria. Gue sendiri memilih mengabadikan pemandangan, dalam hati berharap bisa berada disini bersama Atha.

Dari siang hingga sore kami menghabiskan waktu untuk berbelanja, biasalah perempuan. Gue hanya membeli beberapa barang mengingat rumah bersama Atha menganut sistem simple yang tak sebebas dirumah mama yang diletakkan disembarang tempat. Saat sedang memilih barang-barang, gue teringat Atha. Apakah gue harus membeli sesuatu untuknya?

Setelah makan malam, kedua nyokap gue bergosip ria sambil menonton acara di televisi. Gue merasa gak cocok berada diantara mereka, merasa tua banget kalau ikutan. Akhirnya gue pamit ke pantai. Mumpung disini, memanfaatkan pantai untuk berbagi penat dan menikmati keindahan, apa salahnya, di Jakarta kan pantainya jauh.

Gue membawa serta kamera untuk mengabadikan keindahan pulau Belitung ini. Siapa tahu gue bisa berbagi pengalaman dengan Atha nanti. Haaah.. berjalan ke pinggir pantai, gue menikmati gelapnya pantai. Agak takut, gue memeriksa apakah sosok tersebut benar manusia atau bukan.

Dibalik batu, gue menemukan kebenarannya. Dua manusia duduk dan sedang mengobrol.

"Dia manis, cantik" ujar suara perempuan. "Gue gak tau lo punya sepupu perempuan"

"Dia baru tiba dari luar Jakarta"

Kening gue mengernyit. Gue kenal suara ini. Suara dingin dan ringan ini sangat familiar di telinga gue. Ini mirip suara Atha, tapi kan Atha sedang di Lombok, gak mungkin dia ada disini. Rasa penasaran mengusik gue untuk mengintip, tapi gue takut mereka terganggu dan bukankah ini tindakan yang tidak sopan? Gue bergeming, mendengarkan mereka dengan setia.

"Siapa pacar lo sekarang?"

"Emang kenapa?"

"Cuma nanya, kok. Well, lo jadi pergi?" Sang cowok menjawab dengan gumaman saja yang tak dapat gue dengar jelas. "Well, lo tahu gue punya rasa sama lo, Ga. Sampai sekarang"

Ga? Apa yang dimaksud perempuan itu adalah Aga--Agatha--Atha? Aliran panas mengalir di pipi gue. Apa benar itu Atha? Dan kalau itu atha berarti Mika disampingnya? Benarkah Mika yang mengatakan memiliki perasaan pada Atha hingga saat ini?

"Nyokap lo pernah bilang kalau lo juga pernah suka gue wakti SMP, bener? Tapi kenapa lo gak pernah bilang?"

"It's too late, Mik" suaranya terdengar sedih

Mik? He means Mika? So, it is true. They're Mika and Atha. Air mata mengalir semakin deras di pipi tak tertahankan. Gue hanya mampu menahan diri agar isakan gue tak terdengar. Gue harus kembali ke penginapan. I don't care about them. Masalahnya, apakah gue masih sanggup berjalan dengan kaki lemas ini?

"Too late? Jadi lo bener udah punya pacar? Lo sekarang jadi lebih tertutup, Ga"

"Ada waktunya nanti"

"Gue kangen Aga-gue"

"Gua masih disini, Mik. Gua masih sahabat lo. Dan gua sayang sama lo"

Gue jatuh terduduk dibalik batu. It's so painful. Atha sayang Mika. That's the point. Kenapa gue harus hadir diantara mereka? Kenapa harus seperti ini?

***

Agatha ▶ Gue gak jadi ke Lombok, lagi di Belitung nih. Gimana liburan sama mertua?

Gue membaca pesan dari Atha pagi ini tanpa ada niat membalasnya. Gue masih bergelung diri dalam selimut, enggan beranjak. Gue takut akan bertemu Atha, tapi kalau gue hanya diam, pasti kedua nyokap gue akan curiga dan khawatir. Dan well, ini liburan, gue harus have fun dong.

"Sudah bangun, Koci?" tanya mertua gue

Gue keluar dari selimut dan tersenyum, "Udah kok, mah"

"Mama kamu sedang mengambil sarapan kesini" Gue hanya mengangguk. "Tadi malam Atha telfon waktu kamu di kamar mandi"

Gue mengernyit. Apa mama juga tahu kalau Atha juga ada disini? Bisa gawat. Kalau mama tahu pasti kami akan liburan bersama. Sedangkan gue belum sanggup melihat Atha bersama Mika, yang jelas-jelas mereka memiliki perasaan satu sama lain.

"Atha nanyain kamu karena ponsel kamu mati katanya. Mama rasa dia sudah kangen sama kamu"

Gue tersenyum tipis sekali. "Atha sudah sampai, mah?"

Mama mengangguk, "Iya. Pasti Lombok terlalu menyenangkan ya"

Lombok? Mama belum tahu kalau Atha ada disini? Apa mama sudah bilang kami juga disini? Gue merasa pusing memikirkan hal ini. It hurts me so deep.

"Atha punya sahabat dekat ya, mah?"

"Ya. Atha punya dua sahabat baik yang sangat dekat dengannya. Mike, yang dikenalnya sejak SMP dan Mika yang adalah teman sejak SD. Mike satu sekolah dengan kalian, kamu kenal dia, kan?" Gue mengangguk mengiyakan. "Ya, mereka bersahabat dan memang dengan Mika, Atha lebih dari sekedar dekat"

Gue telan bongkahan pahit yang terasa ditenggorokan, "Deket banget, mah?"

"Ya. Bahkan Mika cerita kalau dia memang punya rasa dulu. Atha pun sempat memiliki rasa dulu sama Mika. Mereka gak pernah pacaran, tapi mereka protect satu sama lain setiap yang lain punya pacar. Tapi itu dulu kok, sayang"

Gue berikan senyum tipis padanya, "Oh ya, mah, Atha punya banyak nama panggilan, ya?"

"Maksud kamu?"

"Kita manggil dia Atha. Disekolah dia dipanggil Agatha dan sama sahabatnya dia dipanggil Aga"

Mama terkekeh geli, "Kamu pasti bingung, ya" Mama menyelesaikan tawanya dan mengatur napas. "Dari kecil dia selalu memanggil dirinya dengan nama Atha. Kata dia, manggil Agatha susah, kepanjangan. Jadilah nama Atha. Dan sejak sekolah teman-temannya lebih suka manggil nama depannya, Aga dan sebagian lagi Agatha. Jadi teman-temannya dipersilahkan memanggil namanya Aga atau Agatha, asal jangan Atha" jelas mama panjang lebar

Gue mengernyit, "Kenapa?"

"Karena Atha adalah nama kecilnya dan hanya keluarga yang boleh"

Gue menunduk, "Berarti Koci lancang ya, mah"

Mama menggeleng tegas, "Enggak dong, sayang. Kamu kan juga kini keluarga kami juga"

Gue tersenyum, "Tapi mah, Mika cantik, kan. Kenapa Atha gak dijodohin sama dia saja? Pasti cocok"

Mama menggenggam bahu gue, pandangannya lembut, "Kami memilih kamu, sayang. Kami tahu kamu yang terbaik buat Atha, insyaAllah"

Rasanya mata gue panas mendengar jawaban mama barusan. They choose me. Gue tersenyum dan memeluk mama erat. Ya Tuhan, terima kasih karena Engkau biarkan mereka memilih hamba-Mu ini. Berkahilah kami selalu.

***

Sore hari hujan turun namun gue masih berada disekitar pantai. Terpaksa gue harus berteduh hingga hujan reda, gue tak membawa ponsel karena sengaja gue matikan demi menghindari Atha, dan sekarang gue menyesal karena tidak bisa mengabarkan nyokap.

Hujan masih deras dan gue semakin merasa dingin. Gue memeluk tubuh gue yang hanya memakai kaos dan celana pendek. Sebagian tubuh gue sudah basah. Gue menahan gertakan gigi yang menggigil. Disaat tak tepat inilah takdir memilih gue untuk dibuat kaget. Didepan gue berlari tiga orang. Satu laki-laki menutupi kepalanya dengan jaket sendiri dan dijaket satunya digunakan oleh sepasang anak manusia yang jelas gue kenal siapa.

Dingin semakin menggigit kulit gue, dingin menjalar semakin luas ke dalam hati dan pikiran. Astaga.. gue benar-benar kedinginan melihat mereka. Kenapa Atha harus berbagi jaketnya dengan Mika? Kenapa bukan kak Mike saja?

Gue tak lagi mempedulikan hujan deras yang mengguyur, gue melangkahkan kaki kembali menuju hotel, menghindari pemandangan yang meremukkan hati. Ini liburan gue, bukan kesedihan yang ingin gue rasakan. Gue harus menghindari mereka demi liburan gue yang seharusnya menyenangkan ini.

Gue melihat Atha merangkul pinggang Mika mesra dan berjalan ke arah gue dengan tawa yang lepas. Mereka terlihat sangat bahagia. Dan Mika mencium pipi Atha. Gue menangis berlinang air mata dan terisak sendirian di tengah pantai.

***

"Koci.. bangun, Koc"

Ada yang memanggil nama gue. Suaranya familiar, nada suaranya cemas dan takut. Ada apa? Gue membuka mata yang terasa berat dan merasa silau melihat cahaya. Seseorang duduk disebelah gue. Pandangan gue kabur karena kepala gue yang pusing, hal tersebut yang membuat gue tak mengenali siapa dia.

"Pusing, Koc?"

Dia menggenggam tangan gue setelah mengganti kain kompres di kening. Rasanya damai sekali. Pasti nyokap gue. Maafin Koci karena Koci sakit disaat liburan gini.

Gue kembali bangun dan sudah merasa lebih baik, tapi ruangan tampak gelap, sepertinya hari sudah malam. Gue duduk dan menyadari tangan gue masih digenggam. Gue menoleh ke si pemilik tangan dan menemukan sosok Atha yang sedang tidur disamping gue, ditempat tidur yang sama dengan gue, dikamar yang sama, dikasur sempit ini. Gue terbatuk karena kaget dan suara batuk gue membangunkan Atha.

"Koc, udah sadar?" tanyanya cemas

"Gue tadi tidur kok, bukan pingsan"

"Syukurlah" dia tersenyum dan memeluk gue. "Jangan hujan-hujanan lagi, Koc. Gua khawatir lo sakit"

Tubuh gue membeku dalam pelukannya, "Lo kenapa disini?"

Dia mengurai pelukannya dan menatap gue, "Mama nelfon"

"Bukannya lo di Lombok?" tanya gue innocent

Dia mengedikkan bahunya, "Tau tuh Mike, mindahin lokasi tanpa konfirmasi"

Gue mengangguk. "Lo bisa balik ke penginapan lo. Sana"

"Ngusir nih? Selow, temen-temen gue tahu kok gua disini"

Gue menatap dia kaget, "What?! Jadi mereka udah--"

"Ssttt.." Dia menginterupsi dengan jari telunjuknya di bibir gue. "Ya, gua bilang ke mereka kalau gua mau nemenin sepupu manja gua ini"

Kepanikan gue berubah menjadi kesedihan. Sepupu. Kenapa Atha gak bisa jujur pada sahabatnya? Mereka orang terdekatnya, kan? Kenapa?

"Kenapa, Koc? Masih pusing?"

Gue menggeleng, "I'm feeling better"

"Sorry karena gua belum bisa nunjukkin lo sebagai istri gue, Koc. Terlalu beresiko karena Mike satu sekolah dengan kita"

"Karena lo gak mudah percaya sama orang lain" koreksi gue

Dia menunduk, "Hanya orangtua gua yang gua percaya" dan kembali ia menatap gue. "Dan lo"

"Kenapa? Apa lo pernah dikecewain sama orang lain?"

"Ya"

"Would you mind to tell me?"

Dia mengangguk, "Not now. It's time to sleep"

Gue menoleh ke tempat tidur sebelah dan melihat kedua nyokap gue telah tidur lelap. Atha membaringkan gue dan memakaikan selimut.

"Lo balik saja, Tha. Lagian disini kan sempit"

"Penginapan gua jauh, Koc. Lo tega?" Gue terdiam. "Lagian juga, kayaknya lo yang keberatan berbagi tempat tidur sama gua?" Dia berdiri. "Gua bisa tidur dikursi atau dilantai--"

"Enggak!" Gue menahannya. "I don't mind. Gue juga gak tega. Udah tidur disini saja sama gue. Tapi maaf sempit dan jangan macem-macem!"

Atha tersenyum dan naik ke tempat tidur, berbaring disamping gue. "Loh, lo kan istri sah gua, salahnya apa macem-macem? Udah halal, kok"

Gue memasang wajah horror dan dia terkekeh. Dia mencium kening gue--kebiasaan sebelum tidur--dan tidur menghadap gue dengan tangannya melingkar di badan gue--posisi memeluk--dan memejamkan matanya. Kepalanya diatas kepala gue, wajah gue di dadanya. Hangat. Kami berbagi selimut dan bantal, juga asur kecil ini. Indahnya:)

Paginya gue bangun dengan batuk yang tertahan. Tak ingin membangunkan Atha atau nyokap, gue beranjak keluar kamar dan melihat langit masih gelap. Dengan memakai jaket dan celana tidur--tak lupa mengambil kamera--gue berjalan ke pantai, mengejar sun rises yang pasti akan indah, walau sambil terbatuk.

Saat matahari terbit, gue abadikan moment yang ada sambil memanjatkan doa pada Tuhan.

Ya Tuhan, betapa indah alam dan karunia-Mu. Betapa kuasa-Mu atas alam nan indah ini. Hamba panjatkan doa semoga manusia sadar akan keindahan alam-Mu dan menjaganya. Saat ini, kupinta juga keridhaan-Mu atas rumah tangga kami, berkahi kami. Aamiin.

Setelah memanjatkan doa, gue pejamkan mata, berusaha meresapi hangat mentari yang berpadu dengan laut. Sebuah tangan melingkari bahu gue, memeluk erat. Kepalanya dileher gue. Dapat gue rasa napasnya yang tersenggal-senggal.

"Kenapa pergi sendiri, Koc?"

Gue membelai rambutnya dan tersenyum, "Tadi kebangun duluan"

"Kenapa gak bangunin gua?"

"Kenapa harus?"

"Gua khawatir" jawabnya pelan

"Sorry, I don't mean that" dan gue kembali kembali terbatuk

Dia melepas pelukannya dan menatap gue cemas, "Koc, kenapa?"

Gue sudahi dengan paksa batuk ini, "Kehujanan semalem kayaknya"

Dia menggertakkan giginya, terlihat kesal. "Gerak-gerik lo harus sepengetahuan gua. Ngerti?"

Gue hanya mengangguk dan kembali merasa pusing setelah batuk. Sial! Masa di liburan gini gue harus sakit. Gue duduk diatas pasir sebelum jatuh, Atha ikut duduk disamping gue dan tangannya merangkul gue. Dari tangannya, gue dapat merasakan suhu tubuhnya.

Gue menatapnya, "Lo demam, Tha"

Dia mengedikkan bahu tak acuh, "Gua juga kehujanan kemarin"

I know. "Kita selalu sakit bareng ya"

Dia menggeleng, "Gua selalu setelah lo"

"Jangan sakit, Tha"

"Kalau gitu, lo juga gak boleh sakit"

Gue tersenyum dan memeluk perutnya. Ikut merasakan panas tubuhnya. Kepala gue dibahunya dan kepalanya diatas kepala gue. Gue rasa ini adalah pagi terindah yang pernah gue alami selama liburan ini. Menikmati matahari terbit dipantai, dan berdua dengan suami menyambut hari ini.

"Lo jangan lupa minum obat ya"

"Gua gak akan lupa kalau lo ingetin terus"

"Gue gabisa ngingetin terus"

"Kenapa?"

"Lo liburan sama temen lo, kan"

Diam sejenak sebelum ia menjawab, "Kita belum pernah liburan bareng"

Gue mengernyit dan terbatuk. Uhuuk.. uhuuuk.. batuk ini menyakitkan. Atha melepas pelukannya dan membawa gue kembali ke penginapan. Ia membawakan kamera gue sementara gue masih terbatuk. Rasanya seperti ada yang ingin keluar dari tenggorokan namun tidak bisa dan membuatnya gatal.

Dipenginapan, gue tahan batuk gue yang tak henti sedaritadi tapi malah membuat gue menggonggong seperti anjing. Dan Atha langsung mencari obat batuk. Penginapan sepi, pasti para ibu-ibu sedang jalan-jalan menghabiskan waktu liburan dengan bahagia.

"Shit!" umpatnya. "Gak ada obat batuk"

"Uhuuk.. kayaknya kotak obatnya.. uhuuk.. uhuuk.. dikoper mama" ujar gue dengan terus batu

Dia berdecak kesal, "Udah deh, lo diem!"

Gue malah terus batuk walau sudah ditahan. Akhirnya Atha membuatkan minuman panas karena tidak menemukan obat--koper mama dikunci. Dia membantu gue meminumnya. Jarak tipis diantara kami menyadari gue bahwa wajah Atha pucat. Sial, gue lupa Atha demam! Gue menarik Atha duduk ditempat tidur.

"Apaan sih!" hardiknya

"Tiduran, Tha. Gue ambil kain dulu"

Gue berlari ke kamar mandi untuk membasahi kain sambil terbatuk. Atha sudah berbaring dengan memejamkan mata saat gue kembali. Gue letakkan kain basah dikening Atha dan membelai pipinya. Dia pasti pusing.

"Lo tiduran juga"

"Gue ambilin sarapan ya"

Dia menggeleng, matanya terpejam, tapi tangannya tak melepas tangan gue. "Stay here"

"Lo harus makan, Tha" dia diam tak menjawab. "Gue punya bubur instan, kok"

Dia bergumam dan melepaskan tangan gue. Secepat yang gue bisa, gue seduh bubur instan yang ada dan langsung menyuapi Atha. Pasti dia menahan pusingnya dan memaksakan diri hingga sekarang puncak pertahanannya.

Setelah selesai menyuapi Atha, gue duduk disebelahnya, menemaninya hingga tertidur. Angel's face. Gue pun berberes setelah memastikan Atha telah lelap dengan nyaman. Pintu diketuk dari luar. Pasti ibu-ibu pulang nih. Gue membuka pintu dan kaget melihat sosok yang berdiri didepan gue.

"Hei"

***

Gue duduk diatas pasir, memperhatikannya yang sedang menulis diatas pasir dengan kayu yang ditemukannya. Gue belum tahu apa tujuannya mengajak gue kesini, tapi satu yang gue tahu, dia butuh privasi--tanpa Atha.

Kegiatannya selesai dan dia bersorak senang. Gue menyipitkan mata, memfokuskan pandangan untuk melihat hasilnya. Ia menuliskan sebuah nama dengan ukuran cukup besar dengan simbol love diujungnya. Agatha.

"Lo deket banget ya sama Aga?" tanyanya sembari berjalan mendekat

Gue buang pandangan ke lautan luas, "Bisa dibilang gitu"

"Kelihatannya Aga sayang banget sama lo" gue hanya diam. Berpikir dan enggan menjawab. "Gue suka iri kalau ada orang yang manggil nama kecil dia and I can't" dia menoleh pada gue yang tak melepaskan pandangan dari lautan. "Lo beneran sepupunya?" tanyanya ragu yang membuat gue menoleh menatapnya. "Bukan pacarnya, tunangannya, atau bahkan orang yang dijodohin sama dia?"

Oh God.. she shoots the point! Gue kembali memandang laut, menata pikiran gue yang kacau karena tebakannya. Belum saatnya dia tahu yang sebenarnya. Ini hak Atha. Gue menarik napas dan menggeleng untuk menjawab pertanyaannya.

Dia terkekeh kering, "Gue baru lihat lo kali ini. Selama 12 gue kenal Aga, gue gak pernah tahu kehadiran lo. Gue gak pernah lihat lo diacara perayaan ulang tahun tante Ambar selama 12 tahun ini, dimana seluruh keluarga besar dan kerabat diundang, tapi gak pernah ada lo"

"Perayaan ulang tahun ma--tante Ambar?" tanya gue kaget

Dia mengangguk, "Ya, setiap tahun tante Ambar selalu merayakan ulang tahunnya. Dan sejak kenal Aga, gue selalu diundang"

Sedekat itukah mereka? "Kami gak tinggal disini sebelumnya"

Dia menatap gue terkejut dan mengangguk, "Oh, pantes. Sorry, ya" Gue mengangguk samar. "Gue kenal Aga sejak kita masih sama-sama baru bisa nulis" Dia tersenyum dan matanya menerawang. "Aga emang udah ganteng dari kecil, dan dia baik. Dia tipe yang suka melindungi orang yang disayanginya apapun yang terjadi"

"Lo kenal dia dengan baik"

"Cukup baik sampai bukan hanya sayang rasa gue buat dia, tapi cinta"

Ini dia. Inilah pengakuan yang tepat sasaran. Gue meringis, hati gue menangis, perih seperti disayat. Ada orang lain yang tulus mencintai Atha sejak lama dan mengenalnya cukup baik. Gue? Perasaan gue buat Atha baru tumbuh, gue gak mengenal dia dengan baik. Sedang gadis disebelah gue ini cantik. Wajarkan gue menangisi ini?

"Kenapa lo bisa bilang kalau gue adalah bukan sepupunya?"

"Tante Ambar pernah meminta maaf karena ia telah menjodohkan Aga dengan anak sahabatnya sejak kecil"

"Kenapa lo gak nembak dia?"

"Dia pernah nasihatin gue, sebagai cewek jangan pernah memulai, nembak duluan itu merendahkan harga diri lo" gue menyimak ucapannya. "Lo tahu siapa pacar Aga sekarang?" Gue. Impossible for me to admit it, right? Gue menggeleng. "Dia gak pernah cerita?"

Gue mengedikkan bahu, "Gue gak berani nanya dia. Kalau dia cerita ya fine kalau enggak no problem"

"Gue takut" ucapnya dan menatap gue. "Takut Aga nerima perjodohan itu"

***

Atha baru saja selesai mandi dan membanting dirinya dikasur saat ponselnya bergetar di nakas. Atha langsung meraih ponselnya dengan harapan sang istri yang dirindu yang menelfon, namun harapannya pupus saat melihat nama sang mama. Dengan agak malas ia pun mengangkatnya.

"Halo, mah"

"Tha.." panggil mamanya dengan nada cemas

Atha mengernyit, "Mah?"

"Tha, Koci sakit"

Atha langsung terduduk, kaget. "Sakit apa? Kok bisa?"

"Dia tadi pulang dari pantai dan kehujanan. Sekarang dia demam tinggi setelah mandi tadi"

Atha merasa dadanya sesak. "Atha kesana sekarang. Mama kirimin alamat penginapannya sekarang"

Saat telfon diputus, Atha menarik napas dalam. Ia tak bisa melihat Koci sakit, ia tak suka melihatnya, ia sedih. Ia tak mau Koci sakit, hatinya ikut sakit. Ia sudah benar memiliki rasa sayang pada Koci hingga ia bisa bersikap over protektif padanya, bahkan melebihi papanya.

Atha beranjak memakai celana jeansnya dan jaket lalu memasukkan sebuah kaos dalam sebuah kantong--untuk pakaian ganti. Mike dan Mika yang melihat Atha sudah rapi berpakaian kembali menjadi bingung dan penasaran.

"Rapi banget, bos. Mau kemana?" tanya Mike

"Gua mau ke penginapan nyokap. Gua gak balik"

Mika menghampirinya dengan wajah agak cemas. "Tante Ambar baik-baik saja, kan?" Atha menatap wajah cemas sahabatnya dan mengangguk, "Terus kenapa lo kesana, Ga?"

"Sepupu gua sakit. She needs me"

Kedua sahabatnya memberikan tatapan tak mengerti padanya. "Koci?" Atha tak menjawab pertanyaan Mike. "Dia ada disini? Terus kenapa lo kesana? I mean, kenapa harus?"

"Dia manja sama gua, she really needs me. Sorry, gua duluan"

Atha langsung pergi setelah berusaha menghindari pertanyaan-pertanyaan curiga sahabat-sahabatnya itu. Atha berlari dengan payung yang dibawanya dibawah guyuran hujan. Hatinya cemas memikirkan Koci yang sakit. Jarak penginapannya dan penginapan Koci cukup jauh, tapi tak ia pedulikan demi Koci.

Atha tiba dan melihat sosok mamanya yang menunggunya didepan. Meletakkan payungnya dan membuka cepat sepatunya, ia memeluk mamanya. Ia dipersilahkan masuk dan melihat sang mertua duduk disamping sosok istrinya yang terbaring dengan wajah pucat. Wajah Atha sangat cemas, hatinya mencelos. Ia bergerak mendekati tempat tidur, mertuanya tersenyum mempersilahkannya.

"Koci butuh kamu, Tha" dan mertuanya keluar

Atha duduk dan menatapnya sendu, "Koci.. bangun, Koc" ujar Atha pelan, sarat akan kecemasan

Atha meremas telapak tangan istrinya pelan, berusaha mengalirkan kekuatan yang dimilikinya. Perlahan mata Koci terbuka. Gerakannya terlihat sulit. Atha menarik napas--sedikit lega dan mengantisipasi gerakan istrinya. Mata Koci terus menyipit, sepertinya ia merasa silau melihat cahaya lampu ruangan.

"Pusing, Koc?"

Atha menggenggam tangan Koci dan mengganti kain kompres di keningnya. Perlahan mata Koci kembali menutup dan napasnya terdengar mulai teratur, sepertinya ia kembali tidur. Atha membelai pipi istrinya dan menghapus peluh diwajah itu.

Hari semakin malam dan kedua mamanya beranjak ke alam mimpi. Ia meminta izin kepada mereka untuk tetap disini menemani istrinya yang masih demam. Tanpa keberatan, ia langsung mendapat izin dengan gampangnya. Atha terus menunggu, setia duduk disebelah sang istri, berjaga-jaga dengan keadaannya hingga tengah malam. Melihat sepertinya Koci benar tidur lelap dan waktu telah menunjukkan waktunya istirahat, ia menggeser tubuh istrinya dan ikut berbaring disampingnya, diatas kasur ukuran single ini, pasangan muda ini tidur bersama, menikmati alam mimpi dalam kedamaian hati.

***

Atha bangun dengan kepala masih pusing namun merasa tubuhnya baikan. Ia memindai seisi kamar dan tidak menemukan Koci disisinya. Atha melotot panik dan melompat turun dari kasur, keluar kamar dan menemukan kedua mamanya sedang mengobrol ringan.

"Koci dimana, mah?!" tanyanya cemas dan panik

Kedua mamanya menoleh dan tersenyum, "Kamu sudah baikan, Tha?"

"Koci sedang mandi" Atha menghela napas lega mendengar. "Sebaiknya kamu juga mandi" jawab sang mertua dengan senyum

"Iya. Kamu harus segera bersiap, sudah sore"

"Bersiap?" tanyanya bingung

"Ya, malam ini kita akan BBQ-an. Mama sudah hubungi Mika dan Mike juga untuk bergabung bersama"

Atha menggeleng cepat. "Koci lagi batuk, mah, dia masih sakit. Dia gak boleh kena angin malam"

"Koci yang minta, Tha" sahut mertuanya. "Lagipula besok kita sudah harus kembali ke Jakarta. Jadi biarkanlah dia menikmati malam ini"

Atha mengernyit, "Besok?"

"Iya" jawab suara dibelakangnya

Semua menoleh dan menemukan Koci yang sudah berdiri dibelakang mereka. Ia telah siap mandi. Ia menyunggingkan senyumnya, tapi Atha melihat ada kesedihan dibalik senyumnya. Atha menarik Koci dalam pelukannya, melepaskan segala rasa yang ada dihatinya.

"Rachel ngajakin liburan bareng ke Singapore"

Atha yang sedang menyiapkan bara, mengernyit menatapnya. "Kapan?"

"Lusa pagi. Paling cuma 2 hari"

"Gua gak diajak?" godanya iseng

Koci tersenyum, "Rachel tahunya lo itu senior charmingnya"

Atha hanya menanggapinya dengan tersenyum dan melanjutkan tugasnya. Tak lama kemudian, Mika dan Mike datang bergabung bersama mereka. Mika bergabung membantu BBQ dan berbincang dengan para ibu-ibu. Sedangkan Mike bergabung bersama Atha mengurusi bara.

Suasana menjadi riang saat acara BBQ dimulai diiringi suara musik yang diputar dipinggir pantai itu. Mike dan Atha sibuk menjadi kuli kipas dan para perempuan sibuk mengobrol sambil menusukkan bahan-bahan BBQ. Hujan sepertinya enggan turun malam ini. Malam dihiasi bintang yang bertaburan di langit, menghiasi suasana diantara mereka. Ikatan diantara mereka yang terasa akrab.

Selesai membakar, Mika menarik Atha menjauhi lokasi mereka berada dan duduk bersama menikmati hasil BBQ mereka. Tak kalah, Mike membawa Koci juga menjauh dari mereka. Hanya tersisa kedua ibu yang akhirnya menghabisi hasil masakan mereka dengan bahagia.

"Lo sama Aga deket banget, ya?"

Koci menoleh pada orang disebelahnya dan tersenyum tipis. "Begitulah"

"Lo tau sesuatu tentang perjodohan Aga?" Koci menggeleng pelan, menahan hati. "Gua penasaran sama calonnya Aga dan reaksi Mika tentunya"

Koci mendengus, "Kenapa sih calonnya Atha harus menghalangi mereka?"

Mike tiba-tiba menarik Koci dalam pelukannya, "Gua gak peduli tentang Aga sekarang, Ci. Yang gua tau sekarang, gua suka sama lo"

Koci membeku mendengar pengakuan Mike yang tanpa aba-aba. Ia tak dapat berkata atau merespon apapun. Benar apa yang Atha katakan; Mike menyukainya! Koci hanya menunduk--tak membalas pelukan Mike. Tak sengaja ia bertemu pandang dengan Atha yang sedang menatap mereka dengan pandangan tak suka. Ia tahu, ia salah. Ia adalah istri orang namun ia malah ada dalam pelukan cowok lain.

Koci melepas pelukan Mike perlahan dan tersenyum. "Maaf, kak, tapi aku sudah punya pacar"

Mike mendengus, "Gua telat?"

Koci tak menjawabnya.

Atha duduk dengan hati penuh emosi membara. Ia tak suka--sangat--melihat Mike memeluk Koci. Koci itu istrinya! Ia saja sudah tak suka melihat Mike tebar pesona dan berusaha mendekati istrinya, apalagi kini memeluknya. Tangannya tergenggam erat, membuatnya menoleh dan melihat Mika yang tersenyum manis padanya. Mika langsung memeluknya dan menarik napas panjang.

"Gue gak rela dijodohin, Ga. Please, tell me you deny the matchmaking"

Atha merasa semakin terbeban. Ia membalas pelukan sahabat yang amat disayanginya ini. "Mik, itu keputusan yang gak bisa gua tolak, I've said, huh?"

Mike menggeleng tegas, "Gue gak bisa lihat lo bersama orang lain, Ga"

Atha tertawa, "Jangan dramatis deh. Gua tetap Aga-nya Mika sampai kapanpun"

"Tapi--"

"Mik, gua sayang sama lo. Gua akan selalu jadi sahabat yang terbaik buat lo"

Atha mengacak rambut Mika dengan tersenyum dan mengecup puncak kepala sahabat tercintanya itu. Mika tersenyum kecut atas kelakuan sahabat tersayangnya yang merusak rambutnya. Akhirnya ia gantian mengelitiki Atha walau agak sulit. Sejenak, emosinya pudar. Mika selalu bisa menjadi penenangnya.

Koci yang melihat kedekatan mereka hanya mampu meneriaki diri sendiri dalam hati agar dirinya tak bereaksi apapun atas gambaran dua insan yang bahagia dihadapannya.

Dua insan yang dipertemukan dalam suatu keadaan yang tak dimengerti dan menumbuhkan rasa pada masing-masing pribadi. Rasa yang mengikat dan indah, juga pahit dan pedih. Inikah cinta?

***

No comments:

Post a Comment